3. Kepergian (Revisi)

55.6K 6.2K 263
                                    

Sejak kecil, Naya paling anti masuk dapur karena di sana Naya hanya akan menjadi babu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak kecil, Naya paling anti masuk dapur karena di sana Naya hanya akan menjadi babu. Diminta mengupas bawang, mencuci piring, memotong sayur, pokoknya semua pekerjaan yang tidak dia suka.

Ibunya sering meminta Naya agar mau belajar masak. Menurutnya itu hanya akal-akalan sang ibu agar dia bisa duduk sambil memerintah sementara Naya yang bekerja keras membuatkan makanan. Naya benci memasak. Dia benci membersihkan bahan, menyiapkan peralatan, juga saat dia terbatuk karena bumbu yang menyengat.

Namun ketika dia diam-diam mengintip Dean yang memasak, Naya seketika malu. Dean dengan celemek coklatnya itu begitu cekatan mengolah ayam pemberian Sania. Kalau begini tanpa disuruh Sania pun, Naya tidak akan menawarkan diri membantu Dean memasak. Ya daripada dia merasa malu karena ketidakbecusannya di dapur.

Rasa minder yang bercokol di hati Naya semakin membesar saat mencoba rica-rica yang telah tersaji di meja makan. Ayamnya empuk, bumbunya meresap dan pedasnya pas. Rica-rica ini enak sekali dimakan dengan nasi panas.

"Enak, kan?" tanya Sania.

Naya dengan mulut penuh mengangguk cepat.

"Orang lagi makan jangan diajak ngobrol, San," tegur Bagus. Sania tampak acuh.

"Mas Dean nggak ikut makan, Mbak?" tanya Naya setelah menelan nasi di mulutnya.

"Dean mah emang gitu, Nay. Dia kalau masak nggak begitu suka makan makanannya, cuma suka masaknya aja. Padahal masakannya enak gini."

"Mbak Sania sering minta Mas Dean masak."

"Sering. Biasanya beli bahan mentah kayak ayam tadi, terus bisa buat makan bareng-bareng. Aku senang bisa makan enak, Dean senang bisa masak."

Naya baru ingin mengatakan sesuatu saat pintu kost mereka dibuka. Seorang perempuan cantik dengan ransel di punggungnya terlihat memberikan senyum lelah.

"Lagi pada makan apa, nih?" Perempuan itu mendekat ke meja makan.

"Udah pulang?" tanya Dean yang tampaknya buru-buru keluar dari kamar begitu mendengar suara Maura.

"Ini udah di sini, berarti udah pulang."

"Kok nggak bilang? Kenapa nggak minta jemput?"

"Aku bareng teman. Kan nggak semua hal aku harus minta tolong kamu. Aku nggak mau ngerepotin."

"Jadi ngerepotin temen nggak apa-apa?"

Naya mengehentikan gerakan tangannya. Dia menatap canggung pasangan yang sedang bertengkar itu. Rasanya menakutkan sekali melihat Dean yang biasa diam itu marah-marah seperti ini.

"Kamu apaan, sih? Aku pulang diantar temen aja jadi masalah. Nggak malu diliatin yang lain?" Maura meninggikan suaranya.

Dean mengerutkan dahi, membuat alisnya bertaut. Selama ini dia jarang atau mungkin tidak pernah mendengar Maura membentaknya seperti itu.

Butterfly Effect (COMPLETE) ✅ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang