Hari Minggu: Tanaka

562 96 59
                                        

Tanaka tidak suka hari Minggu.

Apa sih yang dilakukan di hari Minggu? Bobo cantik sampai siang kemudian dilanjut dengan rebahan sampai malam dan kembali tidur sampai Senin pagi?

Haha. Tanaka can't relate, lah kalau kata anak-anak jaman sekarang.

Boro-boro mau bobo sampai wareg, subuh-subuh aja dia sudah bangun—maksudnya dibangunin.

"Siramin tanaman di depan gih, Ibu mau masak buat jualan."

Dan di sinilah Tanaka sekarang sedang menyirami tanaman pucuk nuri milik Ibu di taman depan halaman. Apakah ia hanya menyiram tanaman saja? Oh tentu saja tidak. Menyiram tanaman artinya Tanaka juga harus menyapu, mencabut lumut dan rumput liar, bahkan memberi pupuk kalau perlu. Untung Ibu tidak punya sawah, kalau punya bisa dibayangkan kalau dirinya pasti akan disuruh membajak sawah dengan kerbau sendirian.

Canda Ibu hehe.

"Dek, kalau nyiram tanaman jangan sambil bengong dong. Sampe luber itu potnya, nanti tanamannya mati!" Suara Ibu tiba-tiba terdengar dari arah belakang. Dengan malas Tanaka memindahkan selang ke tanaman sebelah.

"Nanti ambilin daun pandan dua ya."

"Mbak kemana sih?"

"Pergi keluar dari kemarin, ke kampus kayaknya Ibu lupa nanya abis buru-buru banget."

"Enak banget, aku gak pernah keluar kalo Minggu."

"Lah ini emangnya gak di luar?" Seketika Tanaka memutar bola mata. "Jangan lupa ambilin daun pandan ya, Ibu mau masak lagi. Kamu jangan bengong lho!"

"Baik, Yang Mulia." Ibu menggelengkan kepala sebelum masuk ke dalam rumah. Tanaka kembali menyiram tanaman.

"Enak lo ye tiap hari dimandiin, diperhatiin, padahal cuma daun." Tanaka bermonolog—mengajak ngobrol tanaman yang sedang dia siram.

"Ryuu." Tanaka mengangkat kepala dan menemukan temannya, Noya sedang berdiri di depan pagar tembok rumahnya.

"Sori Noy, gue lagi sibuk hari ini gak bisa main dulu." Tanaka berkata langsung pada intinya.

"Dih, siapa yang mau ngajakin lo main. Pede bat lu."

"Gue lagi megang selang tau."

"Selang lu pasti gak SNI kan."

"Selang impor neh."

"Ish, padahal selang lokal lebih bagus."

"Selang gue bisa buat nyemprot hama, Noy. Contohnya begini, nih." Noya langsung meloncat ke samping ketika Tanaka benar-benar menyemprot air ke arahnya. Kalau telat sedetik, pasti Noya sudah basah kuyup.

"Anjeng lo, mentang-mentang gue belom mandi!" Noya mengusap mukanya yang terciprat sedikit air.

"Jorok banget najis belom mandi udah keluyuran."

"Ini gue mau beli sarapan, makanya ke sini." Noya menjawab. "Bilangin Ibu lo suruh cepetan buka dong, mau nyarap nih gue."

"Lah, lo kan emang sarap tiap hari bukan tiap pagi."

"Sarapan, anjeng!"

"Belek tuh bersihin." Noya langsung mencabut belek di matanya. Kening Noya mengkerut ketika melihat suatu kejanggalan di Tanaka.

"Ngaca, babi. Mata lo juga ada beleknya!"

"Anjir, pantes ngeganjel."

Hmz capek.

Tanaka mematikan keran air, akhirnya aktivitas menyiram tanaman sudah selesai. Setelah merapikan perangkat kerjanya dan mencuci tangan, Tanaka mengajak Noya masuk ke rumahnya.

ENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang