BAB 8

9.9K 1.8K 236
                                    

Tabitha tersenyum puas ketika Arya Agnibrata menghabiskan makanannya. "Enak, kan?" tanya Tabitha kepada Arya.

Pria itu berdeham dan berkata, "Apa kamu Profesor bisa meninggalkan kantorku sekarang? Aku tidak memiliki waktu seharian hanya mendengarkan kamu berbicara."

"Tapi kamu setuju bukan dengan usulanku tadi?" tanya Tabitha.

Selama tiga puluh menit Arya mendengarkan wanita itu mengatakan visinya menjadi Ambasador WHO untuk The Global Goal for Sustainable Development dan sebenarnya banyak poin yang ia setujui. Hanya saja ia tidak akan mengatakannya kepada wanita itu dengan mudah. "Jack Kim, sekretarisku akan menghubungi kamu, Profesor Jean-Louise."

"Baiklah," kata Tabitha yang menyerah mendapatkan jawaban dari Arya Agnibrata yang sama sekali tidak menunjukkan keseriusan dalam mendengarkan visinya. "Aku akan menuliskan email lagi kepadamu."

"Kepada Jack Kim."

"Kenapa aku harus melewati sekretarismu kalau pada akhirnya email­-ku dibaca olehmu?" tanya Tabitha kepada Arya. "Aku tidak akan membuang waktu, Profesor."

Arya mendesah dan berjalan menuju pintu keluar dan wanita itu mengikutinya. "Terimakasih atas makan siangnya Profesor, aku pasti tidak akan lagi kurus setelah memakan bulgogimu dan tentu saja aku tidak akan terlihat seperti Edward Si Vampire itu lagi. In fact, aku akan meminta beberapa ilmuwan kami untuk mencari tahu efek bulgogi terhadap metabolisme tubuhku. Siapa tahu aku harus terus memakan bulgogi seumur hidupku."

"Your sarcasm makes you look very interesting, apa kamu tahu?"

...

...

"Terimakasih Profesor, semoga kita tidak usah bertemu lagi."

Arya membuka pintu bagi Tabitha dan wanita itu tidak melangkah keluar dan membuat pria itu terperanjat. Karena hal berikutnya yang wanita itu lakukan adalah memajukan tubuh dan tangan wanita itu sudah berada di kancing teratasnya yang tidak tertutupi oleh sweater yang ia kenakan. "Kancing teratas kamu adalah kancing kedua...."

Arya sangat terkejut dengan reaksi wanita itu sehingga ketika wanita itu masih berada di kerahnya dan mencoba melepaskan kancingnya untuk diperbaiki, ia melangkah mundur. Apa yang terjadi salanjutnya adalah tubuh Arya menabrak dinding dan kancing teratasnya lepas. Kancing teratasnya berada di tangan wanita itu sekarang, dan Tabitha terlihat sama tercengangnya seperti dirinya. "Kenapa kamu mundur?"

"Kenapa kamu memegang kerahku dan kancingku?"

"Kancing kamu lepas...."

"Salah siapa?" tanya Arya kepada Tabitha.

"Oh, jadi salah aku?"

"Aku ulangi—kenapa kamu memegang kerahku dan kancingku?

Tabitha menatap Arya yang terlihat ketakutan, "Well, aku hanya ingin memperbaiki."

Lalu wanita itu menambahkan, "Setidaknya leher kamu bisa bernapas sekarang."

Arya merajuk dan membalas wanita itu, "Aku akan kedinginan Profesor."

Tabitha tertawa. "You're impossible Profesor. Wanita mana yang akan tahan denganmu kalau kamu seperti kerupuk kering yang terlalu banyak kena matahari?"

Arya membenarkan letak kacamatanya dan meluruskan tubuhnya dari dinding yang menopang tubuhnya, "Apa kamu baru saja menyamakan aku dengan kerupuk?"

"Kanebo kering kalau begitu?" tanya Tabitha dengan sinis. "Your choice."

"Apa?"

"Baiklah," Tabitha berjalan keluar dari ruangan pria itu. "Profesor Kaku Kerupuk Kanebo aku pulang sekarang. Terimakasih atas waktunya. And you look more handsome dengan kancing teratas kamu yang terbuka Profesor. Aku bisa melihat bulu dada kamu yang pastinya kaku seperti batang pohon seperti pemiliknya, bukan?"

"Bulu dadaku seperti apa?"

Tabitha menahan tawanya, "Untung saja suamiku Kim Tae-hyung dan bukan kamu Profesor. Kim Tae-hyung memakai pakaian termahal di dunia ini dan dengan mudahnya mengancingkan kemejanya sendiri. Oh ya, kancing ini akan kusimpan."

"Tapi itu kancingku—"

Tabitha menggeleng-gelengkan kepalanya, "Tidak lagi Profesor. Kancing ini milikku."  

I've Told Every Little Star | Kanaka No. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang