6I Pameran

39 3 1
                                    

ALIFYA

"Lo belum makan kan?"

"Belum" gimana mau makan kalau tadi pas baru aja sampai kos gue bermaksud buat rebahin badan bentar eh malah kebablas sampai magrib. Untung nggak kelewatan waktu magriban.
Starbucks juga nggak jual makanan berat, yakali gue makan secuil dessert. Nggak bakalan kenyang, gue bukan bule. Kalau belum makan nasi nggak afdol rasanya. Lagian kalau misalnya Starbucks jual makanan berat kayak nasi goreng nih, harganya bisa selangit cuy. Gue beli minumnya aja engap.

"Yaudah makan dulu ayo"

"Dibayarin?" mata gue membulat dan berkilat penuh harap.

"Nggak ada! Tiap hari minta bayarin" Rizky berdecak.

"Yakan siapa tahu lo mau traktir gue, pajak jadian gitu" gue menaik-turunkan alis, menggoda. Segala hal yang gratis wajib diperjuangkan bukan? Yang nggak setuju sini kita gelud.

"Dibilang cuma temen" sangkal Rizky lalu berjalan dan memasuki mobilnya. Lah? Ngambek doi?

"Ih becanda kali, gitu aja marah lo" nggak menanggapi omongan gue makhluk sebelah gue ini malah melajukan mobilnya.

"Katanya mau makan" cicit gue mengkode.

"Mau makan apa?"

Yes! Gue berjengit dari duduk dan menegakkan punggung "Mmm kita ke pasar malam aja gimana? Gue mau makan siomay, batagor sama sate"

"Lo mau nyobain satu-satu gitu?"

"Yup!"

--***--


"Sepiring berdua aja kali ya Kik? Takut kekenyangan gue" gue dan Rizky udah sampai di depan gerobak penjual batagor. Pas mau mesen gue ragu, takut sakit perut gara-gara kekenyangan kalau makan seporsi sendirian. Gue ngidam banget makan siomay, batagor sama sate. Udah sebulanan kali gue nggak makan street food gini.

"Gitu serakah mau makan banyak"

"Gue lagi pingin berat nihh" setelah Rizky melontarkan kata 'terserah' gue bilang ke bapak penjualnya terus kita duduk di bangku agak jauh dari gerobak. Karena hanya disitu yang tersisa. Padahal udah hampir tengah malam, tapi suasana jalanan masih ramai aja.

"Besok lo ikut ke pameran kan? Awas aja lo nggak ikut"

"Kalau gue nggak ikut?"

"Gaji lo satu bulan buat gue!" pangkas gue membuat Rizky terkekeh.

"Kenapa sih? Seenggak bisa itu lo jauh dari gue?"

Dih pede amat si bambang!

"Najis! Gue nggak mau aja ya nanti berdua sama Pak Gibran, pasti awkward banget deh. Tu orang terlalu formal, gabisa gue"

Asal kalian tahu ya, Pak Gibran itu orangnya formal abis. Walaupun dalam keadaan di cafeteria pas makan siang aja, beuh...nggak ada santai-santainya. Ya terpaksa gue sama bawahannya yang lain ngikut formal, padahal lagi makan siang bukan rapat koordinasi.

Mas Angga dan Mas Farhan yang lebih tua dari doi aja nih, kalau biasanya pas makan siang usilnya minta ampun, comot makanan orang sana-sini. Jadi diem dan cuma ngomong kalau ada yang ngajak.

Bisa kejang gue ditinggal berdua sama dia.

Bentar, bapak batagor datang dengan sepiring batagor yang masih sedikit berasap ditangannya. Edan! Padahal Cuma batagor kenapa kelihatan menggoda banget sih anjirr. Gue melontarkan 'terima kasih' dan bapak penjualnya tersenyum lalu pergi berlalu.

Cafè Au Lait (Coffee, Work, And Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang