4. Tragedi

156 14 0
                                    

Kejadian tempo hari masih terus terlintas di fikiranku, bukan hanya itu bahkan rasa sakitnya juga terus menerus menikam hatiku. Sedangkan yang bisa aku lakukan hanyalah terlihat baik-baik saja.

Terlebih aku harus meliat Nata dan juga Kak Bella yang semakin akrab setiap kali bekerja, tidak ada pilihan yang bisa aku lakukan kecuali mengabaikan kehadiran mereka.

Aku tak bisa lagi ah bukan lebih tepatnya aku hanya tidak mau lagi untuk mencuri pandang pada laki-laki yang diam-diam selalu memenuhi imajinasiku. Karena pada akhirnya aku sadar gadis seperrtiku tidak akan pernah bisa bersanding dengan pria sepertinya.

Aku menyemangati diriku sendiri untuk bekerja lebih semangat, karena malam ini cucian piring dan gelas lebih banyak dari biasanya. 

Hingga aku merasa ada yang salah dengan suara yang aku dengar dari arah dalam club, bukan suara musik yang memekakkan telinga seperti biasanya. Suara ini lebih seperti teriakan yang bersahut-sahutan.

Aku mengabaikannya tapi semakin lama suaranya semakin keras membuatku menggerakkan kakiku ke arah pintu karena rasa penasaran yang  membuatku ingin mengetahui keadaan di dalam sana.

Aku membuka sedikit pintu untuk mengintip ke dalam. Penerangan yang minim membuatku harus memfokuskan mataku. Hingga pupil mataku membesar saat di dalam sana aku melihat seorang pria yang mengarahkan pisau kepada seorang gadis yang dia dekap. 

Tidak hanya itu di sana juga terliat ada Nata dan juga beberapa orang yang mengarahkan pistolnya ke arah pria dan wanita itu. Aku tidak bisa melihat dengan jelas wajah wanita dan penyandra karena posisi mereka membelakangiku.

Aku memutuskan untuk masuk ke dalam saat orang-orang lebih memilih keluar menyelamatkan diri mereka. Aku bersembunyi di balik meja yang membuatku bisa melihat jika wanita yang dijadikan sandra adalah kak Bella. 

Aku mengamati keadaan Kak Bella yang terlihat sangat ketakutan sehingga membuat tubuhnya bergetar hebat dan juga air mata yang meleleh dari kedua sudut matanya. 

Terakhir aku melihat wajah Nata yang memancarkan aura kemarahan yang begitu jelas, dilihat dari rahangnya yang di ketatkan dan juga urat pada tangan yang menonjol memegang pistol.

Di saat genting seperti ini bisikan setan justru aku dengar, mungkinkah jika Kak Bella mati di tangan penyandra itu, aku akan bisa menjangkau Nata. Bisikan itu membuatku ingin membalikkan badan dan pergi.

Tapi tidak setelah semua kebaikan Kak Bella yang telah dilakukan untukku, untuk sekali ini saja aku ingin hidupku berguna dan memiliki arti untuk orang lain.

Aku mulai berfikir cara menolong Kak Bella, hingga aku melihat ada sebuah pisau di atas meja, aku mengambilnya.

Aku memegang pisau itu menggunakan kedua tanganku dengan sangat erat, aku berjalan menuju arah belakang pria itu. Jantungku terus saja berdetak dengan keras tapi aku berusaha untuk mengabaikannya dan berjalan mendekat kepada pria itu dengan pelan agar tidak ketahuan.

Setelah berada di belakang Penyandra aku memejamkan mataku dengan erat sekaligus mengayunkan pisau yang aku pegang kepada penyandra tersebut.

Tapi tusukanku tidak terlalu dalam melukai penyandra tersebut, sehingga tidak membuat Kak Bella lepas dari dekapannya. Aku ingin mencoba menusukkan kembali pisau yang aku pegang tapi aksiku itu dibaca oleh penyandra. 

Membuat si penyandra melemparkan Kak Bella ke arah Nata yang dengan sigap di tangkap oleh Nata. Dan setelah itu aku merasakan tarikan pada tanganku, begitupula dengan suara tembakan yang bisa aku dengar membuatku memejamkan mata. 

Rasa sakit yang ada di bahuku membuatku membuka mata dan Kini aku tahu jika aku telah menjadi sandra dan juga bahuku terluka karena peluru yang di lepaskan oleh rekan Nata.

Untuk sekali lagi aku disadarkan jika aku tidak pernah berharga, karena dengan mudahnya tembakan itu dilepaskan saat aku menjadi sandra sedangkan sewaktu Kak Bella yang ada di posisi ini mereka sangat berhati-hati dalam memikirkan segala konsekuensinya.

Aku meringis merasakan sakit di bahuku, Aku melihat Kak Bella di bawa pergi oleh salah satu rekan Nata. Aku tersenyum setidaknya untuk pertama kalinya aku merasa berguna karena berhasil menyelamatkan penolongku.

Aku ingin menangis merasakan sakit di bahuku dan juga nasib ku kedepannya, tapi aku sadar menangis darah sekalipun tidak akan membuatku baik-baik saja

Hingga Mataku bertemu dengan mata hitam milik Nata, Aku tidak tahu jenis tatapan apa yang dia tunjukkan padaku. Aku tidak memutuskan pandanganku dari mata Nata bahkan saat penyandra membawaku berjalan mundur. 

Sebelum penyandra tersebut membawaku untuk memasuki mobil yang tiba-tiba menghampiri kami saat sudah berada di luar club, Aku meneriakkan namaku pada Nata. "Namaku Oksana Roseline."

Aku hanya ingin pria itu mengetahui namaku, dan jika aku masih bisa hidup setelah kejadian ini lalu bertemu dengannya semoga saja dia bisa memanggilku dengan namaku. 

***"***
Kalo ada yang baca terima kasih sudah menyempatkan waktunya mampir disini ❤

Rose for NataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang