Naura pov
Jujur... sejak di taman kota kemarin saat Reza bilang ia akan pergi ke Amerika, aku gak rela ngebiarin Reza pergi. Reza pergi ke Amerika saja sudah buat aku gak rela ditambah lagi itu adalah besok. Aku rasa ini terlalu cepat. Aku benar-benar ngerasa berat banget. Egois?.. emang. Padahal Aku tau itu semua demi perusahaan, bukan karena kemauannya sendiri.
Kemarin aku ngehabisin waktu seharian sama Reza mulai dari jam makan siang. Sebenarnya aku gak enak pergi dari kantor tapi mau gimana lagi, hari itu adalah hari terakhirku sama Reza sebelum dia pergi dan aku gak tau kapan pastinya dia pulang.
***
Hari berganti malam. Malam berganti pagi. Sampailah pada hari ini, hari dimana dia harus pergi ke Amerika. Sejak dikantor aku selalu ngeliat ke mejanya. Bayang-bayang ingatan tentang Reza yang sedang duduk di kursinya membuat diriku bisa tenang sejenak. Setelah beberapa detik, aku tersadar bahwa itu hanyalah ilusi. Ada perasaan aneh, Aku pikir-pikir lagi alasan kenapa aku bisa terlalu cepat menyukai cowok itu.
Tak terasa sudah waktu istirahat saja, aku mutusin untuk pergi kekantin sekedar untuk menenangkan pikiran. Aku duduk sambil mensruput minuman yang telah ku beli sambil memandang keluar jendala. Suasana begitu mendung dan lumayan gelap. Karena asik dengan diri sendiri tanpa ku sadar Wasa ternyata duduk disamping kursi ku. Gak lama Aku ngobrol dengan Wasa, aku sangat kaget mendengar hujan yang turun dengan sangat deras. "Reza" pikiran ku langsung tertuju kesana. Aku sebisa mungkin untuk tetap berpikir positif. Aku hanya bisa berdoa di dalam hati supaya tidak terjadi hal buruk. "Dia pasti baik-baik saja" . Lamunan ku terbuyar karena Wasa yang masih saja ngotot mengajakku untuk pulang bersamanya.
Aku mutusin untuk ikut bersama Wasa, selain karena diluar juga hujan dan tak tau sampai kapan akan berhenti, aku sangat ingin ketemu tante Maya. Aduh... rasanya sudah lama sekali, apalagi hari ini adalah hari spesial bagi tante Maya.
Sebelum menuju ke rumah tante maya, aku dan Wasa mampir ke salah satu mol yang tak jauh dari kantor. Satu kata yang menggambarkan rumah Wasa sekarang "mewah". Tapi, aku nggak habis pikir ternyata itu semua tak sebanding dengan rumah Reza.
Aku ketemu tante Maya. Dia masih kelihatan cantik walaupun di umurnya yang sudah tidak bisa dibilang muda lagi. Awalnya tante Maya gak kenal dan hanya memandang Wasa dengan dahinya yang mengerut, ya wajar sih.... bayangkan saja lima tahun lebih kami tidak bertemu.
Aku dan tante Maya bincang-bincang sebentar sampai dia minta ijin ke dapurnya dan ninggalin aku dengan Wasa diruang tamu. Disitu kesabaran ku diuji, aku sangat kesal dengan Wasa. Aku gak habis pikir dengan perkataannya dikantor kalo dia udah berubah, tapi apa? Wasa tetaplah Wasa. Wasa yang sangat menjengkelkan. Wasa ngejek aku karena aku nonton berita. Aduuh.. pliss deh.. aku udah besar Sa bukan anak kecil lagi. Ya.. walaupun aku jarang nonton tv karna selalu nonton drakor dilaptop. Eitss.. tapi jangan salah, sekalinya aku pengen nonton tv, aku gak pernah nonton yang namanya azab-azab dan sinetron lainnya.
Tante maya datang cuma bawa segelas minuman. Aku ngerasa gak enak banget sama tante maya, masa dia ke dapur cuma ngebuat minuman untuk ku? Aduhh... aku kirain tante Maya bakal ngebuat juga untuk Wasa.
Suara petir yang cukup besar berhasil memotong perkataan Wasa. Jujur aku sedikit takut. Gak lama tante Maya ngeluarin suaranya kalo ujan ini benar-benar deras banget dari tadi sampe sekarang belum berhenti. Aku setuju banget sama tante Maya. Gak lama aku buka suara. Ternyata bukan cuma perkataan Wasa yang berhasil di potong oleh suara petir,tapi perkataanku juga, bukan suara petir.. melainkan oleh sebuah siaran berita yang suaranya tidak bisa dibilang kecil.
"Gak mungkin Amerika.." itu yang aku rasakan setelah mendengar berita itu. Aku memberanikan diri menghadap ke arah tv. Tatapan mata ku benar benar kosong, samar-samar aku dengar suara tante Maya. Aku takut ngeliat Wasa, aku mencoba melihat Wasa dan berharap dia bisa menjelaskan berita yang ada di tv tadi bukan seperti apa yang aku pikirkan. Aku hanya melihat Wasa sedang menunduk dengan tangannya memegang jidat dengan kepalanya yang terus menggeleng.
"Ss..Sa"
Aku gak pengen ini, aku benci, bibir ku bergetar dengan mata yang aku rasa semakin merah dan berair. Aku mengguncang bahu Wasa karna dia dari tadi nggak mau ngangkat Kepalanya.
"Sa.. gak mungkinkan?"
Wasa mengangkat kepalanya. Setetes air berhasil mendarat di pipi Wasa.
"Ss ... Sa" aku merasa mengerti dengan apa yang dirasakan Wasa. Air dimata yang telah aku tahan akhirnya berhasil jatuh juga.
"Wasa, k..kenapa?" Suara lirih keluar dari mulut tante Maya.
"Reza mah"
Aku lemah. Aku gak mau perasaan sakit datang bersinggah lagi dihati ku. Aku ngerasa ingin pingsan. Badan ku benar benar lemas. Mendengar nama itu aku benar benar gak sanggup. Air mata terus jatuh ke pipi ku. Entah ide dari mana, aku menelfon nomor yang bertuliskan "Reza". Disitu aku merasa seperti orang bodoh yang terus menelfon seseorang yang sudah tau bahwa ponselnya telah dimatikan. 32 panggilan, tetapi Suara yang kuharapkan muncul itu sama sekali tidak ada.
"Reza pergi ke Amerika tadi siang"
Raut wajah kaget tante Maya terlihat jelas dengan tangannya yang menutupi mulutnya. Aku tau tante Maya sangat shock dan matanya memerah, tapi ia berhasil menahan itu dan memberi ketenangan pada kami.
"Tante harap kalian tenang dulu, kita harus menunggu informasi apa benar pesawat dengan nomor penerbangan itu yang Reza naiki"
"Tapi mah-"
"Sebaiknya kalian langsung pergi ke rumah Reza"
Aku benar - benar gak sanggup, jangankan berjalan, bangun dari sofa yang ku duduki saja benar benar gak sanggup. Aku gak sanggup kalo itu benar-benar terjadi.
Tante Maya yang ngeliat ku benar benar udah lemas pun berusaha untuk menenangkan. Tante Maya nyuruh aku untuk tarik napas. Tapi, aku benar benar gak sanggup, aku seketika lupa cara untuk bernapas.
"Biarkan Naura menenangkan diri sebentar, baru kalian berangkat menuju ke rumah Reza"
Wasa hanya diam dan tak mengeluarkan suaranya
***
Setelah aku ngerasa kuat. Aku dan Wasa memutuskan untuk ke rumah Reza. Di mobil, aku hanya bisa berdoa dan berusaha sambil menelfon Reza. 112 panggilan tak kunjung cukup untuk menggantikan suara perempuan diseberang sana menjadi suara seorang laki laki. Aku semakin khawatir saat mobil Wasa memasuki rumah Reza. Aku dan Wasa langsung turun dan masuk ke rumah Reza. Aku lihat seseorang Wanita yang aku ngerasa itu adalah mamanya sedang berbaring di sofa dengan seorang laki laki yang aku yakini itu adalah papanya sedang memegangi punggung tangan wanita itu dengan tangannya sebelah memegang ponsel. Seketika pertahanan ku kembali runtuh, air dimata ku berhasil membasahi pipi ku. Semua pikiran negatif yang aku buang jauh-jauh tadi datang kembali.
***
Sebelum keluar jangan lupa untuk tinggalkan jejak!
Luangkan waktu sedetik untuk
Klik gambar bintang dipojok kiri bawah kalian👣❤😊
KAMU SEDANG MEMBACA
I Like To Meet Him Again
RomanceReza,Wasa,dan Naura dipertemukan kembali dalam sebuah perusahaan yang sama. Naura dan Wasa bersahabat sejak SMA. Sedangkan Reza dan Naura dipertemukan karena sebuah insiden yang hampir saja mengancam nyawa Reza. Wasa sangat mencintai sahabatnya(Nau...