Adrian memandang wanita yang tengah ia cintai itu sambil terkekeh sinis. Benar kata gadis itu. Ia bukanlah orang baik dan ia bahkan rela di cap seperti itu asalkan ia dapat memiliki gadis itu sepenuhnya.
Adelia maura. Satu-satunya gadis yang bisa meraih hatinya. Gadis polos yang manis dan begitu mempesona. Hanya saja, adrian sedikit menyayangkan kenapa gadisnya itu harus mencintai orang seperti Iqbal.
Adrian mengerutkan keningnya saat kemudian ia dapati Iqbal pergi meninggalkan adelia dengan langkah tergesa.
"Drdrttt" bunyi hp adrian terdengar tak lama setelah kepergian Iqbal.
"Kenapa?"
"Maaf bos kami ada laporan baru.."
"Hm?"
"Gadis itu boss! Tania! Dia sedang melakukan percobaan bunuh diri!"
"Apa?!"
Adrian menggigit bibirnya panik. Tidak bisa. Ia tidak bisa membiarkan gadis itu bunuh diri. Gadis itu satu2nya langkah yang bsa membawanya kepada adelia. Adrian tidak bisa membiarkannya mati begitu saja.
"Apa yang harus kami lakukan boss?"
"Apakah disana tidak ada orang lain?"tanya adrian kepada suruhannya itu.
"Wahh! Beruntung sekali boss.. Sepertinya seseorang baru saja datang"
"Seseorang? Siapa? Apakah kalian pernah melihatnya selama ini dengan tania?"
"Tentu saja boss! Dia lelaki yg sama yang membantu gadis itu saat kecelakaan sebelumnya.."
Adrian mengepalkan tangannya erat.
"Iqbal.. " geramnya pelan, sesaat setelah memutuskan sambungan teleponnya.Adrian melangkahkan kakinya menuju adelia yang tengah duduk seorang diri. Tatapannya memicing melihat gadis itu tengah mengaduk-aduk makanannya tanpa ada niatan memakannya. Jelas sekali gadis itu kehilangan selera makan karna harus ditinggalkan iqbal sendirian.
"Adelia?"
Adelia menoleh terkejut saat sebuah suara bass mengambil alih indra pendengarannya.
"Kamu?" adelia menatap tajam adrian yang ada didepannya. "Apa lagi yang kamu lakukan disini?!" sentak adelia lagi.
"Hey hey.. Tenanglah babygirl aku hanya ingin menyapamu.." ucap adrian ringan. "Oh iya, dimana kekasih tampanmu itu?" tambahnya lagi seolah benar-benar tidak tau dimana saingannya itu berada.
"Kenapa kau perlu tau? Bukan urusanmu?!" balas adelia sinis.
Adrian terbahak. Kemudian tertawa lepas. Bukankah sudah ia katakan bahwa ia mencintai gadis ini? Bukankah gadis itu menggemaskan?
"Kenapa kamu tertawa seperti itu? Ada yg lucu?!" adelia menghentakkan kakinya sambil mengerucutkan bibirnya kesal.
Ah, sungguh manisnya, pikir adrian.
"Babygirl aku tau kalau Iqbal pergi mencari tania, benarkan?"
Adelia menatap adrian dengan wajah terkejut. Dari mana cowok sinting itu tau? Pikirnya.
"Hahah kau pasti berpikir aku cerdaskan?" tanya adrian menaik-turunkan alisnya dan memandang adelia dengan pandangan narsis.
"Jijik! Aku bahkan berpikir kau seperti penguntit yang tau semua gerak-gerik kami?!" cibir adelia sambil tertawa pelan.
Adrian terbahak. Lagi. Dan entah kenapa setiap ia melihat adelia ia merasa lepas. Tidak pernah ia merasa bebas sebelumnya.
Namun tidak lama setelah itu, adrian menatap tajam adelia. Hingga gadis itu merasa bahwa adrian akan membunuhnya sekarang juga karna tatapan lasernya itu.
"Kalau begitu apa kau juga tau, kalau tania melakukan percobaan bunuh diri, babygirl?"
Adelia terdiam. Pijakannya bergeming. Tatapannya kosong seolah dunia yang ia tempati ini berhenti. Ditatapnya adrian dengan pandangan yang sulit untuk diartikan.
"Apa maksudmu?" tanya gadis itu dingin.
Adrian menghembuskan napasnya kasar mengetahui perubahan yg terjadi pada gadisnya itu. Ia sedikit menyesal telah memberitahukan berita ini. Tapi bagian dirinya yang lain memaksa adrian mengakui bahwa ia telah melakukan hal yang benar dengan memberitahu adelia.
"Hm. Kemungkinan besar, Iqbal tengah berusaha menyelamatkannya saat ini." adrian menatap adelia yang tidak bergeming mendengar pernyataannya.
Adrian menghela napas kasar, lalu ia memegang erat pundak tania yang agak pendek darinya. Ditatapnya tania yang kini hanya terdiam kaku tanpa reaksi apa-apa.
"Berhati-hatilah babygirl. Jangan pernah mempercayai siapapun bahkan aku. Karena mungkin saja suatu saat mereka akan mengkhianatimu. "
Adelia memandang heran ke arah adrian. Apakah pria itu sudah gila? Begitulah pikirnya. Mana ada seseorang meminta orang lain agar tidak mempercayai dirinya sendiri. Sungguh konyol. Batin adelia.
Adrian tersenyum tipis. Tipis sekali, hingga adelia mungkin tidak akan menyadarinya. Perlahan disejajarkannya tubuhnya dengan adelia. Ia memajukan tubuhnya, hingga adelia harus menahan napas karna wajah adrian terlalu dekat dengan wajahnya. Bahkan 1 cm lagi, mungkin bibir adrian akan menyentuh bibirnya.
Adrian lagi-lagi tersenyum tipis melihat wajah adelia yang memerah. "Berhati-hatilah dengan Iqbal dan tania, aku memiliki firasat buruk tentang mereka berdua." bisik adrian menggelitik pendengaran adelia.
Gadis itu menahan napas melihat adrian yang mulai menjauhkan wajahnya, dan mulai berbalik meninggalkannya.
"Ah ya, satu hal lagi. Tenang saja aku tidak akan pernah mencium kekasih orang." ucap adrian sebelum benar-benar pergi menahan tawa.
"Pria sinting?!" pekik adelia memerah karna malu. Bisa-bisanya ia blushing di saat-saat seperti ini. Adrian itu sungguh gila. Dan kalau dipikir-pikir adrian tidak terlalu jahat, kecuali caranya memanfaatkan tania. Setidaknya begitulah pemikiran adelia saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Back Then
Teen FictionGadis itu menatap benci adelia yang kini berada didepannya. Tangannya mengepal erat. Dengan penuh isakan tangis gadis itu menggerakkan bibirnya mencoba berbicara, "Aku merelakannya untukmu. Aku melepaskan kebahagiaanku demi kebahagiaannya bersamamu...