Sedih Yang Tak Berujung

67 10 2
                                    


Noonbyeol POV

Seingatku, aku berada dalam cengkraman Taeso, salah satu prajurit Daekan. Kedua mataku begitu perih hingga kelopaknya tak sanggup kubuka. Bola mataku seperti sedang terbakar. Tubuhku terasa panas dan gemetar. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi pada diriku. Kemarin aku juga merasakannya saat bertarung dengan Mugwang, dan berakhir dengan melukai keningnya.

"Aku mencintaimu, Noonbyeol..."

Samar-samar aku mendengar sebuah suara yang mengucapkan kalimat itu. Suara itu sangat kukenal. Suara Mugwang.

Apa? Dia mencintaiku? Mengapa tiba-tiba ia mengatakan hal itu kepadaku?

Ketika aku memperoleh penglihatanku kembali, aku mendapati diriku tengah duduk di atas tubuh Mugwang. Matanya menatapku, namun pandangannya tampak kosong seperti tak memiliki jiwa di sana. Mulutnya berlumuran darah. Apa yang telah terjadi?

"Mugwang? Apa kau baik-baik saja? Apa kau bisa melihatku?"

Aku mengguncang tubuhnya. Saat itu aku menyadari, tangan kananku menggenggam sesuatu yang basah dan kenyal. Apa ini?

Sedikit memundurkan tubuhku, aku dapat melihat dengan jelas, ada sebuah lubang di dada kiri Mugwang.

Apa... apa yang sudah aku lakukan? Apa yang sudah kulakukan kepada Mugwang?

"Noonbyeol..."

Kutolehkan kepalaku, menatap Chaeeun yang berlinang air mata. Ia merangkulku, mengusap-usap punggungku.

"Kak Chaeeun, apa yang sudah terjadi? Mugwang kenapa? Kenapa dia berbaring di sana? Kenapa dadanya berlubang? Kenapa... jantungnya ada di tanganku?"

Chaeeun tak menjawab, malah memelukku dan menangis semakin kencang. Aku mendorongnya, kembali berlutut di sisi Mugwang, memasukkan kembali jantung itu ke dalam dadanya. Namun ia tetap diam.

Aku mengguncang-guncang tubuhnya, memberikan napas buatan kepadanya. Namun ia tetap diam. Apakah aku salah meletakkan jantungnya? Apakah itu terbalik?

"Noonbyeol, sudahlah. Ikhlaskan dia..." kata Chaeeun.

"Apanya? Apa yang harus kuikhlaskan?" tanyaku, tak mengerti.

Aku membongkar buntalan yang dibawa oleh keluargaku, mengambil peralatan medis Ayah. Aku menjahit jantung itu ke dalam dada Mugwang, menyambungkan kembali pembuluh-pembuluh darah yang tercabut. Tulang rusuk yang patah kusambungkan kembali. Kulit yang robek kujahit kembali. Jarum-jarum akupuntur kutancapkan di titik-titik yang bisa membuat orang pingsan dapat segera sadar.

Tetapi dia tetap diam.

Aku menepis keras tangan Chaeeun yang hendak menutupkan mata Mugwang.

"Mengapa kau tutup matanya? Dia belum mati."

"Terimalah kenyataan, Noonbyeol. Dia sudah meninggal. Darahnya sudah tidak mengalir karena tidak ada yang mempompanya. Nadinya sudah tidak berdenyut. Jantungnya sudah terenggut..."

"Dan aku... yang merenggutnya?" gumamku pelan.

Kutatap kedua tanganku yang berlumuran darah dan gemetar. Apa yang telah kalian lakukan, tangan-tanganku? Mengapa kalian mengambil jantungnya?

Setitik air menetes di telapak tanganku. Bukan, bukan berasal dari pelupuk mataku. Aku menengadah, menerima tetesan hujan yang mulai berjatuhan dari langit gelap. Sebuah bulan sabit melengkung di sana, sinarnya mulai tertutup oleh awan.

"Ayo kita pergi dari sini, Noonbyeol. Prajurit lain mungkin akan menyusul, dan mereka bisa membunuh kita jika menemukan mayat para prajurit ini," ajak Chaeeun, membantuku untuk berdiri.

[Idn] Noonbyeol : The Vengeance (AC FF) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang