dua

115 12 0
                                    

Marvin, untuk kesekian kalinya datang membawa Arsya. Gak heran, dan wajar aja, mereka emang sedekat nadi. Yang sahabatan dari kelas 10 kemudian jadi sedekat ini.

Arsya meringis, "Maaf ya, kayaknya Arsya sering banget nongol terus gangguin waktu kalian main."

Gak enak Arsya jadinya. Sebab Marvin sering ngajakin dia untuk gabung bareng teman-temannya yang lain.

Oh iya, Arsya emang sopan santun gitu karena sebagian dari mereka umurnya di atas Arsya dan Marvin.

"Gakpapa Sya yaampun kayak sama siapa aja. Lagian kalo ada lo jadi rame kok." Sahut Jonathan.

Walaupun diajak main bareng Marvin, Arsya malah lebih banyak dikacanginnya karena Marvin sering heboh kalau udah ketemu sesama spesiesnya. Contohnya Dika dan Bang Harsa, yang kalau ngelawak bisa sepantaran Sule-Andre, bisa saingan sama Vincent-Desta.

"Kak," sapa Arsya pada Wirga. Kebetulan mereka duduknya berdampingan.

Wirga menoleh, lagi-lagi yang dia lihat mata Arsya.

"Kenapa?"

"Maaf ya kemarin-kemarin Arsya gak sopan. Taunya Kak Wirga umurnya lebih gede dari Arsya sama Marvin. Hehe, pantesan Marvin manggilnya abang."

Kenapa harus minta maaf? Toh Wirga gak pernah mempermasalahkan soal itu.

"Gakpapa, santai aja." Balasan Wirga gak bisa dikategorikan ketus, dan gak bisa dikategorikan ramah. Dan untungnya Arsya gak terlalu bawa perasaan setiap reaksi yang Wirga keluarkan.

"Makasih ya."

"Hm?"

pètales | wonwoo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang