BAB 2

15.2K 2K 243
                                    

Jack Kim dengan semangat bercerita, "Konon Profesor Kaku itu mengatakan kepada Sekretaris Jenderal Geraldo Armand kenapa kita semua harus pindah ke Seoul adalah karena tidak ada gunanya kita berada di Swiss. Aku ulangi ya teman-teman tidak ada gunanya kita semua berada di Swiss! Hanya Profesor Kaku itu yang berani mengatakan kepada Geraldo Armand kalau pekerjaan kita di kantor Swiss tidak ada gunanya."

Jack melepaskan kancing teratasnya dan membuka dasi yang ia kenakan, "Hari ini saja Profesor Kaku itu memintaku membaca ulang protokol keuangan WHO hanya untuk mengatakan kepadaku, 'Jack kamu adalah pria yang sedikit pintar—sedikit pintar aku ulang! Aku lulus dari Columbia dengan gelar master dan ia mengatakan aku sedikit pintar—jangan hanya duduk diam dan tidak melakukan apapun. Bacalah sesuatu.' Lalu Profesor Kaku itu melemparkan buku setebal seribu halaman dan aku harus membacanya."

"Diwajibkan?" tanya Kalea yang menatap temannya setengah mabuk karena terlalu banyak meminum bir.

"Ya, diwajibkan. Besok aku harus sudah bisa menjawab apapun yang ia tanyakan—dan sekarang disinilah aku bersama kalian," ia menunjuk Kalea, Mars dan Eboni yang menemaninya. "Besok, aku akan mati di tangan Profesor Kaku Arya Agnibrata."

"Kita akan menyiapkan pemakamanmu, Jack. Tenang saja," Eboni berkata dan Jack mengakhiri malam itu dengan sepuluh botol bir lagi melupakan protokol keuangan setebal seribu halaman yang harus ia baca.

Arya tengah membaca berkas-berkasnya di ruang kerjanya ketika Riley memasuki ruangannya tanpa mengetuk. "Apa Papa tidak pernah mengajarkan kamu untuk mengetuk sebelumnya?"

Riley yang tadinya tersenyum ingin memanggil ayahnya untuk keluar makan malam menjadi canggung dan berkata, "Maafkan aku, Pa. Makan malam telah siap, Pa."

"Makanlah terlebih dahulu, Riley."

"Pa," Riley memanggil Arya tapi pria itu sama sekali tidak mendongak untuk menatapnya, "Eyang tadi setuju denganku dan berkata kalau V(1) terlihat sangat tampan terutama ketika rambutnya berwarna hitam—sangat manly Pa. Tadi Eyang sama aku nonton Bang Bang Con loh Pa. Eyang tadi—"

"Riley, tugasmu nomor empat dan dua masih salah. Terutama rumus matematika yang tidak kamu paham konsepnya. Mohon diperhatikan dan kirim ulang kepada Papa."

"Kalau aku mengerjakan tugasku apa aku boleh menonton konser Pa? Eyang bilang aku boleh nonton konser loh, Pa," ujar Riley. Ia tahu walaupun kakeknya sama sekali tidak mengatakan apapun mengenai keinginannya pergi ke konser BTS dan bertemu dengan idola-idolanya, ia sangat yakin kalau kakeknya sangat mendukung. Apapun yang ayahnya larang, kakeknya akan membelanya. Jadi ia akan mengatakan kalau kakeknya—Raja Ttagiantabiantara setuju kalau ia pergi ke konser BTS yang terletak di Olympic Stadium yang bermuatan tujuh puluh ribu penonton.

"Bangtan Boys!" teriak Riley membuat Arya terkejut.

Arya menatap anaknya dengan bingung, "Maaf apa yang kamu katakan?"

"Percuma aku berbicara dengan Papa. Ya, aku akan menyelesaikan tugasku malam ini, Pa. Jangan lupa makan malam Papa, nanti dingin."

"Terimakasih Riley," kata Arya kepada Riley.

"Pa, kalau aku beli Nintendo Switch apa Papa membolehkannya?"

Arya mengerutkan dahinya, "Maaf?"

"Nintendo Switch untuk main Animal Crossing. Teman-temanku semua punya dan aku tidak punya, Pa. Boleh?" tanya Riley. Tentu saja ia sangat mengenal ayahnya ketika Arya Agnibrata membalas, "Tidak."

"Papa, ayolah. This game is seriously addictive Pa, aku dan Joonie melihat Na-Young memainkannya. Orangtuanya baru saja memberikannya Nintendo Swith, Pa. Jadi permainannya sangat mudah, aku membuat karakter Pa, lalu aku pergi memancing, atau menangkap serangga, aku juga bisa mencari tulang-tulang—"

Arya menaruh berkas-berkas yang tengah ia baca dan kali ini menatap anaknya, "Riley, Papa tahu pemainan ini."

Riley tersenyum dengan ceria, "Papa tahu? Wow! Jadi apa aku boleh membelinya?"

"Tidak."

"Papa!"

"Aku sudah mengatakannya berulang kali—berteriak tidak akan membuat suaramu semakin terdengar Riley."

"Papa, tapi kenapa? Apa Papa tidak suka dengan karakter—"

"Bukan, karena di Kanada peraturan pemerintah di langgar karena ribuan orang mengantri untuk permainan ini. Covid-19 adalah pandemi serius Riley dan mereka melanggar peraturan pemerintah hanya untuk membeli permainan yang hanya bisa—apa tadi kamu bilang? Memancing? Mengambil serangga? Dan mengambil tulang-tulang? I am trying to save the world, Riley sementara generasi kalian berpikir kalau virus ini tidak serius. Tidak adalah jawaban terakhirku."

Riley mendesah, "Baiklah."

"Good, you understand."

"Oh tidak, aku tidak mengerti Pa. Aku hanya tidak mau Papa marah-marah setiap hari kepadaku. Aku bosan mendengar setiap hal yang aku lakukan salah di mata Papa. Aku lebih menyukai ketika Papa mengunjungiku satu tahun sekali saja dan memberikanku uang."

Riley menutup pintu kantor Arya dan apa yang tidak Riley lihat adalah ayahnya tersenyum—suatu hal yang telah Arya lupakan hampir tiga belas tahun lamanya.

"Ki Na, anakmu adalah cerminan dirimu," gumam Arya. Senyumnya menghilang kembali ketika ia menyadari kalau ia baru saja mengucapkan nama ibu Riley yang sebenarnya.

______

(1)V adalah nama panggung Kim Tae-hyung. 

I've Told Every Little Star | Kanaka No. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang