Chapter 30

467 42 23
                                    

Lea tersentak kaget mendapat pelukan dari Arin, membuat tubuhnya agak terdorong ke belakang membentur sandaran sofa yang di  dudukinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lea tersentak kaget mendapat pelukan dari Arin, membuat tubuhnya agak terdorong ke belakang membentur sandaran sofa yang di  dudukinya. Dahinya mengernyit keheranan dengan sikap tidak biasa Arin. Setelah memberikan satu pukulan keras di wajah Dipta, sahabatnya itu pergi entah kemana bersama Dirga. Ia hanya menemukan Saka dan Ayu ketika ia keluar kamar seusai membersihkan luka Dipta. Dua orang itu tidak tahu menahu kemana perginya Arin dan Dirga saat ditanya oleh Lea meski mereka sempat berdebat di depan kontrakan sebelum Dirga menyeret Arin masuk ke mobilnya. Dan kedatangan Arin yang tiba-tiba sambil memeluknya ini menimbulkan tanda tanya di kepala Lea maupun orang-orang yang sekarang berada satu ruangan dengannya.

"Gue minta maaf, Bik. Maaf gue bentak-bentak lo kemarin-kemarin," Lea tersenyum seraya memberikan usapan lembut di punggung Arin yang memeluknya. Tanda tanya di kepalanya seolah terjawab dengan kalimat yang baru saja terucap dari bibir Arin. Perasaan lega menyelimuti hati Lea. Setelah berhari-hari Arin mendiamkannya, akhirnya sahabatnya ini mau berbicara padanya dan kalimat pertama yang Arin ucapkan membuatnya terharu.

"Lo gak perlu minta maaf, lo gak salah. Gue tahu lo lakuin itu demi kebaikan gue juga," Lagi-lagi Lea tersenyum, perang dingin-nya dengan Arin selesai juga. Ia tahu apa yang Arin lakukan selama ini untuk kebaikan dirinya. Tidak ada yang salah disini.

Arin sedikit meregangkan pelukannya hingga ia bisa melihat wajah Lea, "Tetep aja gue minta maaf. Kemarin gue salah bertindak kasar sama lo harusnya gue bisa ngomong baik-baik tapi gue gak bisa ngendaliin emosi gue."

"Gak masalah, Bik. Yang penting lo jangan diemin gue lagi. Gue jadi gak ada temen buat nge-bacot soalnya."

"Sialan lo, Bik!" Arin melepaskan pelukannya diiringi suara tawa yang keluar dari bibirnya. Lega juga rasanya bisa menyelesaikan masalahnya dengan Lea. Jujur saja, beberapa hari ini Arin selalu digelayuti rasa bersalah terhadap Lea. Ingin segera meminta maaf tapi ego-nya menghalangi. Ia ingin Lea terlebih dahulu sadar bahwa apa yang dilakukan Dipta itu keterlaluan, sudah seharusnya gadis itu angkat bicara bukan malah diam tapi memendam rasa sakit hati.

"Minggir," Arini berucap sengit pada Dipta yang sejak tadi duduk di sebelah Lea. Sedikit memaksa Dipta untuk beralih tempat duduk karena ia ingin duduk di samping Lea. 

Laki-laki itu pasrah saja, tidak ingin mendebat Arin. Sepertinya gadis itu masih menyimpan dendam padanya. Ia tidak mau diberikan pukulan lagi, sudah cukup sudut bibirnya terluka disertai tanda memar di rahangnya. Terlalu mengerikan berurusan dengan sahabat dari pacarnya ini. Maka ia lebih memilih mengalah beralih duduk lesehan seperti Saka. Arin cukup bar-bar untuk ukuran seorang perempuan yang banyak dipuja oleh mahasiswa laki-laki di kampusnya.

"Tapi Bik, gue gak mau minta maaf buat pukulan yang gue kasih sama cowok lo. Dia pantes dapetin itu," Arin masih saja menatap sengit ke arah Dipta padahal laki-laki itu diam saja sejak tadi. Cenderung menerima perlakuan dari sahabat Lea itu.

"Dia emang pantes dapetin itu kok. Harusnya bukan cuma bibirnya yang lo bikin berdarah tapi hidung sama pelipisnya sekalian biar afdol," Ucap Lea tidak benar-benar serius hanya ingin bercanda saja supaya suasana mencair.

Story Of... ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang