Seperti biasa Melviano mendudukkan dirinya di bawah pohon di dekat parkiran mobil, menunggu wanita pujaannya muncul dan kembali menggodanya. Apakah kalian setuju, jika perempuan sangat manis saat sedang marah? Karena Melviano sangat setuju dengan hal itu.
Melviano melirik jam tangan mahal yang melingkari pergelangan tangannya, sudah jam 9 dan ia tidak menemukan tanda-tanda mobil putih milik Haylie akan berlabuh di parkiran kampus.
"Woy kelas udah mau mulai." Ujar Doyong, mendudukkan dirinya di samping Melviano yang masih asik melihat sekitar. "Lu denger kaga kata gue sih?"
"Berisik lu."
Doyoung mendecih, ia mengeluarkan ponselnya tapi karena tidak tahu harus berbuat apa dengan benda pipih itu akhirnya dia kembali memasukkannya ke dalam jaketnya.
"Lu nyari siapa sih?" Tanya Doyoung jengah karena Melviano yang tidak kunjung berdiri dan berniat ke kelas.
"Haylie." Doyoung mendecih, mulai mengingat ucapan Melviano waktu itu. Katanya tidak akan jatuh cinta tapi ini sudah termasuk tanda jatuh cinta.
"Percuma lu mau disini sampai malem juga, orang Haylie ada di kelasnya." Melviano langsung menoleh dan terkejut ke arah temannya.
"Ko gue kaga tau dia udah datang?" Melviano mulai menyusuri semua mobil dengan matanya. "Mobilnya kaga ada."
"Males kali di gangguin elu mulu di parkiran makanya enggak naik mobil."
Melviano mendecih dan berdiri dari duduknya, berjalan memasuki koridor kampus. Benar kata Doyoung, saat melewati koridor di dalam kelas ia melihat Haylie yang sedang menulis apa yang diterangkan Dosen. Jujur saja Melviano tidak terima, sebenarnya kenapa ia selalu di tolak dengan perempuan yang sama? Padahal menurutnya dia merupakan tipe semua perempuan, kaya, pintar, tampan. Sudah lebih dari kriteria.
Melviano menghela nafas dan meneruskan jalannya ke kelasnya dengan Doyoung yang kini sudah berjalan di sebelahnya.
-
"Melviano tadi liatin lu dari jendela." Perkataan Miya membuat Haylie yang sejak tadi memperhatikan Dosen kini menoleh ke kanan, benar saja ia menemukan Melviano dan temannya baru saja berjalan meninggalkan koridor dekat kelasnya.
Haylie memang sengaja tidak membawa mobil hari ini untuk menghindari tingkah menyebalkan Melviano yang terus mengikutinya dari parkiran hingga kelas membuatnya jengah, semoga Tuhan mengabulkan doanya untuk di jauhkan dari Melviano Alterio.
"Biarin aja, udah fokus depan lagi."
-
"Lu mau nyerah dapetin Haylie?" Pertanyaan Doyoung bagaikan angin lalu, tidak ada yang menyauti atau memang tidak berniat menyauti.
"Lu tuh ka--" Belum sempat Doyoung menyampaikan kata-katanya Melviano sudah berdiri dan menghampiri Haylie yang baru saja keluar dari kelasnya.
Melviano mengangkat lengannya untuk merangkul Haylie, "Hai say--"
Plakk
Semua mahasiswa disana terlihat terkejut bahkan sama terkejutnya dengan Melviano yang kini terdiam dengan wajah yang menoleh ke kanan. Dia masih membeku setelah mendapatkan tamparan yang sangat keras dari perempuan di depannya, seumur hidupnya dia baru merasakan yang namanya di tampar.
"Lu tuh tau sopan santun enggak sih? Enggak pernah diajarin ya sama orang tua lu, apa mungkin lu enggak punya orang tua? Oh, apa mungkin lu enggak dianggap karena orang tua mana yang mau nganggep lu sebagai anaknya."
"Haylie cukup." Miya menariknya, meringis melihat Melviano yang masih membeku di tempatnya.
"No lu gapapa?" Tanya Doyoung, ia menyentuh pipi Melviano yang memerah tapi langsung di tepis keras oleh lelaki itu.
Haylie sudah di tarik menjauh oleh Miya, tapi langkahnya terhenti saat Melviano memulai pembicaraan.
"Hm." Melviano tertawa sarkas, makin lama tawanya semakin menggelegar di koridor kampus membuat semua orang yang melihatnya mengernyit heran. "Iya lu bener. Orang tua gue enggak pernah menganggap gue ada, mereka selalu membuat jarak sama gue. Mungkin ini yang membuat gue suka cari perhatian ke orang lain, karena gue enggak pernah mendapat perhatian dari orang tua gue. Lu tau, karena lu gue akhirnya tau kenapa orang tua gue selalu menjaga jarak sama mereka. Gue anak yang enggak berguna, orang tua mana yang mau punya anak kaya gue."
Haylie tidak berbalik, tapi ia mendengarkan setiap kata yang diucapkan oleh lelaki yang baru saja ia tampar tadi. Bukan gertakan ataupun suara menggoda yang biasa Haylie dengar, suaranya kini lembut dengan tekanan kesedihan yang merambat. Haylie benar-benar berhasil membuka luka di dalam diri Melviano.
"Gue berterima kasih, karena elu udah memberitahu apa yang gue pertanyakan sejak kecil." Melviano berbalik, berjalan tanpa menoleh ke belakang. Doyoung yang melihatnya langsung beranjak mengikuti.
"Lie." Miya memegang pundak Haylie, sementara Haylie kini terdiam. Ada yang terasa sakit di dadanya, dia bahkan tidak tahu apa penyebabnya.
-
Sudah genap satu minggu hidup Haylie tentram dan damai, tidak seperti hidupnya 2 bulan terakhir yang penuh dengan emosi. Tapi Haylie rasa ia seperti kehilangan sesuatu, tanpa sadar dirinya akan menoleh ke arah pohon besar dengan tempat duduk di bawahnya yang kini selalu kosong, Haylie akan berjalan perlahan di koridor dan berharap ada seseorang yang mengejarnya dan menyamakan langkah dengannya.
"Lie." Haylie terlonjak di tempatnya saat Miya datang dan memegang pundaknya, lagi-lagi dirinya melamun di kelas. Bukan hanya di kelas bahkan saat di rumah atau sedang menyetir Haylie kehilangan alam bawah sadarnya.
"Minta maaf aja sih kalau enggak nyaman." Iya, lagi-lagi Miya menyarankan untuk meminta maaf karena sikapnya yang kini berubah.
Haylie pun ingin minta maaf, ia sadar dirinya sangat keterlaluan tapi sejak satu minggu yang lalu orang yang membuat Haylie uring-uringan tidak menunjukkan batang hidungnya. Bahkan Haylie tidak melihatnya sekalipun di kampus, yang dilihatnya hanya temannya yang selalu menemaninya--Doyoung. Bahkan untuk menanyakan keberadaan Melviano pada temannya saja Haylie tidak mampu.
Haylie menghela nafas, menidurkan kepalanya di mejanya. Tidak berniat mengangkat kepala walaupun Dosen kini sudah memasuki kelas mereka.
-
Menghela nafas, Haylie berjalan dengan santai menghampiri Doyoung yang kini sedang makan sendirian di kantin fakultas mereka. Doyoung tentu saja terkejut, tapi tak bertanya lebih lanjut membuat Haylie kini meneguk ludahnya kasar.
"Lu temennya Melvin kan?" Doyoung mendongak, diam sebentar sebelum mengangguk.
"Melvin, dimana?"
"Kenapa lu mau tau?" Suaranya dingin, dengan mata tajamnya Doyoung menatap. Padahal Haylie pernah melihat orang di depannya tertawa sangat keras, sangat berbanding kebalik dengan keadaan saat ini.
"Mau minta maaf."
Doyoung mendengus, "Emang kalau lu minta maaf bisa ngembaliin dia untuk enggak mengingat luka lamanya?"
Haylie terdiam, bukan karena tidak ingin menjawab lebih kepada dirinya tidak mempunyai jawaban atas pertanyaan itu.
"Gabisa kan? Enggak guna lu minta maaf juga."
"Setidaknya kan--"
"Setidaknya apa?" Padahal belum sempat Haylie mengucapkan kalimat, Doyoung sudah memotongnya.
"Gue tetep mau minta maaf, apapun yang terjadi. Setidaknya lu kasih nomor dia sama gue, bisa kan?"
-
Oke selamat menikmati, akwwkoska
Kalau kalian mau ngepoin akun aku bisa langsung klik Nadictfict
Buat part selanjutnya bakal dilanjut sama DwiVenaEkaPutri