TIGA

127 9 6
                                    

*******

Vio kembali berkendara. Pikirannya masih berantakan karena kejadian tadi. TING! Satu notifikasi 'order' masuk. Penumpang dari Amban menuju ke Sowi Gunung. "Ah sekalian ini," katanya. Lalu Vio menggeber mesin 'sahabatnya' menuju Amban.

"Siang, Mas," sapa Vio. "Siang, Kaka. Kaka tong ke kantor bupati e," kata si penumpang. "Oke, Kaka." Vio memberikan helm dan dipakai si penumpang. Keduanya menuju kompleks perkantoran Kabupaten, sekali lagi. Penumpang itu hanya cekikikan. Sepertinya, dia sibuk memainkan smartphone.

"Halo, iyo ade sabar e. Kaka ada ke om di kantor bupati dulu. Iyo, kaka ada mo minta uang. Biar tong dua pake jalan to," si penumpang menelepon pacarnya. Vio mengecilkan volume interkom. "Sabar... Sabar..." ucap Vio dalam hati. Maklum! Sejak putus dari Priscill, 6 tahun lalu. Vio sama sekali tidak punya pacar.

Keduanya tiba di kantor Bupati. "Kaka, sa bayar deng OJ-Cash e?" kata si penumpang. "Oke kaka," sambung Vio. Setelah beberapa menit, transaksi selesai. Vio baru memutar motor saat Vio bertemu bapak yang tadi pagi jadi penumpangnya.

"Siang, Bapa. Maaf Bapa. Sa ojek yang tadi pagi," kata Vio. "Oh iyo, Mas. Bagaimana e?" tanyanya. "Ini, tadi pagi uangnya masih ada kembalian." Vio mengeluarkan uang 30 ribu. "Oh astaga! Iyo, sa lupa. Makasih banyak e, Mas," balasnya. "Iya Bapa. Sama-sama," kata Vio

***

TING! Notifikasi order masuk. Kali ini mengantar paket. Dari kantor Bupati menuju kantor Gubernur. Untung Vio belum pergi dari situ. "Saya di lobi ya" pesan singkat Vio pada pelanggan.

Seorang 'office boy' memberikan paket yang harus diantar. "Mas, ini paketnya. Di antar ke Biro Umum," kata si OB. "Oke, Kaka," kata Vio. "Ini ongkos antarnya." Si OB memberikan dua lembar uang 10 ribuan. "Oke, Kaka. Makasih," lanjut Vio.

Karena tinggal di sekitar kompleks perkantoran Provinsi. Vio sangat hafal dengan kondisi jalan. Dia memutuskan melewati jalan baru yang tidak selalu dilewati orang. Jalannya mulus dan berkelok, membelah gunung dan hutan. Vio sangat suka melewati jalan itu. Jalan itu selalu dia lewati saat 'Sunmori' sepulang ibadah minggu.

Kurang dari 10 menit, Vio tiba di kantor Gubernur. Melapor pada satpam yang lalu mengantar Vio sampai di Biro Umum. Tiba di Biro Umum, dia disambut Eleanor. Kawan sebangkunya sewaktu kelas 2 SMA.

"Eh Vio! Mama eee. Sa kira sapa yang antar kah?" sambut Eleanor. "Ado sodara! Apa kabar?" tanya Vio. "Bae-bae ini. Oh ini dari kantor Bupati tadi kah?" tanya Eleanor. "Yoi!" Vio memberikan paket itu pada Eleanor.

"Jadi, sekarang ko ojol e?" tanya Eleanor. "Iyo," kata Vio. "Baru ko pu Ninja 250?" tanya Eleanor. "Su berubah jadi N-Max yang sa pake ini," kata Vio. "Pekerja keras! Padahal rumah besar, tanah luas, saham dimana-mana, sekolah di Jerman. Ko andalan!" lanjut Eleanor. "Sa malas bagantung dengan harta ortu. Itu kan dong punya," jawab Vio.

"Iyo, ko benar skali sodara." Eleanor setuju. "Sodara, sa 'narik' lagi dulu e. Makasih su cerita-cerita. Kalo perlu hubungi saja," kata Vio. "Oke, hati-hati sodara. Sampai ketemu lagi," kata Eleanor.

***

TING! Satu orderan masuk. Penumpang, harus diantar ke perumahan Marina Swavenia, dari salah satu bank BUMN, di Sanggeng. Vio tidak memperhatikan siapa penumpang sore itu.

Vino memastikan helm penumpang tetap bersih dan menyemprotkan anti bakteri. Lalu menuju bank yang dimaksud. "Saya sudah di ATM ya," pesan singkat Vio. "Tunggu ya, aku udah mau turun," balas si pelanggan.

Setelah menunggu 5 menit. Vio melihat cewek 'seksi' tadi pagi, berjalan ke ATM. Vio membalikkan badan segera. Si cewek berhenti di ATM dan menelepon. Handphone ojol Vio berbunyi. "Mas, aku sudah di ATM. Masnya dimana?" Suara penumpangnya di telepon.

Vio melirik ke arah si cewek, "Astaga. Kenapa dia lagi?" katanya. Karena cewek itu yang menelepon Vio di handphone ojolnya.

Vio harus profesional. Dia menghampiri si cewek 'seksi' yang membuatnya minum air di mangkok cuci tangan. Akibat salah tingkah, tertangkap basah sewaktu matanya menikmati indah pemandangan tubuh seorang bidadari berwujud karyawati bank. Pagi tadi, di warung nasi.

***

"Mbak Pricill ya?" tanya Vio. "Oh, Mas Stelvio?" jawabnya. "Mari, Mbak." Vio mempersilakan Pricill naik ke motor. "Oh, 'matic' ya? Kirain moge, Mas," jawab Priscill.

"Anjiiir!" ucap Vio dalam hati. Vio mengatupkan bibir. Menahan malu dan kerasnya detak jantung yang menggedor tulang rusuk. Seperti mau keluar dan menari di 'paving' parkiran. What!

"Ini helmnya, Mbak." Vio memberikan helm pada Pricill dengan tangan gemetar. "Pakein dong, Mas! Tanganku penuh," minta Pricill. Padahal dia hanya memegang smartphone dan tasnya digendong.

Tangan Vio gemetar saat memakaikan helm di kepala Pricill. Pricill tertawa kecil melihat tingkah Vio. Kali ini, bahkan lebih lucu dari saat terakhir Vio memakaikan dia helm. 6 tahun lalu.

"Sudah Mbak. Mari," kata Vio. Pricill naik ke motor dengan posisi duduk perempuan. Pricill tahu betapa malu, gugup dan salah tingkahnya si mantan. "Motornya enak, Mas. Nggak bikin pegel kaya dulu," katanya.

"Anj***ng! Kenapa dia lagi?" teriak Vio dalam hati. "Iya, Mbak. Kenyamanan penumpang itu wajib," balas Vio. "Mas, tasku taro di depan bisa?" minta Pricill. "Bisa mbak," jawab Vio.

"Ayo jalan Mas!" Tangan kanan Pricill memeluk pinggang Vio. Vio menelan ludah. "Aku takut jatuh," sambung Pricill. "Iya, Mbak. Silakan," Vio berbisik. Pricill mendengar semuanya di interkom, dengan jelas.

*******

Sesuai aplikasi ya? (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang