722 tahun yang lalu.
Embun menetes dari pucuk dedaunan. Seorang pria kekar, keluar dari dalam pintu goa. Pintu goa itu seperti batu besar yang kusam ditumbuhi lumut dan dikelilingi tumbuhan lebat.
Ia tampak kepayahan, matanya menyipit menyaksikan matahari yang mulai mengintip. Di tangannya, ia menggenggam sebuah benda hijau menyala.
Ingat betul dia, seluruh rangkaian kejadian dalam gua itu.
"Jika kau ingin mendapat hati Gadis Sanggarasau, maka leburkan batu ini dalam air rawa, lalu rebus. Campurkan dengan daging biawak air payau dan dimasak separoh matang. Jangan lupa ditambah kaldu keringat badak."
"Apabila kau berhasil dan bertahan hidup setelah memakannya tanpa mengunyah, maka tidak hanya hati Gadis Sanggarasau saja yang bisa kau dapatkan. Melainkan tanganmu akan kokoh untuk membangun sebuah kerajaan. Ya kerajaan yang akan dikenang ratusan tahun, dengan kau dan Sanggarasau sebagai ratunya."
"Namun jangan lupa. Kau harus melapalkan mantranya. Aku tidak akan mengulangi. Dengan membaca mantra ini, artinya kau akan mengabdikan dirimu padaku seumur hidup. Bahkan juga keturunanmu, hingga ratusan bahkan ribuan tahun ke depan. Mereka semua akan jadi pengikutku. Ingat ini mantranya."
Bayangan gelap itu mulai mengeluarkan suara. Pria itu merekam ucapannya. Mantra itu berbunyi.
"Kiw kiw minggilisiu. Abrigidiw ahiw ahiw prikitiw anyiwww. Prokopiw piw tut tut asmelehe kecean koneang agiahbom."
"Ingat. Kau tidak boleh menganggap remeh mantra itu. Jika sekali saja kau meremehkannya, maka kau akan miskin 777 turunan.
***
Hari ini, Ayah Arman kembali melapalkan mantra itu pada anaknya.
Arman yang sudah terlampau marah, tidak habis pikir dan terpaksa menahan tawa mendengar mantra itu.
"Saat ayah mendengar pertama kali dari kakekmu, Ayah tak henti ketawa dua hari dua malam. Dan tahu apa yang terjadi setelah itu? Ibumu jadi gila. Begitulah. Kau kalau mau tertawa, siap saja dengan konsekuensinya nanti."
Arman menelan tawanya.
"La... lalu ayah. Apakah dengan membaca mantra itu, semua kutukan ini bisa hilang?"
Ayah menggeleng. "Setidaknya, kau bisa mengontrol kekuatan jahatnya. Ayah bertahun-tahun mencoba itu. Sudah lama sekali juga tidak ayah pakai, kekuatan baiknya juga bisa muncul. Ini karena kamu datang, ayah kembali memakainya."
Terdengar suara istri ayah Arman, dan suara adik-adik tirinya dari arah belakang rumah. Arman untuk pertama kali akhirnya bertemu mereka.
"Ta... tante..."
"Oh ada tamu? Kok tidak bilang?"
"Iya, aku juga lupa. Ini tamu jauh, mau menginap dulu mungkin seminggu ini." Kata Ayah Arman.
Arman mencoba mengelak. Bibirnya seakan berbisik "seminggu?" Bahkan aku hanya berencana malam ini saja. Katanya dalam hati.
"Ada kamar kosong kalau begitu, tante bersihkan sedikit dulu ya." Istri ayah Arman pergi bergegas. Nada suaranya ramah dan tenang. Ia tak habis pikir, istri baru ayahnya itu tampak muda sekali. Mungkin hanya beda lima atau tujuh tahun dengannya. Apakah ini dampak ajian kiw kiw minggilisiu yang diwariskan dari ayahnya?
Arman dibawa ke kamar itu oleh ayah. Adik-adik tirinya berkenalan dengan manis. Namun karena mereka harus sekolah besok, jam sembilan mereka sudah disuruh tidur.
"Besok, ayah harus pergi berangkat pagi-pagi. Mengantar adik-adikmu, dan pergi ke luar kota mungkin dua hari." Saat mengucapkan adik-adikmu, Ayah dan Arman merasa agak kikuk.
YOU ARE READING
Rantai
General FictionKami empat penulis novel, mencoba membuat sesuatu yang eksperimentalis. Menulis bab demi bab secara selang-seling, sesuai imajinasi masing-masing untuk membentuk satu cerita yang mungkin nyambung mungkin enggak. Nikmati saja, untuk menemanimu selama...