Naas kian nasib Vero.
Cinta pertamanya tak sesuai harapannya. Dan sepertinya akan sulit baginya untuk melupakannya. Jika penulis berkata bahwa Vero adalah ksatria sebelumnya itu tidaklah salah untuk mengatakannya.
Dia adalah ksatria, pejuang dan apapun sebutannya, dia telah menghunuskan pedangnya dan siap untuk berperang. Namun kesalahan terbesarnya adalah kenyataan bahwa dia tidak siap untuk terluka.
Orang tuanya pun berkata, jika itu hanyalah 'Cinta Monyet', cinta yang numpang lewat seperti kentut dicelana. Jadi akan lebih baik untuk dilupakan saja. Lagi pula untuk apa menyimpan kentut lama-lama, keluarkan dan lupakan dan kau akan merasa lega. Betul kan?. Kecuali kau berniat mencarinya hanya untuk sekedar mengingat baunya. Najis.
Namun jika benar itu adalah 'Cinta Monyet', lalu mengapa Vero merasa Monyet nya begitu cantik hingga membuatnya terpesona? Hanya satu jawabanya, dia telah lupa dengan apa itu logika konkret miliknya dan terbutakan sesaat oleh bujuk rayu dunia yang fana dan tak bisa dipercaya. Catat itu!
Saat Ra menghancurkan harapan dan angan-angan dihatinya, gerigi-gerigi Logika yang telah berderit dan berkarat seolah dipaksa untuk memutar pola pikirnya dan membawa jiwanya kembali, menatap dunia nyata. Entah berapa kali ia telah memahat dan mematrikan kata,
"Kau tak bisa mengendalikan kenyataan hanya dengan sebuah harapan dan angan-angan."
Dalam sekejap semua sirna, sesaat setelah ia menatap seulas senyum Ra, senyum yang hanya sebuah kepalsuan dan kehinaan belaka.
"Bodoh nya aku" pikirnya
Semua sudah terlambat.
Baris cinta telah terucap, namun hanya hinaan yang didapat.
Betapa Vero telah meruntuhkan harga dirinya hanya untuk seorang 'Monyet Cantik'. Kala Vero menjatuhkan air matanya, sesuatu berbisik dalam dirinya,
"Air matamu terlalu berharga, bahkan untuknya" kata Logika padanya. "Berdiri, tatap dunia dan hadapi kenyataannya."
Seketika itu Vero bangkit dan menengadahkan wajahnya ke nirwana, dimana sang Penguasa alam semesta berada.
"Satu tetes saja untuknya, sisanya akan kusimpan kepada seseorang yang Engkau kirimkan dan benar-benar layak untuk aku jaga harapannya" pintanya.
Begitu khidmatnya, ketika seorang pemuda 'zaman now', 'Pecinta Mecin', 'Pemuja Sasetan' memanjatkan 'curhatnya' kepada sang pencipta. Bukan pada teman atau pun gebetan yang sukanya minta traktiran.
Jika saja penulis berada disana, sudah pasti penulis akan merengkuh dan menghiburnya dengan kisah-kisah pilihan 'Wattdap' yang memotivasi jiwa. Walaupun sebenarnya penulis sudah menyiapkan untuknya. Misalnya, 'Kisah Upin-Ipin yang Lulus Kuliah dan Menjadi Sarjana' atau 'Kak Ros si Perawan Tua' dan yang lagi piral di dunia maya, 'Kisah Cinta Opah dan CEO Muda'. Tak lupa 'Skandal Tuk Dalang dan Janda Sosialita' yang sering nongol diberanda.
Vero telah dewasa dan belajar dari pengalamannya. Mengungkapkan cinta butuh keberanian, namun saat terluka terlalu banyak yang harus dikorbankan.
Vero tak sekuat Captain Ameriki tokoh fiksi yang mampu melawan musuh dari dunia kegelapan, juga tak seberani 'Gylan sembilan delapan' yang jago ngegombal dan dedengkot geng jalanan. Tidak, dia tak sehebat mereka. Vero hanyalah pengecut yang bersembunyi di balik 'tameng Logika', karena itu lebih nyata daripada terluka untuk sebuah usaha yang sia-sia atau hanya sekedar berkilah dan menebar kata mutiara hanya untuk kepuasan dirinya, bahwa ia mempercayai harapannya yang sebenarnya telah membuatnya buta.
"Yah, rumus integral dan parabola lebih berguna daripada omongan gila kroco-kroco Iblis Betina" gumam Vero sepanjang lorong menuju kelasnya.
Dia berjalan dengan sumpalan headset dikedua telinga.
Tatapan sinis dan gunjingan miring melanda.
Sekarang daripada terlihat seperti koridor sekolah, ini lebih mirip tempat emak-emak kurang kerjaan yang suka ngomongin tetangga. Bagaimana tidak, mereka menatap Vero seolah ia adalah narapidana yang baru saja keluar dari penjara.
"Liat, itu kan cowok yang ditolak Aurora" kata seorang cewek dengan jerawat mirip bisul di dagunya.
"Oh, cupu kek gitu! Nembak Aurora, ngaca bro! Hahaha" kata cowok gendut muka gorengan menimpali.
Itu belum seberapa, hanya sebagian kecil dari bully an yang akan terjadi.
Bak peribahasa, sudah jatuh tertimpa tangga.
Sudah ditolak disebar pula videonya.
Beberapa teman sekelasnya mencoba menjatuhkan harga diri serta martabatnya, ironis nya Ra adalah dalang dibalik semua kegaduhan yang melanda seluruh warga SMA. Ra tahu jika Vero menyukainya dan bermaksud menembaknya. Maka dari itu dia menggunakan momen itu untuk menunjang status nya di SMA barunya istilahnya 'Pansos'. Agar ia menjadi satu-satu cewek yang mampu membuat seorang jenius seperti Vero bertekuk lutut dihadapannya, mengemis cinta padanya. Tanpa memikirkan bagaimana hati seseorang yang telah mengaguminya setulus hatinya.
Tragis.
Ironis.
Untungnya ' jagoan' kita telah kembali menemukan siapa dirinya. Jangan sebut namanya 'Vero si Jenius' jika hanya terbawa suasana gila. Dia tahu ini adalah skenario terburuknya, terpengaruh adalah satu-satunya hal yang diinginkan Ra. Membuatnya merasa menang dan berkuasa. Dan Vero tak akan memberikan kemenangan itu padanya.
Dia hanya melenggang dengan headset masih menancap dikedua telinganya, tak membiarkan omongan sampah mengganggunya.
Bahkan, dikelas pun tak menjadi lebih baik daripada diluar sana. Tempat dimana seharusnya ia mendapat perlindungan dan dukungan, malah menjadi tempat berkumpulnya sampah berpenyakit hati musiman. Mata-mata tajam menyiratkan kepuasan dalam diam, mata-mata bengis yang tak akan pernah Vero lupakan. Namun Vero merasa beruntung, karena tak satupun dari mereka yang benar-benar ia anggap sebagai teman.
Membuatnya tak perlu merasa sungkan apalagi bersalah jika ia melakukan pembalasan.
Pandangannya teralihkan saat tiba-tiba seseorang menarik salah satu headsetnya dan berkata,
"Pinjam buku matematika! Kurang nomer empat sama lima."
Menatapnya bosan Vero memberikan buku PR matematika miliknya, walaupun ia tak yakin jika Ra benar-benar mengerjakan PR nya hingga nomer tiga. Percaya padanya itu musrik.
"Ckkk" Vero berdecak setelah Ra melenggang ke bangkunya. "Dasar iblis betina!"
Jika di analogikan, Ra itu mirip perampok yang membunuh korbanya lalu mengambil barang-barang berharga milik si korban. Pertanyaan nya, cewek macam apa yang meminjam buku PR orang yang telah ia hancurkan hatinya? Ya, itu adalah Ra. Iblis betina dengan sampul 'Madona'. Cewek yang sudah kehilangan kewarasannya dan bahkan penulis pun ragu jika cewek ini masih memiliki otak dikepalanya, atau mungkin telah digadaikan untuk membeli skincare merek 'Korea'.
Di dalam kelas, buku PR Vero itu laiknya gula ditengah sarang semut. Sebutir gulanya, gerombolan semutnya.
Vero mengelus dada "sabar,sabar! Ada kalanya kau akan merasakan kenikmatan saat menertawakan penderitaan para bajingan ini."
Maaf, jika itu terdengar kejam. Namun, se Jenius apapun ia, Vero tetaplah remaja dengan pemikiran labilnya.
Yang artinya, Vero lebih berbahaya daripada seluruh orang yang ada dikelasnya.
To Be Continued.....
*****
BALAS DEMDAM YANG BAGAIMANA YA?
Voments for Suport
FOLLOW for FOLLBACK
Feedback? Dm please
KAMU SEDANG MEMBACA
Jurnal Mantan
Teen Fiction#PARABELprojects Antologi dan definisi dari sebuah perjuangan, perpisahan dan air mata. Tak ada kata BAHAGIA disana? Bahagia? Aku sudah lupa bagaimana caranya bahagia bersama-nya. Karena semua hanya Mantan (MANusia yang TerAbaikaN) JGN DIBACA!! Ter...