Bab 1

41 2 0
                                    

Azhira Amethari adalah gadis yang merutuki hidupnya. Saat berumur lima tahun ia berserta ibunya mengalami kecelakaan. Ibunya meninggal dunia, sementara dia koma selama tiga bulan. Ayahnya telah meninggalkan dia dan ibunya saat berusia dua tahun.

Saat terbangun dari koma, ke janggalan mulai terjadi. Pada saat tengah malam dia keluar ke koridor rumah sakit yang sepi. Dia mendengar banyak sekali suara bisik-bisik. Sementara Bibinya tidur terlalu nyenyak sehingga tidak merasakan kepergian Zhira.

Suaranya semakin jelas terdengar. Lampu di koridor berkedip-kedip. Zhira sebenarnya takut. Tapi rasa takut itu terkalahkan oleh rasa penasarannya.

Zhira tiba di depan sebuah bangsal, bangsal 13. Pintunya tertutup rapat.
Dia mengintip di balik jendela dengan memanjat kursi. Dia tau bangsal ini kosong. Dia melihatnya kemarin sore saat di ajak bibinya jalan-jalan keliling rumah sakit.

Matanya membulat sempurna. Di dalam sana ada beberapa suster, dokter dan pasien dengan pakaian bersimbah darah. Banyak bekas luka dan goresan. Juga bagian tubuh yang sudah tidak lengkap. Suara berdesis-desis, teriakan memekik dan bau anyir busuk keluar dari bangsal itu. Zhira menutup wajahnya dengan tangan. Dia benar-benar takut sekarang.
Dia turun dari kursi itu dan menutup mulutnya agar suaranya tidak terdengar oleh mahluk-mahluk itu.

Tak lama terdengar derap langkah yang kian mendekat. Zhira semakin ketakutan. Dia menyembunyikan wajahnya di antara lututnya. Derap langkah itu berhenti tepat disampinya.

"Kenapa kau disini?" Tersedengar suara merdu. Zhira merasa pundaknya di pegang pun berusaha mendongakkan badannya. Sosok remaja berumur sekitar tujuh belas tahun tersenyum padanya.

"Kembalilah ke kamarmu sekarang! Kau tidak mau kan mereka menangkapmu?" Zhira menggeleng pelan.

"Ayo pergi! Sebelum mereka melihat kita." Gadis itu menarik tangan Zhira. Hawa dingin berada di sekitarnya. Zhira hanya mengangguk mengikuti gadis yang membawanya.

"Namaku Asifah, nama mu?"

"Namaku Azhira Amethari kau bisa memanggilku Zhira." Gadis itu tersenyum ke arah Zhira.

"Zhira, sekarang masuklah keruanganmu! Jangan keluar pada saat tengah malam meskipun kau mendengar suara berisik sakalipun! Berjanjilah padaku Zhira, bahwa akan terus menjalani hidupmu meski terasa sulit. Kau harus bertahan." Gadis itu mengacungkan kelingkingnya begitupun dengan Zhira.

"Baiklah kak Asifah, Zhira berjanji." Jawabnya tersenyum.

"Semoga kita bertemu lagi Azhira." Gadis itu tersenyum saat Zhira membuka pintu. Zhira ingin membalas ucapan Asifah, tapi saat bebalik, gadis itu sudah hilang.

Keesokan paginya.

Saat Zhirah tengah di suapi bubur oleh Bibinya di taman, seorang dokter menghampiri mereka.

"Azhira bagaimana keadaanmu sekarang?" Tanya dokter itu ramah.

"Baik, om dokter. Sebentar lagi Zhirah udah boleh pulang dong?" Tanyanya sambil mengunyah.

"Iya, sebentar sore Azhira sudah bisa pulang."

"Yeay!!" Zhira melompat-lompat sementara bibinya hanya tersenyum.

"Bu Anel, saya lupa memberitahu ibu, remaja yang juga jadi korban tabrakan beruntun itu kemarin malam menghembuskan nafas terakhirnya." Dokter Ardi tampak sedikit murung.

"Apa? Bagaimana dengan keluarganya, Dok? Mereka sudah tau?" Tanya Bibi Anel dengan prihatin.

"Sejak tiga bulan yang lalu. Tidak satu pun dari kedua orang tuanya yang menjenguk. Hanya pembantu dan tukang kebunnya yang selalu bergantian menjaganya. Orang tuanya telah berpisah. Ayahnya ada Jerman sedangkan ibunya ada di Inggris, mereka sama-sama sibuk bekerja dan sibuk dengan keluarga baru mereka. Mereka berdua baru akan mengambil jenazah anaknya sore nanti."

"Ya Tuhan, kasihan sekali anak itu." Bibi Anel nampak mengapus bulir air matanya.

"Azhira, sekarang ikut Bibi sama dokter yuk." Ajak Bibinya. Zhira hanya mengangguk dan mengikuti keduanya sampai di kamar mayat.

Terlihat dua lelaki dan wanita paruh baya tengah menangis disamping jelazah yang hanya terlihat wajahnya.

Zhira membatu melihat wajah jenazah itu. Dia segera berlari memeluk jenazah itu.

"Kakak Asifah! Kakak Asifah bangun kak! Kakak Asifah! Kakak Asifah gak boleh ikut sama mamanya Zhira! Kakak Asifah bangun!" Zhira menangis dengan kencang

Semua orang dalam ruangan itu terkejut melihat Azhira. Bagaimana ia bisa tau nama Asifah sedangkan ini adalah pertemuan pertama mereka.

Azhira di bawa kembali keruangannya karna Dokter Ardi khawatir Zhira shok dan akan memengaruhi kesehatannya.

"Zhira, dari mana Zhira tau nama kakak itu adalah Asifah? Apa Zhira pernah ketemu dengan dia sebelumnya?" Tanya Bibi Anel penasaran.

"Semalam, Zhira mendengar bisik-bisik. Zhira keluar kamar untuk mendengarnya. Zhira jalan terus sampai di ruangan kosong itu. Zhira mengintip di jendela, banyak orang berdarah-darah didalam sana. Mereka berteriak-teriak. Zhirah ketakutan. Zhira lupa jalan pulang. Kakak Asifah datang dan mengantarkan Zhira ke sini. Pas Zhira mau bilang terima kasih, kakak Asifahnya sudah tidak ada." Zhira masih sedikit terisak.

"Bagaimana mungkin Zhira bisa keluar tanpa sepengetahuanku? aku menjaganya sampai jam sebelas malam. Kecuali dia keluar saat aku sudah tidur. Bagaimana dia bisa ketemu Asifa? Asifah tidak sadar dari komanya sampai dia meninggal. Dan kata Dokter Ardi, Asifah meninggal jam sepuluh malam. Bagaimana dia bertemu dengan Azhira? Sudah. Biar nanti ku bicarakan sama Mas Adi saat sudah di rumah. Toh, sebentar sore Azhira sudah di bolehkan pulang."

"Kenapa Bibi?" Pertanyaan Zhira membuyarkan lamunannya.

"Eh sekarang saatnya Zhira minum obat, setelah itu langsung istirahat, yah? Sebentar sore kan Zhira pulang." Kata Bibi Anel dengan lembut.

Azhira mengangguk pelang, meminum obat yang di berikan Bibinya kemudian memilih tidur.

My (Dear) GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang