1. Prolog

71 12 1
                                    

Tidak semua yang baik, jika disatukan menjadi terbaik. Contohnya hamburger

***

Seluruh barisan dari berbagai kelas disatukan ditengah lapangan, dijemur dengan nasihat-nasihat yang tak akan terserap kedalam otak, kecuali si anak juara kelas atau juara umum atau si pinter lah.

Sudah menjelang siang, si bapak-bapak botak itu terus melanjutkan pidatonya. Ekspresi wajahnya sangat totalitas, seperti menerangkan bagaimana perjuangannya melanjutkan negeri dengan kecerdasan

Heh pak! Lo botak, pasti kebanyakan mikir kata, sejarah, sama angka kan? Makanya jadi botak, kempling loh pak!

Setengah dari banyaknya siswa mulai berjongkok, mengistirahatkan kakinya yang mulai lemas

Topi-topi upacara mulai diturunkan, dijadikan sebagai kipas penghilang gerah. Walaupun tak seluruhnya hilang, tapi masih bisa untuk menjaga kegerahan itu

Oksigen terasa mulai menipis, terganti dengan karbon dioksida yang mengepul dilangit

"Pak! Cepetan dikit, ga usah kebanyakan drama pidatonya"seru salah seorang siswa yang melancarkan keluhan lainnya

"Pak ini pidato apa perancangan nuklir? Ribet bener"

"Pak, ga sadar apa kepalanya udah botak saking kepanasan"

Dasar anak-anak kurang ajar!

Setelah keluhan itu mulai menjadi-jadi, saling bersahutan sana sini diberbagai koloni barisan kelas-kelas. Pak botak mulai menghentikan pidatonya, dan mengakhiri upacara

Membuat seruan-seruan lega terdengar lega, matahari pun mulai tertutupi dengan awan ketika kaki mereka mulai melangkah naik, pergi meninggalkan lapangan

"Eh Zara, gue nyontek peer Lo ya?" Sherly berucap lurus, tanpa basa-basi gadis dengan pemilik nama 'Zara' itu pun mengangguk

// eitss, disini bukan mau bicarain tentang dua orang yang sedang membicarakan tugas ya. Tapi, kegadis yang tengah berjalan lesu menaiki anak tangga dengan genggaman tangan yang mengikat erat tangan Janu//

"Lo... Baik-baik aja Fai?" Gadis yang dipanggil 'fai' itu hanya mengangguk lesu, tangannya terus berpegangan erat pada Janu, sebagai sahabatnya

Seringai mulai tercetak, 'fai' mulai tergelincir. Membuat Janu segera menangkapnya

"Eh! Fai. Lo seriusan ah! Jangan jatuh-jatuh gini, Inget. Lo berat, biar si Bobby aja yang nangkap"

Satu tebasan telapak tangan Fai mulai mengenai lengan Janu. "Aduh Janu! Nama gue Mei, kok Fai sih."

"Ya kan mirip-mirip dikit, sebelas-duabelas lah. Jadi keseleo nama wajar kan?"

Mei mendesis, "beda! F.A.I sama M.E.I , tuh beda jauh! Darimana sebelas-duabelasnya coba"

Jamu terkekeh, "yaudah sih, gausah ngambek gitu. Kaya Marko ntar"

"Maksud Lo! Kucing garong didepan rumah yang suka nyolong ikan pedo itu?! Lo samain gue sama Marko"

"Iya... Mungkin" Tangan Mei mulai melayang. Janu meringis, mencoba menahan tangan Mei sebelum telapaknya itu tercetak dipipi Janu dengan warna merah

"Tau ah, Janu mah nyebelin"

"Ya kan gue bercanda Fai!! Oii, Fai. Tungguin gue, ye! Main ninggal-ninggal aja, minta dikejar ya Lo Fai?"

"Nama gue Mei, Janu!!"

"Maaf, manusia gue Fai!!"

"Janu!!!"

DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang