Choice

97 12 3
                                    

Para pria sedang membakar babi hutan besar yang baru ditangkap oleh Roddib dan Hoon, sementara para wanita baru pulang dari memetik buah-buahan untuk makanan pencuci mulut. Roddib mengendap-endap menghampiri Noonbyeol yang sedang meletakkan keranjang buahnya.

"Nam," panggil Roddib.

Saat Noonbyeol menoleh, pipinya terkena telunjuk Roddib. Ada sensasi basah dan sedikit kental yang ia rasakan. Ia menyeka pipinya, dan melihat telapak tangannya berwarna merah.

"Apa ini?"

"Darah babi hutan."

"Iiih, jorok!!!" Pekik Noonbyeol marah sambil memukuli Roddib.

Noonbyeol menciduk air di centong untuk menyiram Roddib, namun pria itu mengelak, sehingga Hoon yang lewat di belakangnya yang tersiram air.

"Aduh, maaf Hoon..." ucap Noonbyeol seraya menyeka tubuh adiknya yang basah kuyup dengan kain.

"Hei, kau, ke mari! Urusan kita belum selesai!" Panggil Noonbyeol pada Roddib yang berlari menjauhinya.

Ragaz yang sedang membakar daging bersama Yiseu dan dua anak Igutunya, hanya geleng-geleng kepala melihat dua muda-mudi yang sedang kejar-kejaran itu.

"Usia memang tidak bisa menentukan kedewasaan seseorang. Aku tidak bisa membayangkan kalau Noonbyeol memilih Roddib nanti," gumam Ragaz.

"Selama tidak ada barang pecah belah di goa mereka, kurasa tidak ada masalah," kata Saya

"Benar, mereka terlihat cocok satu sama lain. Usia mereka juga tidak terpaut terlalu jauh," kata Eunseom.

Mereka terkekeh saat melihat Roddib melemparkan dedaunan kering kepada Noonbyeol yang menjerit kesal. Mereka tidak menyadari bahwa hanya Yiseu yang tidak ikut tertawa.

~~~

Tangis Byun berhenti ketika lidahnya menjilat susu hangat dari dalam gelas yang didekatkan ke mulut mungilnya oleh sang ayah. Sebelum ke Atturad, Noonbyeol membawakan beberapa botol susu untuk Byun, untung saja, karena susunya sudah hampir habis. Yiseu dan Roddib tidak perlu ke Arthdal untuk membeli susu. Melewati perbatasan beberapa kali, meskipun tidak pernah tertangkap, namun tetap membuat mereka gentar juga.

“Ketika aku mengandung nanti, Byun bisa meminum ASIku,” kata Noonbyeol sambil menggoyang-goyangkan kaki Byun.

“Apa kau yakin? Apakah ini tidak terlalu terburu-buru? Mungkin kau seharusnya mengenal kami lebih dulu dan menumbuhkan perasaan cinta, sebelum memutuskan pilihanmu,” kata Gwi.

Noonbyeol menggeleng, “terlalu lama jika harus melewati masa penjajakan lebih dulu. Lagipula aku tidak yakin, apakah hatiku dapat mencintai lagi? Hatiku telah mati. Kau pasti mengerti yang kurasakan.”

Gwi hanya tersenyum lirih. Benar, hatinya juga sudah mati bersama kematian Bee.

Saat itu, Yiseu datang membawakan daun berisi daging babi hutan bakar kepada Noonbyeol dan Gwi. Ia mengambil alih Byun sementara Gwi menghabiskan makan siangnya. Noonbyeol melirik Yiseu yang sedang menggendong Byun.

“Mengapa kau selalu melihatku seperti itu?” tanya Yiseu.

“Hmm… sebenarnya, waktu kau membawa Byun yang sedang sakit kepadaku, kupikir dia adalah anakmu.”

“Apa?” Yiseu terbelalak.

“Kau memang sudah pantas menjadi ayah, Yiseu. Bahkan umur anakmu seharusnya sudah di atas sepuluh tahun,” celetuk Gwi yang sudah selesai makan dan menggendong Byun kembali, masuk ke dalam goanya.

“Benar juga, jika bukan karena pembantaian, seharusnya anakku sudah banyak,” keluh Yiseu.

“Masih belum terlambat,” gumam Noonbyeol.

[Idn] Noonbyeol : The Vengeance (AC FF) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang