1.0 NUB(IE)

82 23 32
                                    


Sebut saja namanya Vero Aria, nama pasaran namun parasnya akan laku keras jika dijual dipasaran. Walaupun tidak setampan "Idol plastikan" dari negeri Jahe, namun setidaknya akan membuat cewek yang meliriknya harus menatapnya minimal enam harakat hanya untuk memastikan bentukannya.

Vero bukanlah seseorang yang suka merias diri apalagi bersolek percaya diri, memamerkan setiap keunggulan fisik diri sendiri. Tidak, dia bukan tipe orang yang seperti itu. Dia tampil sederhana dan apa adanya, walaupun sesekali dia memakai 'Brisc' dan 'Panco' milik ayahnya, untuk menjaga rambutnya tetap klimis dan rapi 'hormat senjata' seperti pak tentara. Atau mengusapkan tisu wangi ibunya untuk menahan bau keringat masa muda.

Kalau kata penulis, Vero itu 'Cupu'(Cuakep Punya) dan 'abatasa' kalau kata mamanya(Anak baik, tampan, solehnya mama).

Dia selalu menggunakan Logika dan akal sehat dalam menjalani kehidupan, bukan perasaan atau hal-hal semu lainnya. Satu-satu nya hal yang ia percayai didunia ini adalah dirinya sendiri, setelah Tuhan.Katanya. Itu membuatnya mantap saat ia membuat sebuah keputusan.

Jika pikirmu Vero adalah seorang antisosial yang trauma dan sekarat karena alasan lingkungan, berarti kau salah besar. Dia sudah dewasa, dan sedang melalui sebuah jalan yang disebut dengan 'Usia' yang sejalan dengan pengalaman dalam masa-masa hidupnya. Pengalaman membuat seseorang belajar, dan membentuk kepribadian diri orang itu sendiri.

Walaupun ia dikaruniai otak yang encer dan tampang yang moncer bukan berarti dia tidak pernah mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya. Seperti saat masih SD, dia akan selalu pulang dengan tangisan karena alat tulisnya yang hilang atau tasnya yang diisi batu bata oleh teman-temanya. Atau saat uang sakunya dibegal oleh teman SMP yang suka menungguinya ditempat ia memarkir sepeda.

Tentu saja ada hukum yang berlaku dalam dunia kesiswaan.
1. Terlalu pintar dan mencolok, dibully

2. Terlalu tampan atau cantik juga dibully

3. Suka Carmuk sama guru, apalagi.

4. (gak diisi, kata bocil bawa sial)

5. Terlalu jelek, makin dibully.

Mereka(pembully) itu mirip jamur disela-sela kaki, makin digaruk semakin menjadi.

Vero terlalu malas menghabiskan waktu belajarnya hanya untuk meladeni para bajingan itu, dia lebih memilih mengalah dan memberikan kompensasi agar mereka tak mengganggu nya. Seperti memberikan buku PR dan contekan saat ujian.

Hal berbeda terjadi saat ia masuk SMA. Dimana prestasi dianggap sebagai Pride dan Prestise yang berbeda, membuat seseorang mendapat strata sosial yang tinggi dan disegani dalam hubungan sosialnya. Vero nyaris tak pernah lagi dibully, ia menjadi terlalu 'High Definition' bahkan untuk seorang bajingan pembully. Alih-alih dibully, teman sekelasnya yang menyapanya saja bahkan bisa dihitung dengan jari.

Pukul 06.45.

Vero sudah duduk rapi dibangku favoritnya, pojok, kanan dan paling depan. Paling dekat dengan meja guru. Tempat paling aman dan mustahil untuk dijamah para penganggu.

Hari ini jam pertama adalah Matematika, dengan pengajar Ibu Astuti yang terkenal killer. Banyak siswa yang mengeluh mengenai ibu Astuti, bukan karena cara mengajarnya yang buruk, melainkan karena bau minyak kasturinya yang menyengat seperti kuburan baru, hingga membuat kliyengan orang yang mencium nya. Apalagi Vero yang duduk paling dekat dengan meja guru. Mabok janda lurr.

Tiba-tiba dua siluet manusia masuk ke kelas 11 IPA 3. Salah satunya adalah pak Hardi, Waka kesiswaan dan seorang siswi yang nampak asing dengan wajah clingukan.

"Jam siapa sekarang?" tanya pak Hardi, mendapati kelas kosong tanpa pengajar.

"Bu Kasturi, Pak!" ucap seorang siswa paling belakang.

Jurnal MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang