SEMBILAN

55 5 2
                                    

*******

Sore itu, Vio baru selesai 'narik'. Karena baterai handphone ojolnya habis, Vio memutuskan untuk menyudahi narik sore itu. Vio berkendara sambil menikmati jalan raya sore itu. Udara yang sejuk, sinar matahari yang lembut membuat suasana semakin menyenangkan. Vio tersenyum karena sore itu luar biasa melegakan untuknya.

Di pinggir jalan, dekat rumah makan, Vio melihat sepasang muda-mudi yang berdiri di samping motornya. Keduanya bertengkar. Entah apa yang terjadi diantara mereka. Vio melambatkan "sahabatnya", karena Vio agak 'kepo'.

Vio memutuskan ingin makan dan dia berhenti di rumah makan tempat pasangan itu berdiri. Mereka masih disana, bertengkar semakin hebat. Vio mencoba mendekati mereka karena Vio makin 'kepo'.

***

Si cewek meneriaki si cowok. Si cowok nampak kalap dan tidak mampu menahan diri. Tangannya diayunkan pada wajah si cewek. Vio bereaksi karena keadaan menjadi panas!

PLAK! Tamparan dilayangkan si cowok. Si cewek berdiri mematung. Bukan karena dia terkejut dan kesakitan ditampar. Tapi karena seorang ojol yang menerima tamparan dari pacarnya. Ya! Vio yang menghadang tamparan cowok itu. Wajahnya merah dengan bekas tamparan di pipi kirinya.

"Ko siapa!" bentak si cowok itu. "Wets! Sabar bro. Jang pukul-pukul begitu. Selesaikan baik-baik," kata Vio. "Ko jang ikut campur sa pu urusan e!" bentak si cowok itu. "Tidak, tidak. Sa tra ikut campur. Hanya jang berkelahi di sini bro. Tra enak dengan orang-orang," lanjut Vio.

Benar yang dikatakan Vio. Mereka sudah jadi bahan tontonan. Si cewek mundur pelan-pelan. Malu karena 'main india' mereka di pinggir jalan sore hari itu

"Lebih baik begini. Mari tong ke dalam, makan dulu. Baru kam dua selesaikan baik-baik e. Jang pukul-pukul. Sakit kawan," kata Vio. Si cowok itu diam beberapa saat dan akhirnya setuju. Ketiganya masuk ke rumah makan.

***

"Oke. Kam pesan makan apa saja situ yang kam mau. Asal kam duduk sini, makan. Habis makan, baru kam dua bicara baik-baik," kata Vio. Pasangan itu setuju. Mereka memesan makan dan akhirnya duduk makan. Vio duduk di meja seberang. Memberikan pasangan itu privasi.

Mereka berdua masih berbicara. Vio membayar makanan mereka dan dia sendiri. "Mas, itu kenapa?" tanya pemilik rumah makan. "Kurang tau. Tadi sa liat, dong dua su bakalai di depan situ," jawab Vio. "Ohhh. Iya mas, bagus kalo mereka bisa duduk bicara baik-baik begitu. Daripada teriak-teriak di pinggir jalan macam tadi. Tidak baik juga," sambung pemilik rumah makan. Vio kembali duduk di kursinya.

Setelah hampir setengah jam. Pasangan itu berdiri dan si cowok pergi meninggalkan cewek itu. Vio mendekati si cewek. Cewek itu menangis.

"Mbak, kenapa?" tanya Vio lembut. "Da kas putus saya," jawab si cewek dengan muka sembap dan mata merah karena menangis. "Sudah mbak. Tra papa mbak," kata Vio. "Mas... Makasih... e" balas si cewek dengan terbata-bata. "Iyo sama-sama mbak," balas Vio.

"Baru, mbak pulang bagaimana nanti?" tanya Vio. "Tra tau mas. Sa trada uang, hape mati," keluhnya. "Ya sudah. Nanti sa antar pulang mbak. Rumah dimana mbak?" lanjut Vio. "Di kota mas. Jalan Merdeka," jawabnya. "Oke oke. Mari sudah. Sa antar mbak," jawab Vio.

***

"Sudah mbak?" tanya Vio. Si cewek tadi menangis dan bersandar pada punggung Vio. Vio berkendara dengan pelan. Tangisan cewek itu terus terdengar di interkom. Vio miris sendiri jadinya.

"Sa kira da cowo baik-baik. Ternyata da selingkuh sama sa pu sahabat," ucap si cewek spontan. Vio jadi bingung dengan keadaan itu. "Mbak, sudah. Di lepaskan saja mbak," kata Vio. "Mas, sa su cinta sama dia. Sa su sayang sama dia. Terus kenapa da sampe selingkuh dengan sa pu sahabat begitu? Sa ni kurang apa untuk dia?" ungkap si cewek.

Vio hanya diam saja. Mendengar semua curahan hati cewek itu. Sepanjang jalan, cewek itu terus bercerita tentang kejadian yang menimpanya. Vio hanya mendengarkan.

"Mbak. Di depan su jalan Merdeka. Mbak pu rumah yang mana e?" tanya Vio. "Itu mas, warna krem sebelah kanan." Si cewek itu menunjuk sebuah rumah besar berlantai dua. "Wih, cewe kaya ni" kata Vio dalam hati.

***

Vio berhenti di depan rumah itu. Cewek itu turun dari ojek. Masih menangis. "Mbak, sa antar ke dalam e?" Tawar Vio. Si cewek mengangguk.

"Malam... Malam..." Vio menyapa. "Malam... Maaf mas, cari sapa e?" tanya seorang ibu. "Mama..." si cewek menghambur ke pelukan ibu itu. "Lexi. Ada apa? Ko jatuh dari motor kah?" tanya ibu itu. "Tidak ma. Marko kas putus saya," ucap si cewek yang dipanggil Lexi ini.

"Ibu, tadi da berkelahi dengan da pu cowok di jalan, sa yang pisahkan. Baru da pu cowo kas tinggal dia. Jadi sa antar dia ke sini," terang Vio. "Oh iyo iyo mas. Makasih banyak e!" si ibu kaget dan kelihatan lega. "Iya ibu, sama-sama. Sa pamit dulu ibu," kata Vio.

"Eh, mas tunggu sebentar. Mas pu nama sapa e?" tanya si ibu. "Sa Stelvio ibu. Panggil saja Vio," kata Vio. "Ya sudah ibu, sa pamit. Selamat sore," jawab Vio. Dia langsung menyalakan "sahabatnya" dan pulang. "Yah, semoga si cewe itu dapat cowo yang lebih baik," ucap Vio dalam hati.

***

Sampai di rumah, Bi Ina sudah membuka pintu. Seperti biasa, menanyakan bagaimana keadaan Vio di jalan hari ini. Vio mandi dan makan. Setelah makan malam, Vio menonton televisi bersama keluarga.

Vio kaget karena ada berita kebakaran. Terjadi di daerah kampung Bugis. Perumahan padat penduduk. Banyak rumah yang hangus terbakar. Kerugian mencapai ratusan juta rupiah. Vio ingat, di sana juga banyak teman-teman sesama ojol yang tinggal.

Di tempat tidurnya, Vio gelisah. Dia punya sebuah ide yang mungkin harus dilakukan untuk membantu korban kebakaran itu.

*******


Sesuai aplikasi ya? (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang