"Hobi ko bolos neng." Sindir Darwin yang menjemput Hanna karena tidak bisa pulang di tahan Pak Rahmat.
Hanna mendengus pelan. "Kan Tadi udah dijelasin Pah."
Darwin tersenyum mengelus kepala anaknya berjalan keluar untuk pulang. Beliau tahu anaknya berbohong padanya maka dari itu Darwin hanya bisa menghibur anaknya.
"Papah gak bawa mobil?" Tanya Hanna bingung mencari mobil Papahnya di parkiran.
"Naik taksi. Biar pulangnya bareng Papah yang nyetir motor kamu." Ujarnya memakai helm yang sudah beliau bawa.
Hanna terkekeh geli ternyata Papahnya masih saja bertingkah layaknya remaja.
"Kenapa ketawa ayo pulang." Ujar Darwin yang sudah duduk di atas motor Hanna.
Kemudian Hanna naik ke atas motor langsung meluncur menuju rumahnya.
"Hanna!" Panggil Darwin ketika di tengah perjalanan.
"Ya Pah. Kenapa?" Balas Hanna sedikit memajukan kepalanya agar terdengar.
"Motornya mau ganti baru gak?"
'Motor lagi?' Batin Hanna bingung.
"Nggak Pah. Udah cocok banget sama motor ini ko."
Darwin tersenyum dalam helmnya. "Kalau bosan bilang Papah ya."
"Nggak bosen Pah." Kesal Hanna.
"Gratis loh dari Papah." Pancing Darwin lagi.
"Ish Papah mah aku gak mau ganti motor. Lagian kenapa si tadi Ade yang nawarin sekarang Papah juga nawarin."
Darwin hanya tertawa ringan melihat putrinya merajuk karena motor kesayangannya tidak mau di ganti dengan yang baru.
*****
Tok.. Tok!
"Dek. Boleh Kakak masuk?""Masuk aja gak di kunci."
Hanna sedang mengerjakan tulisannya untuk di serahkan kepada pak Wira besok. Ia menoleh Kakaknya mendekat dengan wajah serius.
"Kaka mau ngomong." Tegasnya
"Santai aja Kak ngomongnya." Ujar Hanna tersenyum.
"Ini penting dek. Jangan semuanya kamu bercandain."
"Maaf Kak."
Ina menghela nafas berat menatap intens Adiknya. "Mau sampai kapan kamu bolos terus An. Papah udah sibuk sama kantor jangan nambah beban lagi." Ujarnya.
"Kak aku punya alasan yang—"
"Apapun alasannya bisa kan gak bolos,"
"Ina cukup." Potong Darwin yang sedari tadi diam melihat putri pertamanya menegur Adiknya.
"Dia udah besar Pah pikirannya juga harus dewasa dong." Sarkas Ina.
"Dan kamu udah menikah Kak. Biar ini jadi urusan Papah." Ujar Darwin tegas.
"Pah ini salah aku juga. Kakak berhak marah ko gapapa." Ujar Hanna khawatir menatap keduanya. Ia takut akan terjadi peperangan seperti tahun lalu.
"Papah gak pernah ngerasa terbebani sama anak Papah sendiri Kak." Ujar Darwin lembut.
Ina mendengus kasar melihat Hanna dan Darwin.
"Apa pernah Papah datang jemput aku dulu waktu dapat teguran karena bolos. Papah selalu marah jika aku dapat nilai kecil tapi Papah gak pernah punya waktu untuk mengajarkanku. Cuma Mamah yang selalu ada Pah bahkan sampai aku menikah."
Ina menatap kecewa keduanya yang terdiam di tempat.
Brakk!..
Hanna terkesiap kaget Kakaknya pergi setelah bicara seperti itu dan menutup pintu kamar dengan kasar.
"Pah.."
"Gapapa. Lanjutkan menulisnya ya abis itu tidur." Ujar Darwin pelan.
*****
Hanna melamun memikirkan kejadian semalam yang ia tahu ketika bangun Kakaknya telah pergi ke rumah suaminya tanpa pamit kepadanya.
"Hanna!" Panggil Pak Wira.
Yola menepuk tangan Hanna yang membuat gadis itu kembali pada dunianya.
"Maju Na." Bisik Ricko yang di sebelahnya.
"Hanna. Jangan bilang kamu belum ngerjain." Ujar Pak Wira curiga melihat Hanna yang tidak pokus sedari tadi.
Hanna maju ke depan membawa tugasnya yang semalam telah ia kerjakan sebelum terjadi pertengkaran Kakak dan Papahnya.
Pak Wira mengambil bukunya lalu memeriksanya.
"Kamu kerjain sendiri?"
Hanna mengernyit. "Iyaa atuh Pak masa nyontek."
Pak Wira melirik sekilas padanya. "Tumben hari ini kamu gak telat, ngerjain tugas pula."
"Telat salah, gak telat juga salah." Cuek Hanna.
Teman sekelasnya tergelak melihat ekspresi Hanna yang cuek serta Pak Wira yang kesal mendengar ucapan gadis itu.
"Jangan melamun di jam pelajaran," Tegur Pak Wira setelah memeriksa tugas Hanna.
"Kamu perempuan pantesnya diem gitu. Gak bolos gak telat itu kan bagus juga,"
"Kamu dengar saya ngomong gak si?" Tanya Pak Wira kesal.
Hanna mengangguk. "Dengar Pak tapi tadi kan suruh diem makanya gak saya jawab." Santainya.
Berhasil membuat teman sekelasnya kembali tergelak dan Pak Wira melongo mendengar ucapannya. Beliau mengusap rambutnya frustasi.
Pak Wira menatap tajam Hanna yang terdiam melihatnya. "Duduk sana." Geramnya.
Hanna kembali ke tempat duduknya dan mendengarkan penjelasan mata pelajaran dengan santai.
......
Jangan lupa vote, comment dan follow ya gengss:)
~Borahaee💜
KAMU SEDANG MEMBACA
TRUST
RandomIa berharap bahwa semuanya hanyalah mimpi yang tak pernah ia harapkan, tapi takdir berkata lain ia hancur bersama harapan itu entah kesialan apa yang telah menimpanya. Ditinggal seorang diri di kota yang keras akan dunia, kenyataan lain muncul kemba...