BAB 13

10.7K 1.7K 215
                                    

"Papa," Riley memanggil ayahnya lima hari kemudian ketika Arya sudah pulang dari rumah sakit. Arya tengah meminum tehnya—ia tidak pernah meminum kopi dan tidak menyukainya—selagi membaca berita hari itu.

"Pa, aku harus menceritakan sesuatu," kata Riley.

Gia mendesah dan berkata kepada Arya, "Raden Mas anak kamu sudah memanggil kamu lima kali dan selama itu kamu tidak menjawabnya sama sekali. Apa kamu tidak bisa mendengarkannya sebentar, Raden Mas?"

"Ya?" akhirnya Arya mendongak dan menjawab Riley.

Riley tersenyum dan merapihkan pita seragam sekolahnya lalu menyibakkan rambut panjangnya yang berwarna cokelat muda, "Apa Papa tahu siapa yang memanggil ambulans untuk Papa?"

"Apa aku harus tahu?"

"Raden Mas...." Gia memperingati anaknya.

Riley dengan senyum lebar berkata, "Calon istri Papa."

Arya yang tengah meneguk tehnya hampir saja tersedak karena kata-kata Riley. "Namanya Tabitha Jean-Louise. Calon istri Papa."

...

...

"Habiskan sarapanmu Riley, kita akan pergi lima menit lagi," kata Arya dengan dingin. "Semua pekerjaan sekolahmu apa kamu mengirimkannya semua ke Jack selama aku tidak ada?"

"Selama Papa sakit maksudnya? Tentu saja aku mengirimkannya kepada Jack," kata Riley yang mencoba untuk menghabiskan rotinya dengan cepat.

Gia tersenyum kepada Riley cucunya yang begitu ceria, "Riley, pelan-pelan nanti kamu tersedak. Tidak baik anak perempuan makan cepat-cepat. Tinggalkan saja ayahmu kalau ia tidak ingin mengantarkan kamu sekolah. Eyang yang akan mengantarkan kamu."

"Baiklah kalau begitu. Ibu, dalem akan pergi sekarang. Dalem tidak akan mengantarkan Riley ke sekolah kalau Ibu...." Arya baru saja akan berdiri dari kursi yang ia duduki ketika Riley berkata kepada ibunya, "Eyang, aku tidak mau pergi bersama Eyang. Papa kalau masih sakit bagaimana? Kalau Papa nanti tiba-tiba menggigil di belakang mobil, Ahjussi(1) Kang supir Papa tidak akan tahu apa yang harus dilakukan."

"Aku harus pergi bersama Papa," kata Riley mencoba untuk memasukkan rotinya yang terakhir dengan cepat ke dalam mulut dan mengunyahnya.

Gia tersenyum hangat, "Ya, pergilah dengan ayahmu, Riley. Sepertinya ia akan kembali sakit kalau kamu tidak bersamanya. Jadi lebih baik kamu pergi bersamanya."

Arya tidak mengatakan apapun dan berdiri, lalu ia berjalan untuk mengambil berkas-berkas di kantornya sebelum keluar dan menemukan Riley sudah siap dengan tas berwarna pink neon di pundak anaknya. "Ayo Pa! Bye Eyang Putri!"

Gia memberikan Riley pelukan dan menatap Arya—masih dengan tatapan marah yang sama, yang ia berikan selama lima hari terakhir kepada anaknya lalu melihat dua kancing teratas anaknya yang salah, "Kamu sudah dewasa Arya, kenapa kancing kamu selalu saja salah."

Lalu Gia mengancingkan kembali kemeja Arya dengan benar dan merapihkan sweater abu-abu yang dipakai anaknya, "Kamu harus mengganti sweater-mu Arya. Setidaknya warnanya harus berubah."

"Ibu harus memikirkan berapa banyak tenaga medis di dunia ini yang masih kekurangan PPE(2), apa yang harus dilakukan negara-negara maju untuk membantu...."

Gia lalu memotong Arya dengan berkata, "Ya, Ibu tahu. Tapi kamu juga harus memikirkan diri kamu sendiri Arya. Memikirkan apa yang kamu kenakan. Sweater ini bukan hanya kebesaran di diri kamu tapi sudah terlalu banyak di cuci sehingga Ibu yakin kalau ada orang yang menariknya sudah pasti Ibu yakin akan sobek. Jangan pikirkan pakaian PPE yang diperlukan tenaga medis, ketika baju kamu sendiri—Direktur Jenderal WHO sobek."

I've Told Every Little Star | Kanaka No. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang