BAB 20

12K 1.8K 214
                                    

Arya mengambil duduk di ujung terjauh dari wanita-wanita yang tengah membicarakan Kim Tae-hyung dan mengapa bibir pria itu "kissable" menurut Ki-Ho. Arya dengan tenang memakan nasinya dan samgyeopsal yang telah dipanggang oleh pemilik restoran untuk mereka.

Tabitha memperhatikannya dan memberikan beberapa daging yang sudah siap untuk dimakan ke dalam nasinya, "Aku suka melihatmu makan."

Arya tidak mengatakan apapun dan Tabitha tersenyum, "Apa kamu tidak pernah makan sebelumnya? Kamu terlihat sangat lapar hari ini."

Sekali lagi pria itu tidak mengatakan apapun. Arya hanya membenarkan kacamatanya dan memakan makanannya dengan diam. Ia mendengarkan ketiga wanita dan mimpi mereka bila bertemu dengan anggota BTS—termasuk salah satunya bernyanyi bersama di dalam mobil di tengah kemaccetan yang menurut Arya tidak mungkin terjadi. "Kecuali kamu James Corden dan adalah host 'The Late Late Show with James Corden' kamu tidak akan mungkin dijemput oleh BTS dan bernyanyi di satu mobil yang sama, Ki-Ho," Arya tersenyum sedikit—Pintar Riley, pikirnya.

"Kemungkinan aku menyetir dan bernyanyi bersama mereka sangat besar setelah Imo memiliki akses bakstage ke konser mereka," kata Ki-Ho kepada Riley. Arya mendesah di dalam hati—konser itu lagi, apa tidak ada pembicaraan lain selain konsert itu?

Lalu semuanya terjadi begitu cepat, ketika Tabitha berkata, "Aku berpikir ayahmu jauh lebih seksi daripada sebagian besar anggota BTS tapi tidak lebih tampan daripada Kim Tae-hyung."

Arya tersedak.

Lalu ia sangat yakin daging babi panggang di dalam mulutnya akan membuatnya berhenti bernapas. Tabitha dengan sigap memberikan Arya air dan bertanya, "Apa kamu baik-baik saja Profesor?"

Arya tidak bisa berhenti terbatuk dan mencoba untuk meminum air yang diberikan Tabitha. "Kamu sangat menarik Profesor," kata Tabitha dan hal berikutnya yang Arya lakukan adalah memuntahkan isi air yang ia coba untuk minuk tepat di wajah Tabitha.

"A-Aku...." Selama lima belas tahun terakhir Arya sudah berhasil menghilangkan cara bicaranya yang tergagap dan sekarang semuanya kembali ke awal. Ia pria yang sama seperti lima belas tahun yang lalu. "Y-Ya Tuhan...."

Riley dan Ki-Ho yang duduk berseberangan dengan Arya menatap kejadian itu dengan terheran, "Papa?"

"Sir?"

Arya mengambil tisu dan memberikan kepada Tabitha, "Ma-Maaf."

Wajah Tabitha yang cantik sekarang basah dengan air yang baru saja Arya muntahkan. Butiran-butiran nasi terdapat di rambut Tabitha. Wanita itu mengambil tisu yang Arya berikan dan berkata, "Profesor, apa kamu begitu terkejut atau kamu sengaja membalas dendam kepadaku?"

"A-Aku tidak tahu...."

Semua orang tengah memperhatikan mereka dan Arya menyadari kalau blus yang dikenakan Tabitha bagian atasnya basah karenanya. Arya belum pernah melakukan ini sebelumnya dan ia tidak akan pernah membuka sweater-nya dihadapan siapapun kecuali mungkin....ya, kali ini saja. Ia membuka sweater berwarna hitam yang ia kenakan dan memberikannya kepada Tabitha. "Pa-Pakai saja."

Tabitha memandangi bukan sweater itu tapi kemeja kebesaran yang dipakai pria itu—tentu saja dengan dua kancing teratas yang salah. Tapi Tabitha tidak buta, dibalik kemeja tersebut, ia tidak melihat tubuh kurus yang seharusnya ia temukan, ia hanya melihat tubuh pria yang sehat dan hmm.... Bagaimana ia menjelaskannnya? Menarik? Dibalik kemeja tersebut.

"Terimakasih Profesor," kata Tabitha mengambil sweater milik pria itu.

Ia memakai sweater tersebut dan tersenyum walaupun Arya tidak menyadarinya karena pria itu sudah kembali menghabiskan makanannya. Arya Agnibrata memang bukan pria kebanyakan—jelas bukan tipe pria yang menggunakan parfum tentunya. Tapi sweater pria itu memiliki harum yang membuat Tabitha tersenyum kembali. Bersih seperti sabun mandi dan katun yang baru saja dicuci. Ditengah-tengah udara sesak restoran samgyeopsal yang memanggang daging babi panggang Tabitha tidak kuasa ingin memeluk dirinya sendiri dengan sweater pria itu. Apa ia sekarang tertarik kepada sang Profesor Kaku seperti kerupuk itu?

Dari kali pertama ia sudah tertarik kepadanya.

Riley dan Ki-Ho menatap Arya yang sama sekali tidak merasa bersalah dan memakan habis makan siangnya, "Papa, apa Papa tidak akan meminta maaf?" tanya Riley.

"Pa-Papa sudah meminta maaf."

"Papa harus setidaknya mencuci blus yang dipakai Tabby."

Ki-Ho menambahkan, "Blus Dior yang baru saja dibeli Imo."

Riley mengangguk, "Benar, Dior. Papa harusnya bertanggung jawab."

"A-Aku akan memberikan uang untuk menggantikan blusmu," kata Arya dengan datar dan kaku. Ia mengambil daging babi dan memakannya dnegan sisa nasi yang belum ia habiskan.

"Tidak Pa. Papa harus membawa Tabby ke rumah. Benar bukan Ki-Ho?" tanya Riley kepada Ki-Ho meminta teman barunya untuk mengikuti rencana yang ia buat. Ki-Ho lalu menatap Riley dan mengerti.

"Ya, Imo harus mencuci blusnya di rumah Riley."

"Tidak, tidak—" kata Tabitha. "Blus Dior-ku baik-baik saja."

Ki-Ho lalu berkata, "Imo, kita harus menerima kemurahan hati Riley dan ayahnya. Lagipula kita tidak memiliki rencana lainnya hari ini."

Arya tidak mengatakan apapun dan mengambil babi panggang terakhir di panggangan. Lalu dengan datar ia berkata, "Aku akan membayar makan siang ini dan kita semua pulang setelah itu." 

I've Told Every Little Star | Kanaka No. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang