Bab 4

21 1 0
                                    

Siapa sebenarnya gadis ini? Apa hubunganku dengannya di masa lalu? Kenapa aku hanya ingat nama dan wajahnya saja? Kenapa saat melihatnya bersedih seperti ini, membuat hatiku sakit?

Sudah banyak indigo yang ku temui tapi tidak ada di antara mereka yang bisa menyentuhku. gadis ini bahkan bisa menarikku. Sepertinya kita memang di takdirkan untuk bertemu.

Aku melepaskan pelukanku, dia menatapku. Tapi itu bukan tatapan senang melainkan tatapan kesal. Oh tidak, aku lupa dia bukan gadis yang seperti biasa.

Bugh!
"Awww..." Aku meringis. Azhira memukulku dengan buku yang lumayan tebal. Sudah lama aku tak merasakan sakit.

"Yak! Rasakan! Siapa yang suruh memelukku?! Itu akibatnya karna kau sudah berani padaku." Mukanya bersungut-sungut.

"Seharusnya kau bangga. Karna sudah di peluk oleh ku yang tampan ini." Dia manatap ku. Satu pukulan kembali mendarat di bahuku.

"Kau ini kasar sekali."

"Biarin. Kau memang tampan. Tapi tetap saja hanya hantu. Hantu sombong." Dia kembali menatapku. Aku mendengus kesal.

"Berhenti menggangguku. Sekarang, pergilah!" Katanya dengan suara datar.

"Aku tidak ingin pergi! Kau fikir aku akan pergi? Aku sudah mencarimu cukup lama. Jadi..."

"Siapa kau sebenarnya? Dari mana kau tau namaku? Apa yang kau inginkankan?" Dia menapku sendu.

Aku menarik kursi dan duduk didekatnya.

"Namaku Andreano Ifdan. Aku hanya tau namaku. Kau bisa memanggilku Andreano. Aku tidak bisa mengingat masa lalu ku. Setiap aku mencoba mengingat, yang muncul hanyalah wajahmu, aku hanya ingat wajah dan nama mu saja. Aku mencarimu sudah lama, sampai kita bertemu di lorong malam itu. Ku fikir setelah aku bertemu kau, ingatanku sedikit demi sedikit akan kembali." Dia menatapku bingung.

"Aku tidak tau, Andreano. Ku rasa pertemuan di lorong itu adalah pertemuan pertama kita. Kurasa, aku tidak pernah bertemu dengan mu sebelumnya dalam wujud manusia maupun hantu. Maaf, aku tidak bisa membantumu."

"Tidak apa-apa, Azhira. Tapi bolehkan aku di dekatmu? Mungkin itu bisa membantuku mengingat masalalu ku." Hal yang tak pernah ku duga. Dia mengangguk, bahkan tersenyum ke arahku. Untuk pertama kalinya lesung pipit di pipi sebelah kanannya terlihat. Sangat manis.

Kepalaku terasa berputar, pusing. Sedikit bayangan hinggap di fikiranku. Senyum yang sama. Aku pernah di senyumi dengan senyum yang sama. Aku memegang kepalaku sambil menutup mata. Sementara Azhira terlihat khawatir memegangi wajahku.

"Kau kenapa?" Dia masih menatapku. Aku memengang kedua tangannya yang berada di pipiku lalu menggenggamnya. Dia menatapku heran.

"Aku ada urusan sebentar. Aku pergi dulu yah, Honey. Jangan merindukan ku." Matanya membola. Dia melepaskan genggaman ku dengan kasar lalu mengambil buku tebal itu lagi. Belum sempat buku itu mendarat aku sudah menghilang. Meski aku adalah hantu, tapi tetap saja di timpuk buku itu sakit. Aku sempat melihatnya blushing saat ku panggil Honey. Hahaha. Dia memang berbeda.

***
"Ugh! Dasar hantu aneh ke PD-an. Main menghilang-hilang seenaknya. Awas saja kalau ketemu nanti!" Aku sungguh kesal padanya. Tadi dia memanggilku apa? Honey? Dia pikir dia siapa.

Aku memutuskan untuk kembali ke kamarku. Untuk tidur siang. Membaca buku membuatku mengantuk. Aku mulai terlelap.

Aku terbangun di padang yang luas. Tidak ada apa pun di padang savana ini.

"Azhira," suara itu? Aku tau suara itu. Suara orang yang selalu ku rindukan. Bulir bening mengalir dari ujung mataku.

Ku dapati dia tersenyum ke arahku. Aku berlari lalu memeluknya.

"Mama, Zhira rindu Mama," aku terisak memeluknya. Dia memegang pipiku lalu mengecupnya.

"Mama juga rindu Zhira."

"Ma. Zhira nggak mau mama pergi lagi. Jangan pergi, Ma!" Aku tersedu-sedu.

"Zhira, Sayang. Tempat kamu dan Mama berbeda, Sayang. Belum waktunya Zhira ikut Mama." Ya Tuhan. Aku tidak ingin Mama pergi lagi.

"Tapi Ma. Zhira..." ucapanku terpotong.

"Zhira. Sudah saatnya Mama pergi. Kau tetap jadi orang yang baik yah, Nak. Patuh sama Paman dan Bibimu. Jaga dirimu baik-baik. Mama pergi dulu yah, Sayang." Mama memelukku lagi dan mengecup keningku. Kemudian berjalan ke arah cahaya lalu menghilang.

"MAMA!!!" Aku terbangun. Ternyata hanya mimpi. Aku meraih air putih di atas nakas dan meminumnya. Ternyata sudah jam empat sore.

Mimpi itu terasa sangat nyata. Aku beranjak ke kamar mandi. Saat menatap wajahku di cermin, aku mendapati mataku sembap. Sepertinya saat aku bermimpi, aku juga menangis.

"Mama, aku benar-benar merindukanmu."

My (Dear) GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang