Satu bulan berlalu dan Haechan merasa segala hal dilakukan secara terburu. Dia tak menyangka besok sudah hari pertunangannya. Walau dilaksanakan secara sederhana dan mengundang kerabat-kerabat dekat semata, ia tetap merasakan kegugupan besar. Ini adalah pertama kali, tentu saja. Dan lagi, hal ini terjadi setelah menjalin hubungan hanya kurang lebih tiga bulan bersama Jeno. Banyak yang dipikirkan, hingga segala keadaan membuat ia merenung dan menemukan kesimpulan bahwa pemuda tersebut memang orang yang tepat. Ia harus bisa memercayai perkataan Jeno, menyangkutpautkan dengan sikap yang ditunjukkan, sehingga menemukan konklusi bahwa Jeno benar-benar pemuda baik dan cocok untuknya.
Demi mengurus persiapan acara pertunangannya, Haechan memutuskan tidak ke kantor hari ini. Beruntung perusahaan memberi waktu libur selama beberapa hari, meski ketika kembali nanti, pekerjaan menumpuk sudah siap menanti.
Berdiri resah di depan toko kue, ia terus-terusan melirik ponsel dengan tak sabar. Setelah mengurus makanan untuk acara, Haechan harus memastikan bahwa pakaian yang akan dikenakan telah siap. Namun sampai detik ini, Jeno belum muncul, membuatnya bingung sendiri. Ia sudah mencoba menghubungi berkali-kali, namun pemuda itu tak juga memberi jawaban. Sehingga kuatlah alasan Haechan menjadi sekhawatir ini.
Tak lama berselang, begitu mengecek ponsel untuk yang kesekian kali, mobil Jeno muncul dan menyita perhatian. Haechan sudah memasang tampang kesal, siap mengomeli pemuda yang terlambat hampir satu jam dan membuat ia seresah ini. Namun, begitu Jeno keluar dengan sebuket besar bunga, Haechan langsung mengurungkan niat. Kekesalan terganti oleh keterkejutan dan wajah merona, belum lagi wajah tampan si pemuda yang berhasil menyita atensi secara penuh.
"Maaf terlambat." Jeno menyodorkan sebuket besar bunga ke arahnya.
"Oh, Jeno." Haechan menerima buket itu. "Bagaimana bisa aku membencimu kalau begini?" Senyuman lebar mengisi wajahnya, berikut roman kian merona saat menghirup wangi segar dari buket di tangannya. "Terima kasih."
Jeno mengangguk, meraih tangan Haechan kemudian. "Ayo, kita harus ke butik sekarang, kan? Kita bisa makan siang dulu jika kau mau."
"Kita bisa melakukannya setelah dari butik."
Haechan seakan tak lagi bisa merasakan kedua tungkainya. Setelah kembali dari butik, ia bahkan menolak makan bersama Jeno, mengatakan bahwa sudah tak lagi kuasa berkeliling untuk sekadar mencari restoran. Maka, Haechan pun menyetujui ide untuk langsung menuju apartemen pemuda itu.
Begitu pintu terbuka, Haechan segera melangkah masuk, melepas sepatu secara serampangan dan membiarkan Jeno yang mengatur semua. Tak lupa dengan kalimat maaf yang dilayangkan, meminta pemuda itu mengerti bahwa ia sangat lelah hari ini. Bahkan, buket besar kesukaannya sudah tergeletak begitu saja di atas meja, sementara ia membaringkan diri dengan amat kelelahan di atas sofa.
"Maaf karena membuatmu menangani semua sendiri, Haechan." Jeno melepas jaket dan melangkah menuju dapur, bersiap memasak makan siang untuk sang kekasih.
Haechan menggeleng. "Tidak apa-apa. Lagi pula, kau harus menghubungi keluargamu. Aku tahu perjalanan dari Seoul ke Gangnam cukup melelahkan."
Sebab kedua orang tua Jeno menetap di London, pemuda itu harus meminta restu langsung kepada sanak saudara yang menetap di Gangnam. Sekaligus meminta mereka menghadiri acara pertunangan esok hari, menggantikan kedua orang tua yang tidak bisa hadir. Namun, mereka sudah berjanji akan datang ketika acara pernikahan tahun depan. Setidaknya, itu bisa membuat Haechan merasa tenang.
Beberapa menit kemudian, Haechan tak tahu apa yang tengah Jeno lakukan. Pemuda itu berkutat di dapur, sementara ia masih berbaring di sofa, menyamankan diri yang kelelahan.
Rasa penasaran tiba-tiba muncul, menggantikan sebagian rasa lelahnya. Haechan bangkit dari sofa, melangkah menuju dapur dan mendapati pemuda berbahu lebar itu tengah mengiris bahan-bahan masakan. Tersenyum, ia melangkah mendekat, dan dua tangan melingkari pinggang Jeno menjadi hal yang terjadi kemudian. Haechan mampu merasakan pemuda dalam pelukannya terkekeh, menghentikan kegiatan memotong dan memutar badan ke arahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] A Day Before Christmas [Bahasa]
Fiksi Penggemar[SUDAH TERBIT] Lee Haechan, seorang editor, harus menerima nasib bahwa kisah cintanya tak seindah novel-novel yang kerap ia sunting. Mark Lee meninggalkannya setelah hubungan dua tahun, demi kembali pada sahabat sekaligus cinta pertama: Ko Eunji. Di...