B.{bab 22}

163 19 4
                                    

Kini aku mempunyai misi yang sangat amat mencengkram.
Bantu aku, jangan biarkan aku sendiri🖤

🖤🖤🖤

Tamara sangat senang dan gembira, saat bu mun membawa secarik kertas bertuliskan angka-angka yang dapat mengobati rindu seorang adik dengan kakaknya.

Tamara sampai kegemetaran menekan tombol kyboard. Antara terharu, terhura dan terhiru.

3 Tahun mereka tidak pernah bertukar kabar. Dulunya, Tamara tak memiliki telepon gengam. Karena keterbatasannya dalam mencukupi kebutuhan.

Lambat laun, sejak kejadian dimana Tamara pergi meninggalkan neneknya, dan ia rajin  bekerja untuk mengumpulkan rupiah.

Satu persatu barang mulai ia kumpulkan. Mulai dari handpone, sepeda motor , televisi dan membayar uang kontrakan secara rutin dan tidak pernah menunggang.

Ya, walaupun handpone, motor dan televisi yang ia beli hanya barang bekas. Tapi Tamara sangat bersyukur.

Back to topik. Beberapa menit berlalu. Dering suara ponsel Tamara semakin menderu. Antara taku, sedih, dan senang berpadu menjadi dinamika yang utuh.

Bertahun-tahun tak jumpa, 10 tahun lamanya mereka tak bertegur sapa. Jangan bertegur sapa, melihat bahkan mendapat kabar saja tidak pernah.

Neneknya yang kasar membuat Tamara frustasi dan melupakan segala sesuatu yang terjadi. Ia melypakan kakaknya, ayahnya, dan keluarga yang masih peduli terhadapnya.

"Hallo selamat siang. Dengan siapa di mana" Jawab seseorang di telepon

Dadanya berpacu dengan cepat, keringat dingin membasahi sekujur tubuh Tamara
Kelu, berat rasanya menjawab pertanyaan seseorang di sebrang sana.

"Ra, itu di jawab ayo ngomong sesuatu" Buk mun mengingatkan. Pasalnya, dari tadi Tamara melamun seperti memikirkan sesuatu yang berat

"Hallo siapa ya" Tanya orang di telepon berulang kali

Tamara mulai luluh dan tenang
"A ba ng" Ucapnya terbata. Air matanya melengos dengan rapi.

Bibirnya melengkung membentuk bulan sabit. Sangat manis. Sampai-sampai Dyo terimindasi oleh ciptaan Tuhan Yang Maha Esa di depannya.

"Siapa ya kok pangil saya abang?"

Karena Dyo kesal dengan jawaban abang Hen(Abang Tamara) yang sedikit terkejut. Dyo merampas handpone Tamara dan segera inggin menyelesaikan misi yang sempat tertunda ini.

"Asallamuallaikum bang. Ini Dyo sahabatnya Tamara Audry Cantika. Adik yang abang tinggalkan dan tak abang pedulikan" Kata-kata yang cukup menantang untuk seorang Dyo

Tamara menyipitkan matanya. Kekecewaan mulai nampak di mimik mukanya. Tamara merampas handpone miliknya. Menekan tombol merah untuk mengakhiri panggilan yang mengegerkan.

"Apa-apan sih yo. Apa maksud ucapan lo barusan. Abang gue gak pernah telantarin gue, abang gue peduli sama gue. Lo itu gak usah sok tahu" Bentak Tamara menunjuk raut gusar Dyo

Dyo mengusap rambutnya kasar. Dimana otak dan pikiran Tamara selama ini. Menurutnya, abangnya tidak peduli dan menelantarkan Tamara.

"Mana ada abang yang tega membiarkan adiknya di siksa seperti di neraka oleh neneknya. Kakak mana yang tega. Gue gak tahu jalan pikiran lo itu kaya gimana"

"Lo itu ngak tau apa-apa. Pergii"

"Ra, dengerin gue dulu"

"Pergii"

TamaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang