Enjoy :)
Langit bercuaca mendung hari ini. Dihari pemakaman Alex. Rena membantu diriku bersiap dikamar sementara Om Louis sekeluarga sudah berangkat terlebih dahulu menuju tempat peristirahatan terakhir Alex. Rena dengan telaten membantuku mandi, kemudian memakaikanku lotion dan kemudian membantu memakai pakaian berkabung. Aku hanya diam memandang lurus dengan tatapan kosong.
"Feb.. sampai kapan lo kayak gini? Kembalilah sadar! Alex sudah pergi." Rena menangis melihat kondisiku yang menyedihkan. "Sudah Feb... Sudah.." Rena memelukku erat. Aku tetap menatap kosong tanpa bersuara.
Di pemakaman umum sudah ramai dengan pelayat yang sebagian besar dari teman bisnis Om Antonius dan sahabat-sahabat karib Alex diluar sekolah. Aku berdiri disisi kiri liang lahat melihat perlahan peti itu diturunkan diiringi semua isak tangis termasuk tangisanku yang tanpa suara. Nico menggunakan kursi roda berada disisi seberangnya menatapku sebentar kemudian ikut menangis melihat kearah liang lahat yang perlahan dipenuhi tanah. Aku jatuh tersungkur dan berusaha menggapai kebawah tetapi Rena menghalangiku agar tidak jatuh.
"Sabar ya, Feb.. Alex sudah ditempat yang bahagia. Disisi Tuhan."
Aku masih menggapai-gapai kebawah dengan air mata yang terus menerus mengalir. Ketika semua orang telah pulang bahkan orangtua Alex, aku masih menatap kosong nisan yang bertuliskan nama Alex disana. Rena sudah meninggalkanku juga bertiga bersama Jimmy dan Nico. Aku mengabaikan dua orang disekitarku itu dan setelahnya Nico mendorong kursi rodanya pergi. Semenjak kesadarannya dari operasi tidak ada satu kali pun aku menjenguknya bahkan berbicara dengannya. Jimmy kemudian berdiri dibelakangku.
"Sampai kapan lo mau kayak gini, Feb?" Jimmy mulai mendesah. Aku tidak menjawab. "Gue minta maaf atas perkataan gue yang lalu dirumah sakit. Gue kalap karena kehilangan Alex." Jimmy kemudian meletakkan sebuah bingkisan di hadapanku. "Gue sadar Feb, Alex enggak pernah menyesali hal ini. Waktu terakhir yang gue alami bersama dia sebelum operasi, Alex selalu tersenyum dan banyak bercerita. Lo tahu hal terakhir yang dikatakan sebelum dia meninggal? Dia bilang 'gue pun enggak pernah hidup dalam penyesalan untuk semua yang sudah terjadi termasuk hari ini. Gue melakukan ini atas dasar kasih, dan lo pun harus hidup atas dasar kasih juga setelah gue pergi. Jangan membuat gue terlihat bodo setelah pengorbanan ini karena lo masih hidup dalam kesedihan' Si bodoh itu!" Jimmy mulai menitikkan airmata, begitu pula denganku "Disaat terakhirnya pun masih sempat-sempatnya memikirkan oranglain. Alex memang luar biasa." Jimmy menghapus airmatanya. "Febby... saatnya lo angkat wajah lo tinggi-tinggi dan lo bilang ke Alex disurga dengan suara lantang kalau lo bakal hidup baik-baik aja." Jimmy berlalu meninggalkanku sendiri.
Aku membuka bingkisan yang diberikan Jimmy sambil menyeka airmataku. Sebuah kamera dan sebuah surat. Aku membukanya dan sebuah peta tercetak disana. Aku bergegas bangkit dan menuju tanda yang ditunjukkan peta itu.
Peta itu menunjuk arah Pantai Marine, aku terus melangkah maju hingga sampai di rumah yang Alex berikan untukku. Aku masih mengikuti alur peta itu ketika aku berhenti pada satu titik disamping rumah yang memiliki batu karang besar, disana Nico berdiri. Aku terkejut melihatnya begitupula Nico terkejut melihatku dan sebuah kertas ditangannya. Nico menunjuk kertas ditanganku, aku memperlihatkannya. Kami saling berpandangan karena itu adalah peta yang sama. Titik itu menuju ke batu karang yang kini dihadapan kami. Nico membantuku menggali.
"Gue aja, lo masih belum kuat." Aku merebut sekop Nico dingin. Nico hanya menghela napas pendek dan mundur beberapa langkah. Aku menemukan sebuah kotak ketika sekopku buntu pada suatu benda. Aku mengangkatnya naik dan membukanya. Disana terdapat dua kotak kecil yang satu untukku dan satunya untuk Nico, aku memberikan kotak satunya kepada Nico. Aku berjalan meninggalkan Nico dan duduk di atas pasir putih yang hangat, ombak mengenai ujung-ujung jariku. Aku membuka kotak itu dan sepucuk surat ada disana. Aku membukanya dan membacanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FENNEL (COMPLETED)
Romance*Belum diedit sedikitpun. Penuh gramatikal eror.* Selalu ada alasan untuk... Memaafkan. Berharap. Mencintai. Target Audience: Remaja. TEENLIT