enam

65 7 0
                                    

"Arsya?"

Wirga memberhentikan motornya di depan sebuah minimarket. Di sana ada Arsya dengan seragam sekolahnya. Ini udah sore, kok Arsya belum pulang? Mungkin itu pertanyaan yang berputar di otak Wirga.

"Eh Kak Wirga. Mau beli apa?" Tanya Arsya, kayak yang punya toko aja.

"Gak mau beli apa-apa. Marvin mana?"

"Marvin sakit kak makanya hari ini gak sekolah."

Wirga mengangguk. "Rumah lo di mana?"

"Kelapa Gading, Kak."

Lagi-lagi Wirga mengangguk. "Mau gue anterin atau gue pesenin grab?"

Arsya jadi harus berpikir keras. Karena jarak dari sini ke Kelapa Gading itu agak jauh. Pulang naik grab ke sana sendiri agak menakutkan. Apalagi ini udah sore, dan Arsya yakin kalau om dan tantenya khawatir sebab ponsel Arsya mati.

"Ngerepotin gak sih kalo kakak nganterin Arsya pulang?" Hati-hati Arsya bertanya.

Tapi Arsya juga mikir, bahaya juga kalau seandainya pulang bareng Wirga. Yang ada Wirga bakal diinterogasi Om Byan sampai malam.

"Gak juga. Lo gue anterin kalo gitu. Gue gak mau lo kenapa-kenapa nanti."

"Kak omnya Arsya galak loh."

"Terus?"

"Arsya takutnya Kak Wirga gak pulang-pulang karena ditanyain sama Om Byan."

Cowok yang diajak ngobrol lagi sibuk dengan helmnya, dan tertawa kecil sebagai reaksi dari penuturan Arsya barusan.

"Wajar, Sya. Karena lo pantas dilindungi."

pètales | wonwoo ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang