"Lo sih yan, ngajak kita-kita ngegame mulu! Telat masuk kelas kan? Ish nyesel gue," jengah, Dean memilih tetap membersihkan lantai dengan kain pell nya daripada harus menghadapi ocehan Rilla yang tidak ada habisnya.
"Goblok, nyesel-nyesel gitu tadi nikmati juga kan lo?" Rilla mencibir jawaban Devi yang ternyata tidak mau sependapat denganya.
"Tau ah dark. Besok-besok gamau lagi gue, cape tau gak dihukum."
"Bege, namanya juga dihukum ya pasti cape lah," mendengus, Rilla mendudukkan dirinya dilantai yang sudah sedikit kering. Hera tak pernah mau membelanya membuat ia kesal.
"Rill, kagak usah kayak pengemis deh. Miris gue liatnya" ejek Liant sambil berjalan kearah Rilla dan duduk disebelah cewek itu.
"Bangke! Lo juga nyet!" ketus Rilla namun hanya dibalas cengiran oleh Liant.
Melihat Rilla dan Liant yang sedang istirahat Hera segera menjatuhkan alat bersih-bersihnya dan ikut duduk disamping Liant, membiarkan Devi dan Dean yang menyelesaikan tugasnya sambil sesekali bercekcok.
"Mandi keringat gue," keluh Hera sambil mengibas tangan di depan wajahnya. Cewek itu terlihat sangat kelelahan.
"Shit! Bentar lagi jam istirahat anjir. Lama bener kita siap," kali ini Liant yang mengumpat, cewek itu menendang-nendang udara sangkin kesalnya.
BUK!!
Rilla membulatkan matanya saat melihat ember yang berisi air sabun tumpah kelantai karena terkena kaki dean. Bukan hanya Rilla yang kesal sekaligus kaget keempat temanya pun begitu.
"ASTAGA DEAN! DEVI!" Hera memekik kesal, matanya menatap kedua cewek itu tajam, sialan.
"Duh kalo gini kita harus ngerjain lagi, padahal tinggal dikit lagi suer, ihh gamau gue capekkk," Rilla merengek kesal bahkan matanya sudah berkaca-kaca akibat terlalu lelah. Dean dan Devi menatap teman-temanya memohon maaf membuat Liant dan Hera menghela nafas kasar lalu mengangguk.
Teng! Teng! Teng!
Suara bising mulai terdengar saat bell istirahat berbunyi. Dan itu mampu membuat 5 sekawan ini panik. Karena lantai pasti akan kotor kembali akibat sepatu-sepatu laknat para murid.
Rilla segera bangkit dan menghadang jalan agar para murid tidak asal menginjak lantai, namun sia-sia tubuh Rilla terlalu kecil untuk menahan jumlah mereka yang banyak.
Bibir cewek itu sedikit maju, matanya mulai berkaca-kaca, nafasnya mulai tidak beraturan saat bokongnya mencium lantai akibat dorongan salah satu siswa. Bahkan matanya menyorot sendu lantai yang kembali kotor. Rilla bersumpah jika tubuh nya mendadak tinggi ia akan mematahkan semua kaki yang mengotori lantai itu.
"Ihh ngeselin!!" Rilla menendang-nendang genangan air yang sudah berubah menjadi bewarna coklat itu kesal, ia sudah tidak peduli lagi dengan rok dan bajunya yang basah sekaligus kotor. Keempat temannya menatap Rilla geli, cewek itu sangat terlihat lucu saat ini walaupun sedang menangis. Ya, Rilla menangis karena kekesalannya sudah memuncak.
Mata Rilla membulat saat melihat kesembilan cowok sedang berjalan kearah dirinya, siapa lagi kalau bukan Gavka dan teman-temannya. Menatap diri sendiri yang begitu kotor, Rilla lansung mendirikan dirinya dan mencoba lari, namun sepertinya keberuntungan tidak berpihak pada cewek itu sekarang, karena baru beberapa langkah Rilla berjalan dirinya sudah kembali duduk kelantai akibat terpeleset air sabun tadi.
Gelak tawa mendominan disekitar Rilla, membuat cewek itu mendengus malu, kaki nya terasa nyeri membuat Rilla mengurungkan dirinya untuk kembali bangkit, sedikit melirik teman-temanya Rilla lansung berdecak kesal saat melihat teman-temannya tertawa keras.
"Loh adek manis ngapain berenang disitu?" Rilla tidak berniat menoleh kebelakang, dirinya terlanjur malu untuk menampakan wajahnya terlebih lagi disana terdapat Gavka.
"Gav, cewek lo kenapa?" Gavka menatap malas Morgan lalu sedikit menggelengkan kepalanya "bukan cewek gue," balasnya singkat.
Sumpah, demi apapun Rilla ingin berlari saat ini juga, namun sayang kakinya terasa sangat sakit membuatnya lagi-lagi mengeluh kesal. Bahkan bibirnya hampir terluka karena terlalu lama ia gigit.
Gavka berjalan melewati Rilla menuju kantin tanpa berniat menoleh pada cewek itu dan itu berhasil membuat kelapan temanya menggeleng heran, Gavka itu manusia bukan sih?.
Karena merasa canggung Nuke memberi kode agar segera mengikuti Gavka dan meninggalkan cewek itu sendiri, ya sendiri karena Hera, Dean, Devi dan Liant dipanggil oleh guru bk entah untuk apa.
Menghela nafas, Rilla memejamkan matanya lega saat Gavka sudah pergi bersama teman-temanya, namun tidak bisa dipungkiri hatinya sedikit tercubit saat Gavka sama sekali tidak peduli padanya.
Menyeret diri ketembok adalah pilihan Rilla, cewek itu segera berdiri sambil bertumpu pada tembok, kakinya benar-benar terasa sakit.
"Eh?" Rilla membelakkan matanya kaget saat cewek itu sudah berada didalam gendongan cowok idamanya, siapa lagi kalau bukan Gavka. Jantungnya berdebar kencang sambil sesekali menatap wajah cowok itu dari bawah.
Tidak ingin membuang sia-sia kesempatan ini Rilla dengan cepat menyandarkan kepalanya didada tegap Gavka, menghirup aroma khas cowok itu dalam. Wanginya sangat menenangkan, hampir membuat Rilla terbang kealam mimpi kalau saja Gavka tidak menurunkannya dikasur uks.
"Kak-"
"Gak usah baper, gue gendong lo karna Kiki yang maksa gue. Bilang makasih sama dia jangan ke gue." Rilla tidak menghilangkan senyumnya bahkan cewek itu tersenyum semakin lebar. Ini pertama kalinya Gavka berbicara kepadanya membuat rilla senang bukan main, bahkan ia tidak peduli jika Gavka terpaksa menggendongnya yang penting digendong!.
"Iya beb, gak baper kok nggak cuma seneng doang." Rilla terkekeh geli saat mendapat tatapan sangar dari Gavka. "Terserah," tawa Rilla semakin kencang membuat Gavka menatap cewek itu aneh.
Gila!.
"Gue keluar, pakek seragam yang disebelah lo." Rilla melirik baju yang berada disampingnya lalu menghormat layaknya polisi.
"Aye aye capten!" Tidak menghiraukan Rilla, Gavka lansung keluar dari uks meninggalakan Rilla yang menjerit kesenangan.
"Kalo gini mah gue rela jatoh tiap detik." Pikir Rilla gila, cewek itu bertepuk tangan kencang sambil menggigit bibirnya gemas bahkan melupakan kakinya yang sakit.
─────── .°୭̥ ❁ ˎˊ˗
"Serius Ril? Lo digendong kak Gavka?" Rilla mengangguk bangga. Bahkan cewek itu tersenyum lebar, "Iyadong, hebat kan gue." Devi mendecih saat mendengar ucapan Rilla.
Kelima cewek itu berjalan menuju gerbang sekolah, kaki Rilla masih sakit tapi sudah tidak seberapa dan sudah bisa berjalan.
"Dek manis, gak mau diantar pulang nih ama aa Gavka?" tanya Ryan yang sekarang berdiri didekat Rilla dan teman-temannya. Mendengar ucapan Ryan, arilla menggeleng pelan, diantar? Sama saja ngebongkar rahasia sendiri. Pikir Rilla.
"Loh-"
"Eh lo cewek yang waktu itu gue ciduk ngebokep sama Lera kan?" Mata Devi membulat saat Kiki menunjuk dirinya, cewek itu gelagapan membuat Kiki tersenyum senang.
"Nah kan! Bener gue, lo cewek cantik itu kan? Yang sama Lera?" Pipi Devi sedikit memerah saat Kiki mengatakan bahwa dirinya 'cantik'.
"A-apsih enggak ya!" Tukas Devi malu, cewek itu dengan cepat lari dari tempatnya membuat Kiki bingung sedangkan yang lainnya tertawa-minus Gavka.
"Muka lo serem sih Ki, kabur kan," lagi-lagi gelak tawa terdengar, Kiki mendengus kesal lalu pergi membuat teman-temanya semakin tertawa.
"Anjir ambekan kek cewek, yaudah kita-kita balik luan ya!" Rilla dan teman-temanya mengangguk sambil memperhatikan kelapan cowok itu yang berjalan menyusul Kiki.
TBC!!!.
Hai jangan lupa vote nya^^
Terima kasih!
KAMU SEDANG MEMBACA
Gavka My Choice
Fiksi RemajaGavka Surya Lesmana, Cowok yang sering disebut sebagai bintang sekolah, dan pujaan hati para gadis. Tampan, berasal dari keluarga berada, pintar, kapten basket, adalah ciri-ciri menonjol cowok itu. Namun sayang, Gavka itu introvert. Membuat dirinya...