It's okay to be alone

2.5K 102 2
                                    

"Being together with friends doesn't suit my self"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


Semua yang kita lakukan hanyalah untuk menjalani takdir kita.

Aku teringat nasehat nenekku sebelum ia meninggal, "Bagaimanapun kau menolak takdirmu, ia tetap akan menemuimu. Kau hidup hanya untuk menjalani peranmu, maka lakukan itu dengan hati yang lapang".

Saat usiaku 8 tahun, aku tak mengerti apa maksudnya, namun setelah dewasa, aku mengerti. Aku harus menerima bagaimanapun takdir membawaku. Tak perlu melawan takdir, karena sekeras apapun, jika itu berubah, maka perubahan itu tetap disebut takdir. Ironis.

Masa SMAku berakhir hari ini. Perpisahan. Berharap dapat berkumpul kembali dengan para sahabat suatu saat nanti ketika sudah sukses. Bullshit. Masa itu tidaklah seindah seperti yang para remaja katakan.

Hari-hariku di sekolah seperti penjara, yang menutupku dari melihat dunia luar. Biar ku rincikan bagaimana penjara ini bagiku. Ini dimulai sejak aku SMP.

Aku terlahir dari keluarga biasa, keluarga sederhana, namun ayahku adalah pemeran antagonis yang ingin anak-anaknya terlihat sempurna di mata orang lain. Tidak memikirkan bagaimana perasaan kami menjalani kehidupan seperti yang ia inginkan.

Awalnya aku tak melihat kesalahannya mendidikku dan adik laki-lakiku. Karena semua orang tua memang ingin anak-anaknya sempurna.

Namun setelah aku masuk SMP, aku melihatnya seperti bukan ayahku sendiri lagi. Hidup kami serba pas-pasan, tapi ia memasukkanku ke sekolah swasta terbaik yang pastinya sangat menguras kantong.

Aku ingat saat SMP, saat teman-temanku mengajakku makan siang di cafetaria sekolah, aku menolak ajakan mereka dengan mengatakan aku bawa bekal, hahaha seperti ibuku peduli saja denganku.

Tentu saja aku berbohong, di saat yang bersamaan, aku mengecek saku bajuku yang tentu tidak ada isinya, dengan harapan ada keajaiban di sana. Ya, aku tak cocok bergaul dengan para anak orang kaya itu.

Aku menghindari mereka. Aku hanya bisa melamun di pinggir kolam ikan sekolah. Menunggu jam istirahat berakhir dengan perutku yang keroncongan.

Di saat itu, pertama kalinya aku bertemu dengan takdirku. Mungkin ini terdengar konyol, namun itulah yang kurasakan saat melihatnya. Seperti kebanyakan anak orang kaya, dia terlihat bersih, tak seperti adikku yang kumal. Tatapan matanya seperti menusuk jantungku. Tanpa senyum, namun aku tahu bagaimana tampannya dia ketika melakukan itu.

Ia memberiku sandwich dalam kotak bekalnya yang terlihat mahal. Tanpa mengatakan apapun, ia pergi. Tentu aku kaget, namun setelah kupikir-pikir, mungkin itu cara anak orang kaya mengasihani orang miskin sepertiku.

Tanpa basa-basi aku memakannya. Sangat enak. Namun kemudian aku berpikir bagaimana caraku mengembalikan kotak bekal ini? Apakah aku harus mengisikan makanan kembali? Namun, aku tak tahu apakah ada bahan makanan yang bisa ku pergunakan?.

Keesokan harinya, aku mengisikan kotak bekal itu dengan nasi goreng sarapanku. Ya, aku tidak sarapan. Aku juga tidak begitu lapar. Aku hanya memikirkan bagaimana memberi bekal itu padanya. Orang yang sama sekali aku tidak tahu namanya dan dia kelas berapa.

Aku menunggu di bangku pinggir kolam seperti kemarin, sembari celingak-celinguk mencarinya. Namun hingga jam istirahat berakhir, dia tak kunjung datang.

Aku kembali ke kelas, melewati koridor yang panjang dengan membawa kotak bekal tersebut. Kalau tidak basi, akan ku makan saat siang nanti, pikirku.

Saat itu, aku melihatnya. Ia berjalan Bersama teman-temannya. Dua orang laki-laki, dan tiga orang perempuan yang salah satunya merangkulnya. Entah perasaan apa yang merasukiku, aku malu melihatnya. Aku membalikan badanku berharap ia tak melihatku, walau mustahil, karena kami berhadapan.

It's Okay For Me To Love The Devil (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang