8. Teori Riska

133 16 21
                                    

Sesuai kesepakatan dari Ayyara dan itu pun karena paksaan Bram, di sinilah pria itu berada untuk menjemput gadisnya.

“Pagi, Bunda!” sapa Bram dengan wajah bahagia seraya tersenyum kecil. “Pagi juga, Bram. Kebetulan ada kamu... ayo masuk! Biar kita sarapan bareng, ada Ayah juga di ruang makan,” goda Melva yang membuat Bram tertawa sembari menyodorkan paper bag. “Dari Mama. Dia tau Bram mau ke sini, soalnya Bram cerita tadi malam mau ke sini pagi. Lalu cerita dikit kalo rumah yang Bram datangi, rumah sahabat lama Mama sama Papa. Dia antusias, terus masak sarapannya lebih banyak, supaya Bram bisa bawa ke sini. Oh iya, sekalian Mama nitip salam untuk Bunda,” terang Bram bercerita.

“Wih makasih, Bram! Ayo masuk dulu kita, lanjut di dalam aja biar enak,” ucap Melva dan keduanya masuk. “Sampein salam dan rasa terima kasih Bunda juga ya buat Mama kamu. Duh, ngerasa nggak enak Bunda, soalnya belum ada waktu buat ketemu Liana,” keluh Melva dengan ekspresi sedihnya.

“Jangan sedih, Bunda. Masih ada banyak waktu, mumpung Bram masih di sini juga ya, kan?” tutur Bram terkekeh, membuat sosok Ibu dari gadisnya, ikut terkekeh.

****

“Jadi kalian dua, satu kampus?”

Pertanyaan dari Ayah gadisnya membuat Bram mengangguk kecil sebagai jawaban. Matanya melirik gadisnya itu dengan sinar geli, karena Ayyara masih setia dengan muka cemberut.

“Ayah lega rasanya. Soalnya Rara udah dua kali pindah kampus, Bram. Dan berhubung sekampus, Ayah titip Rara ya, Bram. Titip dua deh sama Riska. Soalnya hari ini Riska udah mulai kuliah di tempat yang sama kayak kalian.”

“Om Malvin mah ah, masa Kak Bram jaga sekali dua? Nanti pacarnya cemburu gimana? Ini loh, yang di.samping Riska.”

Mata Ayyara membalalak. Tidak untuk Malvin dan Melva yang terkekeh geli. Riska yang berkata seperti itu tertawa tanpa dosa saat mendapat tatapan sinis dari Ayyara. Sementara Bram, pria yang menjelma menjadi perusak pagi Ayyara hanya tersenyum.

Dia menikmati raut kesal Ayyara.

Sangat menggemaskan.

“Kak Bram senyum ke lo, Ayya! Senyum!” bisik Riska yang tak dipedulikan Ayyara. “Lo nggak mau liat senyum dia?! Walau kecil tapi manis banget tau, Ya! Dan gua beruntung bisa liat, karena dia 'kan dingin. Itu juga kalo dia nggak sama lo, gua nggak akan bisa liat senyum itu, Ya. Ah makasih deh intinya. Makin sayang Ayya!” bisik Riska.

Ayyara yang bosan pun menarik gemas bibir Riska mengundang tawa dari orang tuanya dan juga dengusan sebal dari sepupunya.

“Kak Bram, pacarnya ngeselin.”

Malvin mengangkat satu alisnya karena sedari tadi mendengar Riska menyebutkan kata 'Pacar'.

Hebatnya tanpa ada penolakan dari Ayyara. “Udah pacaran nih?”

Bram mengangguk membuat Melva senang mendengarnya.

“Sejak kapan sih?” tanya Melva berbinar. “Tadi malam, Bunda. Waktu Bram ajak keluar,” jelas Bram membuat Melva terpekik senang. “Selamat kalian berdua! Langgeng sampe nikah,” ucap Melva dengan senyum merekah.

“Aamiin!” kompak Malvin, Riska dan Bram membuat Ayyara tersenyum yang terkesan dipaksa gadis itu, membuat gadis di samping Ayyara menyikut gemas tubuh Ayyara memperingati.

“Karena ternyata kalian punya hubungan, Ayah titip Rara aja, Bram. Riska gampanglah nanti.”

“Siap, Yah! Ayyara tanggung jawab Bram mulai sekarang.”

****

Ketika sampai di kampus, Alzio sudah menarik lengan Ayyara membuat Bram menatap tajam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ATTENTION! (VAKUM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang