5. Kartu Panitia

48 13 3
                                    

Rasya mengetukkan bolpoin pada meja, merasa bosan dengan pelajaran fisika sejak 1jam lalu. Dan karena ini jam terakhir, semua teman di kelasnya mendengarkan penjelasan pak Umar dengan rasa kantuk mereka. Beruntung saat kelas XI ini bukan pak Udin yang mengajar. Rasya menengok ke arah Fia yang juga bosan dengan pelajaran fisika dan malah menundukkan kepala dengan tangan terlipat menopangnya. Huh. Fia sama juga.

Perlahan, Rasya menengok ke belakang dan melihat Rama yang masih fokus dengan penjelasan pak Umar di papan tulis. Tak ada raut bosan dan kantuk dari Rama. Mata tegasnya menatap teliti tulisan di depan. Badan tegak, tangan kanannya memegang bolpoin yang diputar-putar. Tidak heran jika dia pintar sejak smp sampai sekarang. Waktu SMP pun, dia mengikuti olimpiade matematika. Sayangnya hanya sampai tingkat kabupaten. Hitung-hitungannya tidak diragukan lagi.

Rama yang sadar diperhatikan Rasya, mengangkat sebelah alisnya seolah menanyakan, "kenapa?" Rasya menggeleng pelan lalu menghadap ke depan lagi.

Kringgg....

Seluruh pelajaran telah berakhir, sampai jumpa besok dengan semangat yang baru.

Para siswa langsung duduk tegak ketika mendengar bel dan langsung membereskan peralatan sekolahnya. Kalau pulang aja cepet. Giliran belajarnya malah pada ngantuk. Pak Umar meminta ketua kelas, Ahmad untuk memimpin doa.

"Subhanakallahumma wabihamdika asyhaduallailahailla anta astaghfiruka waatubuilaik. Walhamdulillahirabbil 'alamin"

Setelah selesai berdoa, pak Umar mengakhiri pembelajaran dan mengucapkan salam yang di jawab oleh semua murid.

"Gila pelajaran fisika. Kayaknya mendingan pak Udin deh, Sya," ucap Fia mengeluh.

"Mungkin karena ini pelajaran terakhir aja makanya ngantuk, bosan, bukan karena pak Umar yang jelasin,"

"Bisa jadi sih ya, dulu kelas X pelajaran fisika paling awal terus, jadi nggak ngantuk haha."

"Nah tu tau. O iya, kamu nanti bisa bantuin buat kartu panitia, kan?" tanya Rasya.

Fia tampak berpikir, mengerutkan keningnya, "Em bisa deh, tapi nanti yang penting sama Raka, kalo nggak nanti gue pulang sama siapa?"

"Yaudah ayo sekarang aja cari Raka, ini aku udah bawa laptop soalnya,"

"Kuy lah,"

Saat perjalanan, mereka bertemu Ais yang akan pulang ke asrama. Rasya mengatakan kepada Ais jika dirinya akan pulang sore nanti dan tadi sudah izin Abi. Ais yang sudah mengerti pun langsung meninggalkan Rasya dan Fia menuju mobil asrama yang menjemputnya. Tak lupa Ais bilang kepada pak Dono, sang supir.

Rasya dan Fia mulai mencari Raka ke lapangan futsal bawah. Dan benar saja, dia sedang berada di sana dengan seorang... 'perempuan'? Rasya menyipitkan mata untuk memperjelas penglihatannya, dan ternyata itu Deya, mantan pertama Raka.

Fia yang melihat itu menghentakkan kaki kesal. Pasalnya Fia sangat tidak suka dengan mantan Raka yang satu itu. Selalu saja mengejar Raka.

"RAKAA!!" Fia berteriak lalu menghampiri Raka dan diikuti Rasya.

"Hei adik ponakan yang paling pendek," ledek Raka diselingi tawa.

"Kampret. Tau gini gue nggak manggil elo, Raka semprul!"

"Yaelah gitu aja ngambek." tatapannya beralih kepada Rasya, "eh neng Rasya juga cari aku? Ada apa? Kangen ya,"

Fia yang melihat kelakuan itu merasa jijik, apalagi saat Raka mengatakan 'aku' itu sangat tidak cocok untuk Raka.

Rasya terkekeh pelan, "Ini mau buat kartu panitia PTA, kamu.. mau bantu, kan?" ucapnya ragu.

"Apasih yang nggak buat lo haha, yaudah sekarang aja tapi di warung mi ayam depan madrasah aja, sekalian gue mau makan,"

Story of MadrasahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang