Bab 2 | Kabut Cinta

238 12 7
                                    

Cinta terkadang seperti kabut, membuat pandangan menjadi tidak jelas dan samar-samar. Terkadang bisa membuat celaka jika terlalu dalam terperangkap. Rindu terus menerus hingga patah rindu, dan susah moveon. Setiap malam selalu terbayang wajahnya hingga malam terasa lama, selama fosil-fosil terbentuk.

Malam ini, adalah malam yang penuh dengan kegelapan dalam hati setiap orang yang patah cinta maupun patah rindu. Termasuk aku, patah keduanya. Hingga gelapnya hampir mendekati maha. Bagaimana tidak, sudah tiga tahun berlalu, aku belum juga bisa melupakan atau membiarkan seseorang yang kucintai. Seolah aku telah melekat dengannya, sangat kuat. Sampai-sampai, jika di jalan melihat seseorang motoran mirip dengannya, aku kejar. Setelah kutengok, ternyata bukan.

Aku sudah patah cinta selama tiga tahun, karena Kevin. Sejak aku mengungkapkan perasaanku padanya, ia menjauh dan semakin jauh. Pantas saja, karena Kevin lelaki normal, tidak gay sepertiku. Akan tetapi aku tidak bisa membendung perasaan terus menerus. Terlalu sering bertemu tidak menjadi biasa malah menjadi semakin cinta. Dan andaipun aku tidak mengungkapkan, aku kira Kevin akan tau sendirinya. Dan pasti akan menjauh pula dengan sendirinya.

Inilah nasibku menjadi seorang gay. Susah sekali mendapat balasan cinta. Rasanya ingin kembali menjadi seperma ayah dan ingin mati saat itu. Agar tidak pernah terlahir, dari pada menjadi seorang gay. Tapi apa boleh buat, kelahiranku memang sudah tertakdir. Aku harus jalani. Hanya terkadang, aku selalu protes kepada Tuhan tentang rasa sukaku yang megah kepada Kevin. Mengapa itu harus terjadi jika itu tak diijinkan.

***

Untuk menghilangkan bayangan Kevin yang terlalu narsis dalam benakku, akhirnya aku membuka Facebook. Hanya sekedar lihat-lihat status orang. Tanpa sadar pula mengetik nama Kevin di pencarian, dan ternyata aku telah diblokir. Entah, aku harus sedih atau senang.

Tiba-tiba, ada pemberitahuan masuk. Ada seseorang yang like statusku. Aku peduli sekali jika ada orang yang like statusku karena statusku jarang ada yang like. Boro-boro ratusan, dapat sepuluh saja sudah bagus banget. Kasihan sekali kan?

Aku tengok, dia yang like statusku. Ternyata "Rio Nugroho". Jujur aku tidak tau siapa Rio Nugroho. Dan mengapa ia menyukai statusku juga aku tidak tau. Karena penasaranku yang teramat tinggi, akhirnya kubuka juga profilnya. Dia ternyata belum berteman denganku. Sangat aneh.

Saat itu foto profilnya hanya ada gambar motor, jadi aku tidak bisa tau sosoknya. Untuk mengetahui, ya harus buka albumnya. Itu juga kalau ia mengupload foto-fotonya. Jika tidak, ya seandainya dia bukan manusia juga orang tidak ada yang tau.

Tanpa pikir lama, aku buka albumnya. Seorang lelaki tampan, kulit kuning, telinga bertindik. Dan rasanya, aku tidak asing dengan wajahnya. Seperti pernah melihat, tapi entah dimana. Atau ini hanya perasaanku saja, karena efek kabut cinta dari Kevin yang belum juga menjadi embun. Masih menyamarkan mata.

Saat stalking akun yang bernama Rio Nugroho itu, tiba-tiba ponselku berdering. Ada SMS masuk. Ya, aku masih menggunakan SMS karena aku belum memiliki Whatsapp. Jadi jika memang ada orang yang keperluan denganku, ya pesan SMS atau telepon.

Aku buka pesan, ternyata dari Ahmad.
"Tano, Katanya mau pinjam catatan matkul agama. Gak jadi ke kos?"

Membaca kata "matkul agama" dari pesan Ahmad menjadi teringat sosok yang barusan aku lihat profil Facebooknya. Rio Nugroho. Ia adalah anak yang tadi pagi duduk jejer denganku saat kuliah agama. Aku jadi ingat. Pantas saja rupannya tidak asing.

Kembali aku membaca pesan Ahmad. Dan aku bingung, antara mau jadi ke kosnya atau tidak, karena sudah jam sebelas malam lebih. Sebenarnya sangat malas sekali pergi, tetapi aku tak punya pulsa untuk membalas pesan.

Pelangi HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang