Bab 6

18 1 0
                                    

Aku mengerjab-ngerjabkan mata. Menyesuaikan dengan cahaya di ruangan ini. Di mana aku? Kepalaku terasa sakit, di baluti perban, tanganku terinfus. Rumah sakit? Aku terduduk, sepertinya tulangku remuk.

"Azhira..!" Bibi yang baru bangun langsung menghampiriku.

"Bibi Aneh," suaraku memelan karna tenggorokanku juga terasa sakit.

"Kau sudah sadar, sayang. Kami menemukanmu digudang... apa yang telah terjadi, sayang?" Bibi Anel menatapku sendu. Paman yang baru datang langsung menghampiri kami.

"Jangan bertanya tentang ini lagi, Anel! Itu akan membuatnya trauma." Bibi mengangguk pelan.

"Istirahatlah, Nak. Kau butuh banyak istirahat. Setelah kau pulih, kami akan memindahkan kamu kesekolah yang baru. Sekolat itu berbahaya." Paman mengelus rambutku.

"Paman, bolehkan kalau home schooling saja?" Aku menatapmya. Berada di sekolah tidak akan membuatku nyaman lagi. Berpura-pura tidak melihat mereka tidak akan berhasil.

"Iya. Jika itu yang kau inginkan, Nak. Sekarang istirahatlah dan jangan banyak berfikir."

Setelah aku sembuh, home schooling dimulai. Alisyah masih sering mengunjungiku di rumah bahkan menginap sesekali.

***
Aku ke taman ini lagi. Duduk di pinggir danau dan memandangi air tenangnya. Kenangan beberapa tahun lalu kembali teringat. Aku membuang jauh-jauh fikiran itu. Seandainya saja aku kuliah di luar negri. Itu tidak masalah, bahkan nilai akhirku diatas rata-rata. Ditambah aku dapat menguasai berbagai bahasa asing, sudah nilai plus. Tapi, Paman dan Bibi mengkhawatirkan keselamatan ku di sana. Aku juga tidak tega meninggalkan mereka.

"Hei. What are you doing here?" Seseorang memukul pelan pundakku. Aku menoleh padanya, sepertinya turis asing ini seumuran denganku.

"Oh, nothing." Ucapku tersenyum.

"Can I sit here?" Sambungnya.

"Yeah, of course." Dia duduk disebelahku.

"My nama is Rebecca Amber Wilson." Dia mengulurkan tangannya.

"I'am Azhira Amethari, you can call me Metha." Aku menyambut uluran tangannya.

Kami mengobrol, Rebecca lumayan terbuka dalam segala hal. Kami sesekali tertawa ketika Rebecca membuat lelucon. Ternyata dia dan keluarganya di Indonesia beberapa bulan karna ayahnya punya urusan bisnis disini. Rebecca bilang, dia lahir di Jerman tetapi menetap di Inggris sejak umur lima tahun.

"Rebecca! Where're you?" Terdengar seseorang berteriak.

"I'm here." Rebecca menyahut.
Seseorang datang dengan tergesa-gesa ke arah kami.

"Why you leave me?" Seseorang itu sepertinya kesal pada Rebecca.
"I'm sorry Jus." Sementara aku menonton mereka berdua berdebat.

"Metha, He is my old brother." Oh ternyata kakaknya. Mereka memang terlihat mirip.

"Hello, I'm Justin Axel. You can call me Justin. Nice to meet you." Dia tersenyum kearahku.

"Oh, Hi. I'm Metha. Nice to meet you"

"Oh, Metha. I'm sorry, but I have to go now. I wish, we can meet again." Rebecca menatapku tidak enak.

"Oh, yeah I hope too. Wait, this is my telephone number. You can call me if want." Dia mengambil kartu yang ku berikan.

"See you, Metha." Ucap mereka bersamaan.

"See you." Aku membalas lambaian tangan mereka.

Setelah mereka menghilang dari penglihatan, aku memutuskan kembali kerumah juga. Rumah tertata lebih rapih dari biasanya. Sepertinya akan ada tamu. Bibi dan Paman sudah pulang dari luar kota tiga hari yang lalu.

Aku menghampiri Bibi yang memantau masakan di dapur.

"Eh. Bibi. Tumben sibuk didapur. Ada apa?" Dia sedikit kaget.

"Teman Pamanmu akan berkunjung dan makan malam disini."

Aku hanya ber 'oh' ria. Pantas saja Bibi mau sibuk di dapur.

"Mandi dulu sana! Nanti tamunya kabur." Aku tau dia bercanda.

"Ponakanmu ini cantik dan manis, Bibi Anel. Mana mungkin mereka lari melihatku." Ucapku bangga.

"Kau tau, Azhira. Percuma cantik dan manis kalau bau keringat." Aku terkejut.

"Memangnya aku bau, Bi?" Aku mencoba membau keteak ku. Bibi Anel hanya mengangkat bahunya.

"Iya. Mungkin aku bau karna tadi jalan dari taman kesini. Aku mandi dulu yah Bi."

"Mandilah. Dandan yang cantik. Takutnya nanti tamu Pamanmu lari." Bibi Anel Terkekeh.

"Bibi!" Rengekku sebelum berlari menaiki tangga. Aku tidak mau mempermalukan Paman Adi di depan tamunya nanti.












My (Dear) GhostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang