Mark memandang wajah damai Koeun yang terlelap. Wanita itu berbaring nyaman di sampingnya, dengan selimut halus menutupi setengah bagian tubuhnya. Melirik jam di atas meja nakas yang kini menunjukkan pukul dua, Mark menarik napas panjang, pun bergerak bangun sesaat sebelum menyandar pada punggung ranjang. Ia mendongak ke langit-langit, meloloskan desahan berat, sambil mengusap-usap wajah dengan kedua per-mukaan tangan kasar, seolah berusaha menghilangkan sesuatu yang kerap datang mengagan.
Tentu saja; Lee Haechan. Salahkan bayangan lelaki itu yang seolah tiada mau pergi dari pikiran Mark. Mengganggu segala kesadaran, hingga tak bisa ia lupakan hingga sekarang. Katakan bahwa Mark menjadi sosok kalah saat ini. Menyadari bahwa kenangan bersama Haechan tak akan memberi celah damai, tak akan mengembalikan kebahagiaan seperti yang selama ini berusaha ia capai. "Oh, Haechan ...." desahnya kalut.
Tiba-tiba tubuh Koeun bergerak pelan, menggeser ke arahnya, dan Mark yang tak ingin mengganggu tidur sosok itu lantas beranjak turun dari ranjang. Ia melangkah meninggalkan kamar dengan kehati-hatian ekstra, tak ingin membuat sang istri makin terusik kenyamanannya.
Menyeret kedua tungkai menuju dapur, Mark membuka kulkas dan meraih sebotol mineral, meneguk cairan itu tanpa harus repot-repot menuangnya ke dalam gelas. Membasahi tenggorokan dengan air dingin yang serasa menyengat. Berusaha mengikis perasaan tak bersahabat.
***
"Kemungkinan akan pulang larut lagi, tidak usah menunggu," ujar Mark yang telah siap menuju kantor pagi itu, menatap lembut ke arah Koeun yang tersenyum.
"Baiklah," responsnya. "Pastikan untuk tetap makan."
"Tentu."
Mark bergerak untuk mengecup kening Koeun, setelahnya beranjak keluar dari rumah, memasuki mobil, sebelum akhirnya berkendara menuju kantor.
Yeri menyambut Mark dengan sopan begitu pemuda itu tiba, menyiapkan segala hal yang Mark butuhkan agar sekiranya tak akan memicu peningkatan emosi sang atasan.
Sejak beberapa pekan selalu menyibukkan diri, menyelesaikan pekerjaan dengan semangat menggila, Mark jadi menunjukkan sikap lain pada para pekerja. Pemuda itu lebih banyak diam, hanya berbicara seputar pekerjaan. Mark tak lagi bisa bersikap santai; merespons beberapa guyonan ringan seperti semula ia dikenal. Semua sudah lenyap dan tak ada yang berani menggang-gunya dalam mode sifat seperti itu.
Begitu pintu ruang kerja tertutup dan Yeri menghilang di balik daun tersebut, Mark mendengus sambil bersandar pada punggung kursi. Matanya melirik ke arah laci meja kerja. Semula, ia hanya diam, tak melakukan apa pun selain memandang. Namun, perasaan tak bisa ditahan lebih lama. Dengan gerak cepat, tangannya meraih gagang laci, menarik begitu saja hingga terbuka dan mengobrak-abrik beberapa kertas demi menemukan sebuah benda: selembar foto.
Mark mengangkat benda tersebut di tangan kanan, pun meloloskan napas lega, menyadari bahwa ternyata ia tak benar-benar menyingkirkan benda itu: potret ketika ia dan Haechan merayakan hari jadi yang kedua, sesaat sebelum berakhir beberapa bulan kemudian. Dalam lembar tersebut, mereka tersenyum cerah, dengan wajah Mark yang penuh akan krim kue. Mereka tampak bahagia saat itu, dan sedikit menyayangkan mengapa bisa berakhir seperti ini.
Mark tentu sadar diri, salahnyalah jika mereka berakhir seperti ini. Segala ego menguasai diri, dan Mark merasa rendah atas itu semua. Entah dorongan dari mana, ia ingin kembali menemui Haechan, tetapi bukan dalam maksud jelek. Mengetahui kabar sudah lebih dari cukup, daripada setiap malam harus mengirim pesan ke saluran radio, yang tak jelas akan tersampaikan pada Haechan atau tidak. Ia sungguh merindukan lelaki manis itu. Dan berpikir bahwa menemuinya demi mengikis rindu, serta mengungkapkan selamat atas hubungannya dengan pemuda yang ditemui beberapa bulan lalu, tidak dapat dikategorikan sebagai hal keliru.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] A Day Before Christmas [Bahasa]
Fanfic[SUDAH TERBIT] Lee Haechan, seorang editor, harus menerima nasib bahwa kisah cintanya tak seindah novel-novel yang kerap ia sunting. Mark Lee meninggalkannya setelah hubungan dua tahun, demi kembali pada sahabat sekaligus cinta pertama: Ko Eunji. Di...