Advice
[ ədˈvīs ] • noun
Guidance or recommendations offered with regard to prudent future action.🌨🌨🌨
"Sya, please deh cerita sama kita-kita. Muka lo dari tadi pagi kusut banget. Nggak biasanya," Oci terus memaksa Kesya agar gadis tersebut mau berbagi cerita dengan sahabatnya.
"Iya, Sya. Lo ada masalah apa? Cerita dong sama kita-kita. Masa main rahasia-rahasiaan sih. Lo nggak inget sama janji kita tiga, untuk selalu jujur sama masalah yang kita hadapi?" timpal Gita seraya mencoba mengingatkan Kesya kalau saja gadis itu lupa akan janji persahabatan mereka.
Kesya tersenyum manis. Ia merasa sangat beruntung memiliki sahabat seperti Oci dan Gita di hidupnya. Kedua gadis itu sangat peduli tentang semua apa yang terjadi di hidup Kesya. "Iya, gue inget kok."
"Ya kalau inget, cerita dong! Gimana sih!!" Oci berdecak kesal.
Gadis dengan rambut yang tergerai anggun itu menghela napas berat.
Baru saja Kesya mau memulai permasalahannya, Oci lebih dulu memotong ucapan Kesya. "Tunggu! Biar gue tebak," ujarnya serius.
Kesya menatapnya dengan tatapan yang bertanya-tanya. "Apa coba?"
Oci mengangkat dagunya sombong, dan mulai menjawab dengan penuh percaya diri. "Prediksi gue nih ya, ini mah masalah Sam, yakin banget gue!" Jawabnya dengan keyakinan penuh.
Kesya membelalakkan matanya. "Kok lo tahu?"
"Ya ampun, Kesyaku sayang. Kita ini udah berapa tahun sih sahabatan? Dan udah berapa tahun juga lo pacaran sama Sam? Ya jelaslah gue tahu. Perubahan lo waktu berantem sama Sam itu udah hapal banget gue," ucap Oci yang benar-benar sudah memahami Kesya.
"Setuju gue! Gue juga mikirnya gitu sih. Tapi, ya mau nunggu Kesya cerita aja dulu," Gita membalas seraya mengangguk. "Kenapa emangnya, Sya? Masalah Bianca lagi?"
Kesya mengangguk lesu. "Dia ngeselin banget, Git! Masa minta-minta peluk sama Sam, padahal dia sendiri tahu kalau gue ada di sana." Adunya yang masih tersulut emosi.
"Ya ampun BianCabe! Berani banget sih tuh cewek gatel! Nggak nyadar apa dia dijagain Sam kaya gitu karna penyakitan!" Oci mencak-mencak kesal.
"Ci, nggak boleh ngomong gitu!" Meski perasaan tak suka Kesya masih bertengker di hatinya, tetap saja Kesya tidak setuju Oci mengatakan seperti itu kepada Bianca. Toh Bianca juga tidak mau memiliki penyakit itu.
"Lah kan emang bener Sya! Dia itu udah kelewatan banget. Apa masih kurang waktu Sam udah buat dia semua?! Bahkan lo yang pacarnya aja jarang dikasih waktu sebanyak itu. Lah dia? Ish, kesel gue sumpah!"
Kesya membisu.
"Tapi, menurut gue nih ya, Bianca nggak sepenuhnya salah sih," ucap Gita mengangkat suara.
Oci mengerutkan keningnya.
"Kan lo bilang dia minta-minta peluk, apa Sam meluk dia semalem?" Gita bertanya untuk memastikan sebelum menghakimi.
"Waktu Bianca minta, Sam nggak mau. Tapi, waktu mau pulang, Sam meluk Bianca," jawab Kesya dengan suara yang memelan. Hatinya jelas masih sakit jika mengingat kejadian semalam. Dadanya terasa terhimpit.
"Nahkan, nggak sepenuhnya salah Bianca, Ci. Nih ya, kalau Sam tahu lo ada di sana, dia pasti nggak akan mau meluk Bianca di depan lo. Dia pasti jaga perasaan lo sebagai seorang pacar. Lah, tapi apa? Dia meluk Bianca kan?"
Gadis dengan rambut sepundak itu mengangguk-angguk. "Lah bener juga, cuk," Oci membenarkan pendapat Gita.
"Sam sih nggak ngotak juga! Ih sebel banget gue sumpah! Yuk labrak Sam sekarang, yuk!" Oci menaikkan lengan seragamnya, dan bangkit dari duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
patience
Teen FictionPatience is the key, because when the right time comes, it will be very beautiful and totally worth the wait. "I hope you're aware." ~ Kesya Avani.