She made me hope that I wouldn't scare her

534 53 0
                                    

"You were playing games with my mind without even realizing it"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Entah berapa lama aku tak sadarkan diri, namun ketika aku bangun, aku sudah ada di rumah sakit. Aku tak perlu bertanya 'aku di mana?' Karena ketika aku sadar, aku merasakan tanganku nyeri karena jarum infus, jadi aku sudah tahu pasti di rumah sakit.

Aku memperhatikan kamar ini, begitu besar. Sepertinya kamar VIP. Aku menduga-duga pasti Davin yang membawaku ke sini.

Tak lama setelah itu, Davin masuk. Dia melihatku yang duduk di ranjang, langsung menghampiriku. Aku melihat wajahnya cemas. Setelah ku ingat-ingat, akhir-akhir ini aku selalu membuatnya cemas.

"Bagaimana keadaanmu, Melrose?." Tanyanya dengan lembut sambil mengusap keningku. Memeriksa suhu tubuhku.

"Aku kenapa, Davin?." Tanyaku balik, tanpa menjawab pertanyaannya. Karena aku sendiri tidak yakin dengan keadaanku.

"Kalau dari hasil lab darahmu, kau kekurangan sel darah merah."

"Oh pantas kepalaku sakit sekali." Kataku sambil memegang pada bagian kepalaku yang nyeri. Davin lalu juga memegang bagian itu, ia memijatnya.

"Kau harus istirahat sampai keadaanmu pulih. Dan besok ada tes kesehatan lagi, sampai saat itu kau akan menginap di sini." Jelasnya.

".............." Aku hanya mengangguk, kemudian membaringkan tubuhku lagi di ranjang.

"Melrose..." Panggilnya lembut. Ia terduduk di sampingku. Menggenggam tanganku.

"..........." Aku hanya diam menunggu dia berbicara. Sebenarnya banyak yang ingin ku tanyakan pada Davin mengenai panggilan di telepon tadi, namun aku sendiri malah takut membayangkan apa yang akan ku dengar.

"Maafkan aku. Aku tidak memperhatikanmu. Aku bahkan tidak tahu kondisimu. Aku malah meninggalkanmu untuk mengangkat telepon, kau lalu mencariku dan pingsan di jalan." Pintanya dengan rasa bersalah di matanya. Aku dengan sadar melihat bagaimana perasaannya padaku dari matanya.

Orang seperti Davin tidak mungkin melakukan hal jahat. Orang seperti Davin tidak mungkin melukai orang. Aku berharap aku hanya salah dengar kata-katanya di telepon tadi, aku berharap aku hanya salah paham mengenai isi pembicaraannya di telepon tadi. Aku tidak ingin mengetahui apapun. Aku lebih memilih menutup mata dari pada mengetahui yang sebenarnya. Selama Davin masih mencintaiku, aku yakin tidak akan ada hal buruk yang terjadi padaku.

"..........." Aku tak menjawabnya. Aku menggeser tubuhku ke bagian pinggir ranjang, dan menunjuk bagian ranjang yang kosong untuk Davin tiduri. Dia pun merebahkan tubuhnya di bagian ranjang itu. Karena tidak terlalu besar, kami harus tidur dengan keadaan miring saling menghadap satu sama lain. Ini membuat jantungku berdegup cepat. Terakhir kali seperti ini, aku dalam keadaan marah padanya, namun kali ini, aku dalam keadaan takut kehilangannya.

Sungguh diriku yang menyedihkan. Aku bahkan masih mencintainya walau aku tak tahu apa yang dia sembunyikan dariku. Davin berada di tengah-tengah antara hitam dan putih. Aku merasa sudah melihat semua bagian diri davin, namun ternyata yang ku lihat hanya bagian putihnya saja, Davin menyembunyikan bagian hitamnya padaku.

Kapankah aku akan tahu bagian hitam itu? Sanggupkah aku menerima bagian itu?. Tak terasa aku menangis. Davin yang berbaring di sampingku lalu mengusap air mataku, dia memelukku.

"Sakit sekali ya?." Dia hanya tahu kepalaku yang sakit. Dia tak tahu hatiku yang sebenarnya sakit juga karena semua yang dia sembunyikan.

"Davin....." Panggilku.

"........." Davin melepaskan pelukannya.

"Kiss me." Pintaku. Davin lalu menciumku. Yang selalu ku ingat dari ciumannya adalah bibirnya yang lembut dan aroma nafasnya yang seperti vanilla. Dia tak tahu aku sangat tergila-gila dengan rasanya.

It's Okay For Me To Love The Devil (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang