Neanthal Massacre

297 16 4
                                    

Festival Bulan Sabit adalah acara tahunan yang dirayakan oleh orang Ras Neanthal untuk memperingati hari lahirnya Gomnyeo, manusia Neanthal pertama. Konon, seekor beruang menyelamatkan seorang manusia yang hampir tenggelam. Manusia itu selamat, namun beruang itu yang malah tewas tenggelam. Para dewa memuji perbuatan beruang betina yang baik hati, mereka memberikan kesempatan kepadanya untuk hidup kembali. Namun beruang itu ingin hidup sebagai makhluk lain. Dewa pun mengubahnya menjadi seorang manusia dan memberinya nama Gomnyeo. Namun berbeda dengan manusia lainnya, dia memiliki darah berwarna biru, dengan mata yang terkadang bisa menyala biru saat hendak bertarung, serta memiliki kekuatan yang jauh melebihi kekuatan manusia biasa. Dewa membantunya memperbanyak keturunan, dengan membuatnya bisa mengandung tanpa pembuahan dan melahirkan tanpa rasa sakit. Setelah tua dan meninggal, ia menjadi dewi di khayangan. Dan keturunannya disebut dengan Ras Neanthal.

Itu adalah legenda rasku, Ras Neanthal. Aku selalu suka merayakan festival ini. Kami akan berkumpul untuk sembahyang di lereng bukit dan makan bersama. Acara makan bersama itu yang paling kusuka.

Namaku Namranee tetapi aku lebih sering dipanggil Nam, lebih mudah dan imut didengar. Aku seorang anak perempuan yang hari ini tepat menginjak usia lima tahun, dan sebentar lagi aku akan memiliki seorang adik. Aku suka memeluk perut besar ibuku dan merasakan tendangan kecil adikku. Aku yakin dia pasti laki-laki.

"Nam!" Seseorang memanggilku.

Aku tak perlu menengok untuk mencari tahu, siapa yang memanggilku. Ia merangkul leherku dari belakang, lebih tepatnya memiting leherku. Aku memukuli lengannya, lalu menyodok perutnya. Anak laki-laki itu menjulurkan lidahnya kepadaku dengan raut wajah yang menyebalkan sambil berlari.

"Roddib! Awas kamu ya!" Aku mengejarnya.

Roddib adalah salah satu temanku yang paling usil. Namun meskipun sering bertengkar, entah mengapa aku paling akrab dengannya. Mungkin karena rumah kami berdampingan. Ia lebih tua tiga tahun dariku. Ia memiliki seorang kakak laki-laki bernama Yiseuroobeu. Berbeda dengan Roddib, Kak Yiseu orang yang kalem dan juga baik.

Lariku sangat cepat. Aku berhasil mendekatinya dan melompati punggungnya. Kami jatuh berguling di atas rumput sambil tertawa. Namun tawa kami terhenti oleh jeritan dari arah lereng bukit.

Kakiku lemas begitu kami sampai di sana. Semua orang memuntahkan darah berwarna biru dari mulut mereka. Ada yang kejang-kejang, ada pula yang sudah tidak bergerak lagi. Aku mengkhawatirkan orang tuaku, juga adik bayi di dalam perut ibuku.

"Ayah... Ibu..." aku memanggil mereka dengan berurai air mata, begitu pula dengan Roddib yang menggenggam erat tanganku. Kami adalah dua bocah yang sedang ketakutan.

Dan aku menemukan mereka, orang tuaku. Mereka duduk di bawah pohon. Ayahku muntah darah, sementara ibuku tampak kesakitan sambil memeluk perutnya.

"Ayah, Ibu, kalian kenapa? Ada apa dengan semua orang?"

"Sepertinya makanan yang kami makan beracun," kata Ayahku dengan napas tersengal-sengal.

"Kau tidak ikut makan, kan, Nam?" tanya Ibuku khawatir.

Aku menggeleng. Kenakalan Roddib hari ini menyelamatkanku. Aku menoleh kepadanya yang menangis meraung-raung saat menemukan orang tuanya sudah terbujur kaku. Aku mulai merasa takut.

"Apakah ayah dan ibu makan?" Seharusnya aku tak perlu bertanya setelah melihat keadaan mereka.

"Untungnya kami baru makan sedikit," jawab ibu.

"Ayo kita segera pergi dari sini," ajak ayahku.

Aku menoleh kepada Roddib lagi, hendak mengajaknya ikut denganku, namun ayahku segera menggendongku.

[Idn] Noonbyeol : The Vengeance (AC FF) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang