Promise
[ pa-rom-iss ] • noun
A promise is something you'd use to see if you can trust a person. People who say things like promises are meant to be broken, are the people who have never met someone that they actually trust.🌨🌨🌨
"Gue suka heran deh, orang pacaran itu kalau ngechat pada bahas apa aja sih?" Sean bertanya dengan mata yang terfokus pda gadgetnya. Meski mulutnya sedaritadi bercekcok, matanya tak kunjung lepas dari benda pipih itu.
"Lo nanya siapa?" Rangga menoleh.
"Ya Sam lah, emangnya lo pada ada pacar?!" Sean menatap balik ke arah Rangga dengan sinis.
"Nggak nyadar lo, nyet."
Samuel yang baru saja selesai membeli teh manis dari kede yang sudah menjadi tempat tongkrongan mereka, menjawab. "Ya banyaklah," ujarnya dan langsung duduk di sebelah Reza.
"Ya banyaknya apa aja? Ntah kenapa gue selalu kepo tentang itu," tambahnya lagi.
"Lo mah selalu kepo tentang semuanya." Cibir Rangga terkekeh yang hanya dibalas dengan tatapan tajam dari Sean.
"Ya makanya cari pacar sono," Samuel berkata sembari meminum tehnya.
"Sean? Mau punya pacar?! Halah, mana ada yang mau. Laki-laki males mandi kaya gini sok mau punya cewek. Mimpi kali!" Celetuk Reza menggelengkan kepala.
"Gigi lo ngembang! Gue jarang mandi juga hemat air! Kasian nyokap-bokap bayar uang air mahal-mahal. Kita itu sebagai anak harus berbakti!" Sean berucap seolah pendapatnya yang paling benar.
"Hemat your head!" Rangga menoel pipi Sean.
"Lagian gue juga jomblo bukan karna nggak ada yang mau. Tapi, terlalu indah tuk dimiliki," lelaki itu tersenyum penuh percaya diri menanggapi tatapan jijik dari teman-temannya.
"Menjijikkan bahasa lo, nyet."
"Ih serius dong, Sam. Kasitahu gue!! Gue pingin banget tahu apa aja bahan obrolan lo sama Kesya," kali ini Sean terlihat begitu serius bertanya. Ia benar-benar sangat penasaran dengan jawaban dari pertanyaannya. Entah atas dasar apa, ia sendiri tidak tahu. Jiwa ke-kepoannya sedang membara.
"Ya biasa. Tentang sekolah, tuker-tukeran pendapat, bahas masalah yang nggak penting dan sampai penting."
Sean tampak mengangguk-anggukkan kepalanya. "Terus, kalian sering ngomongin tentang Bianca juga nggak sih?"
Mendengar pertanyaan itu Reza dan Rangga sontak menoleh secara perlahan. Penasaran akan apa yang akan dijawab Samuel.
"Jarang sih. Paling kalau gue batalin janji aja baru bahas itu. Tapi, Kesya suka kaya ngalihin ke topik yang lain gitu," jawab Samuel santai.
Sean mangut-mangut mengerti. "Penyabar banget anjir cewek lo! Pingin juga."
"Kenapa?" lelaki berkaos hitam polos itu mengerutkan keningnya.
"Ya iyalah. Dia kayanya nggak pernah gitu marah sama lo karna sering betalin janji, atau bahkan lebih milih habisin waktu bareng Bianca. Salut gue," jawabnya.
Rangga yang berperan sebagai pendengar mengangguk setuju akan apa yang dikatakan Sean.
"Yakan itu karna Kesya tahu Bianca lagi butuh gue banget. Lo pada jangan nething," Samuel terkekeh pelan. Sejauh ini, ia belum pernah melihat Kesya marah betul terhadap dirinya karena ia lebih banyak menghabiskan waktu pada Bianca. Paling, ya hanya sekadar kesal saja. Karena Samuel tahu betul, Kesya sangat sulit untuk marah pada dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
patience
Teen FictionPatience is the key, because when the right time comes, it will be very beautiful and totally worth the wait. "I hope you're aware." ~ Kesya Avani.