1. Oksana Roseline

334 16 1
                                    

Aku anak pertama dari dua bersaudara, memiliki seorang adik laki-laki dengan usia yang terpaut cukup jauh membuatku memikul tanggung jawab yang lebih berat.

Rutinitasku setiap pagi adalah membersihkan rumah minimalis tempat kami tinggal, mulai dari menyapu, mengepel dan juga mencuci piring. Setelah itu aku membantu adikku menyiapkan segala kebutuhannya untuk berangkat ke sekolah.

Mulai dari memandikannya, memakaikan baju, kaos kaki, sepatu, menyuapinya dan juga mempersiapkan perlengkapan sekolah menjadi rutinitas wajibku di setiap pagi.

Pernah sekali aku memarahi adikku karena aku merasa dirinya terlampau manja, aku membentaknya dan menyuruhnya untuk berusaha mandiri dengan mempersiapkan segala kebutuhannya tanpa bantuan orang lain.

Aku tidak ingin adikku tumbuh menjadi lelaki manja yang akan bergantung terus-menerus, karena dia adalah seorang laki-laki yang kelak mengemban tanggung jawab lebih besar.

Tetapi niatku tidak disambut baik oleh ibukku, saat itu aku langsung mendapat amukan dan cacian dari ibuku, menuduhku tidak menyayangi adikku.

Sekarang aku hanya akan mempersiapkan segala hal yang dibutuhkan adikku tanpa pernah bersuara, meski adikku melakukan kesalahan. Aku sudah terlanjur sakit hati mendapat bentakan dari ibuku kala itu. 

Mungkin memang benar seperti dikatakan oleh orang-orang anak petama perempuan, hati dan bahunya harus sekuat baja.

Hal itulah yang selalu aku rapalkan dalam hati setiap aku mendapat amukan dari ibuku. Tapi sering kali aku merasa mereka semua hanya mencari pembenaran ketika aku mendengar saat orang-orang atau  lebih tepatnya orang-orang tua berkata jika orang tuamu memarahimu itu berarti mereka menyayangimu karena mereka perduli kepadamu.

Seringkali aku merasa jika ungkapan itu dibuat oleh mereka untuk pembenaran atau pembelaan yang orang tua buat untuk menumpahkan amarahnya pada anak mereka tanpa rasa bersalah. Karena itulah yang aku rasakan, aku akan mendapat amukan bahkan ketika kesalahan dibuat oleh adikku atau orang lain yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali denganku.

Aku menyadari jika hubunganku dengan ibuku memang tidak terlalu baik, dari dulu maupun sampai hari ini. Mungkin karena aku di dapat dari benih seorang laki-laki yang menurut ibuku tidak terlalu baik menjadi seorang suami.

Membuat ibu dan ayahku memilih berpisah dan pada akhirnya ibuku menikah kembali dengan seorang pria lalu lahirlah adikku. Suami ibuku saat ini adalah seorang pria yang sederhana dan hangat berbeda dengan ayahku dulu.

Ayahku adalah seorang pria dingin yang hanya berbicara seperlunya, meski dengan anak dan istrinya. Bahkan saat di tanyapun ayahku hanya akan menyahut dengan deheman jika ayahku enggan menjawab. Pada akhirnya dulu akulah pelampiasan kemarahan ibuku atas sikap ayahku, membuatku sering kali membatin apakah menjadi salahku jika komunikasi mereka tidak berjalan dengan baik? 

Segala pertanyaan hanya bisa aku simpan dalam hati tanpa pernah aku utarakan, sehingga kegundahan itu semakin lama semakin menumpuk. Hingga saat-saat terlemahku aku seringkali berfikir kenapa dulu mereka tidak membunuhku saja. Apakah mereka terpaksa mempertahankan aku karena merreka takut berdosa jika membunuhku, tapi bukankah sama saja jika mereka menyakitiku. 

Seringkalil aku ingin berontak menyuarakan segala pertanyaan dan segala kegundahan hatiku tapi kini mereka sembunyi dibalik kata durhaka yang ditunjukkan padaku. 

Tolong jangan menghakimiku karena pemikiranku, mungkin saja menurut kalian aku salah. Tapi kalian tidak pernah mengerti rasanya jika tidak di posisiku. Seorang yang kalian sebut ibu yang seharusnya memeluk kalian hangat itulah orang yang kerap kali melukaiku secara terus menerus. 

Ibu selalu berkata kepadaku jika aku anak durhaka, anak yang tidak tahu berterima kasih kepada ibu yang suda bekerja menghidupiku dan yang memberiku kehidupan, katanya juga jika dewasa nanti aku akan menjadi anak yang tidak berbakti kepadanya, hanya adikku lah yang nanti akan berbakti kepada ibu. 

Setiap kami bertengkar, ibu selalu saja berkata seperti itu dan bercerita kepada seluruh orang yang ditemuinya dan membanding-bandingkan diriku dengan anak gadis depan rumah.  Sedangkan aku hanya bisa diam saja. 

Membuatku bertanya-tanya apakah memang setiap ibu mengucapkannya kepada anak-anak mereka ketika marah? Apakah itu seperti sebuah firasat atau hanya kata yang keluar tanpa berfikir panjang?

Atau apakah para ibu adalah peramal yang mengetahui masa depan  sehingga bisa mengetahui yang nantinya akan baik atau tidak? Katakan kepadaku jika kalian mengetahuinya. 

Aku juga sudah lupa kapan terakhir pelukan hangat atau elusan di kepalaku diberikan oleh ibu. Mungkin kalian akan mengatakan kepadaku, maka peluklah ibumu lebih dulu.

Aku akan tertawa sebagai jawabannya, aku pernah mencoba. Bahkan aku hanya meletakkan tanganku di atas perut ibu saat kami berbaring. Ibu langsung saja menepis taganku sambil berkata "Awas jangan pegang-pegang ibu risih."

Sejak saat itu aku enggan mencoba lagi, kata-katanya selalu terngiang di kepalaku saat aku ingin berusaha mendekat, menyadarkanku akan posisiku sebenarnya.

Aku hanya tamat SMA, aku enggan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Aku hanya ingin segera bekerja untuk menghasilkan uang sendiri. Karena aku sudah lelah mendengar segala amarah ibuku tentang biaya yang telah dikeluarkannya untukku.

Hingga pada akhirnya aku mendapat pekerjaan di sebuah klub malam, aku hanya bisa bersyukur meski begitu. Karena hanya dengan berbekal ijazah SMA aku tidak bisa berharap mendapat pekerjaan lebih layak. 

Bukan sebagai wanita malam atau pelayan di sana, aku hanya menjadi tukang pencuci piring. Siapa juga yang mau membayarku untuk menemani malam-malam mereka, aku hanya seorang gadis dengan kulit kecoklatan dan wajah yang tidak menarik.

Selama bekerja di sini tidak sekalipun aku merasa tertarik untuk mendongakkan kepalaku ketika mendengar suara tamu, tapi malam itu berbeda. Suaranya yang besar dan juga dalam mampu membuatku untuk melihatnya.

Hingga aku tidak sadar jika setiap kali ia berjalan bersama Kak Bella pemilik club ini, aku selalu memandanginya mengaguminya dalam diam. Hingga namanya aku ketahui juga saat Kak Bella memanggilnya dengan hangat.

Aku tidak tahu jenis hubungan macam apa yang mereka miliki, tapi sepertinya bukan hanya sekedar kenalan.

Karena setiap Nata kemari dirinya akan selalu bertemu dengan Kak Bella, tidak ada wanita malam yang di panggil untuk menemani Nata. Mereka berdua akan menghabiskan waktu berdua di ruangan pribadi milik Kak Bella yang ada di belakang Club.


***"***

To be Continued.....

Rose for NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang