Chapter.6

197 19 5
                                    

Oliv terus saja mengaduk ngaduk mangkuk baksonya tanpa sedikitpun tertarik untuk menyuapkannya. Hal itu membuat Dhifa bingung sendiri dengan sikaf sahabatnya itu. Pikiran Oliv masih saja tertuju pada hal itu, hal yang membuatnya sekwtika terkejut dan bingung. Jika ia harus menolak, mungkin inilah kesempatannya untuk membahagiakan orang tua. Tapi bagaimana jika dihatinya sudah tertulis nama lain? nama yang bukan hanya satu atau dua hari yang selalu ada dipikirannya.

Oliv terlanjur hanyut kedalam pikirannya itu. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling kantin, tanpa sengaja ia melirik Samudra yang tengah anteng memakan makanannya bersama kedua temannya. Kali ini bukan rasa senang yang Oliv rasakan ketika melihat sosoknya. Kedua rasa saling bercampur aduk antara senang dang sedih. Tanpa sengaja ia menatap Samudra dengan tatapan sendu, mungkin mulai detik ini Oliv harus bisa melupakan Samudra. Semuanya harus ia lakukan untuk membahagiakan orang tuanya.

Oliv memutuskan untuk tak lagi mengeluh atau berharap lebih, semua yang ia lakukan kali ini hanya satu pertiganya dari kebaikan kedua orang tua yang selama ini menjaganya, mendidiknya, dan membesarkannya dengan penuh kesabaran. Ia harua ikhlas melakukan semuanya karena ia yakin, orang tuanya tidak mungkin memberikan yang tidak baik untuknya.

Dhifa yang sedari tadi memperhatikan sahabatnya yang terus saja melamun menjadi bingung sendiri. Ia tahu, pasti ada sesuatu yang disembunyikan oleh Oliv darinya, ia memutuskan untuk menegur Oliv dari lamunannya.

"Liv, makan tuh baksonya!" Tegur Dhifa karena melihat Oliv yang terus saja melamun.
"Gak mood Dhif" ucap Oliv lirih.
"yaelah ni anak gaya bener, biasanya juga abis lima mangkuk sekali makan" Dhifa mencoba menghibur Oliv dengan ocehannya, tapi sahabatnya ini masih saja termenung.
"Apaan sih gak lucu!" Oliv memutar bola matanya malas.
"Lagian nih ya liv, daritadi aku perhatiin kamu lebih banyak ngelamun hari ini"merasa kesal sendiri, Dhifa mengutarakan argumennya.
"Masa sih Dhif, enggak juga"
"Kamu ada masalah Liv?"
"enggak kok sok tau kamu" Ucap Oliv berbohong. Bukan maksudnya untuk berbohong kepada Dhifa, tapi ia masih bingung untuk menceritakan semuanya.

Dhifa tahu posisi Oliv kali ini. Sahabatnya ini sedang mencoba untuk berbohong dengan tidak menceritakan semuanya. Namun sayangnya Dhifa tidak dapat dibohongi begitu saja, Dhifa sudah mengenal Oliv cukup lama, dan tidak biasanya Oliv diam jika sedang tidak memiliki masalah.

"Udah lah Liv, kamu gak pinter boong" Oliv menghela nafas pelan.
"Kamu bener Dhif, aku lagi ada masalah" Oliv menghembuskan nafasnya pelan sebelum mulai bercerita.
"Tuh kan, apa aku bilang. Cerita deh maasalahnya apa?"
"Gini ya Dhif, kamu kan suka banget sama kak Abram tuh, semisal orang tua kamu tiba tiba mau jodohin kamu tapi kamu gak tahu mau dijohin sama siapa kamu bakalan gimana?" Dhifa mencoba mencerna perkataan Oliv barusan.
"Yaa..aku tolak lah, tapi disisi lain itu juga kesempatan kita untuk membahagiakan mereka" ucal Dhifa pada Oliv. Oliv berdecak pelan karena sahabatnya ini memberikan dua pilihan untuk menjawab.
"Nah itu aku bingung"
"Tunggu tunggu. Ngomong ngomong kamu bicara gini jangan jangan..." ucap Dhifa yang baru saja konek terhadap posisi sahabatnya sekarang ini.
"Iya Dhif aku dijodohin sama anaknya temen abi" Potong Oliv dengan cepat membuat Dhifa seketika membulatkan matanya.

"Liv, gak lagi bercanda kan?" Ucap Dhifa masih tak percaya.
"Menurut kamu?" Oliv balik bertanya.
"Berarti bener dong, huaaa... Oliv mau nikah" Dhifa heboh sendiri membuat tangan Oliv seketika terulur untuk membekap mulut Dhifa.
"Bisa gak itu suaranya dikecilin Dhif!" Oliv memasang mata elang nya.
"iya..iya maaf" sesal Dhifa.

"Jadi kamu mau terima?"
"Ya itu dia Dhifa, aku bingung"
"tapi saran aku ya Liv, kamu turutin aja dulu nanti setelah kamu tau siapa orangnya kamu bisa tuh pikirin baik baik mau dilanjutin atau enggak" Dhifa mengutarakan argumennya kali ini.
"Abi juga bilangnya gak maksa sih, tapi aku yakin abi mau banget perjodohan ini terjadi" jelas Oliv yang disambut anggukan oleh Dhifa.
"Udah ikut dulu aja, kali-kali orangnya itu Samudra" ucap Dhifa sambil menaik turunkan alisnya.
"Apaansih gak mungkin!" elak Oliv.

Ia juga sempat berpikir seperti itu, tapi sepertinya itu hanyalah sebuah angan, dan Oliv tidak ingin jatuh untuk yang kedua kalinya. Ia tidak ingin terlalu banyak berharap karena sesungguhnya sebaik-baiknya harapan hanyalah berharap kepada Allah SWT. Buktinya saja, ia pernah sekali berharap pada manusia, dan akhirnya ia berujung patah hati.

"Gak ada yang gak mungkin Liv" ucap Dhifa

Mungkin apa yang Dhifa katakan memang benar, semuanya tidak ada yang tidak mungkin jika Allah menghendaki. namun seperti yang ia katakan tadi, ia tak ingin terlalu berharap banyak, ia hanya bisa berdo'a supaya Allah berikan yang terbaik.

****

Oliv memarkirkan mobilnya ke garasi rumahnya. Ia menghembuskan nafas sejenak sebelum turun dari mobil. Ia sebenarnya sedih sekali kali ini, tapi ia tak boleh terlalu sedih, apalagi dihadapan kedua orang tuanya. Ia sudah memutuskan untuk mencoba menuruti apa keinginan orang tuanya, lagian Raja juga tidak memaksa Oliv untuk berkata iya, dia hanya menyarankan.

Oliv menghentikan laju kakinya yang sedari tadi terkesan lambat. Ia mengerjapkan matanya berulang kali, mencoba fokus melihat pintu coklat rumahnya. Oliv mengepalkan tangannya mencoba untuk ikhlas dengan keputusannya.

"Assalamualaikum Umi, abi" Oliv mencium punggung tangan keduanya secara bergantian.

"Waalaikumsalam, kamu udah pulang tumben?" Tanya Raja pada Oliv yang tidak biasanya jam segini sudah pulang ke rumah.
"iya abi soalnya tadi ada dosen yang gak dateng" jelas Oliv.
"gitu ya?" Raja mungut mungut mendengar ucapan anaknya.
"Yaudah deh Oliv ke atas dulu" Oliv hendak melangkahkan kakinya menuju kamar, namun segera Raja menahan langkahnya.
"tunggu sayang, ada yang mau abi omongon sebentar"
"apa abi?" Oliv menghela nafasnya pelan. Pasti tentang perjodohan lagi, lirihnya dalam hati.
"duduk sini!" Oliv duduk disamping Raja.

"Untuk perjodohan itu abi gak maksa kamu kok, semisal kamu gak mau tinggal bilang sama abi"

Raja sangat mengerti posisi Oliv sekarang, Oliv tidak akan menerima semuanya dengan mudah. Walaupun Raja sangat ingin perjodohan ini terjadi, tapi ia tidak boleh egois dengan memaksakan Oliv untuk menuruti keinginannya.

"Tapi abi, Oliv mau kok" Oliv sudah memutuskan untuk mencoba mengenal siapa yang dicalonkan terlebih dahulu, seperti apa yang tadi Dhifa katakan, jika ia tidak suka maka Oliv akan mengakhirinya. Bukan ia ingin mempermainkan hati seseorang, tetapi pilihan ini adalah pilihan yang serius yang tidak bisa dengan mudah ia putuskan, hal ini menyangkut dengan masa depannya nanti.

"Kamu terpaksa sayang?" Raja tidak ingin samasekali memaksakan egonya, karena kebahagiaan Oliv itu lebih penting.
"Sudahlah abi, Oliv yakin kok abi gak mungkin jodohin Oliv sama orang gak bener, jadi Oliv percaya sama abi"
"Makasih sayang, kamu memang pengertian" ucap Raja sambil melebarkan senyumnya.
"Iya abi sama sama" Oliv membalas senyum.

"Oh iya, Oliv nanti malam temen abi akan datang dengan anaknya, kamu siap siap ya nak" Ucap Raja kembali, sebelum Oliv melangkahkan kakinya menuju kamar.
"iya abi" Setelahnya Oliv melangkan kakinya menuju kamarnya.

Aku harus ikhlas dia bukan untukku, abi segalanya, batin Oliv dalam hati. Dan nyatanya ia memang harus ikhlas dan melupakan Samudra kali ini juga, ia akan berusaha mengubur rasa ini supaya tak datang kembali.

Mya,
Jum'at,24 April,2020

Labuhan Rasa❣️❣️ (SUDAH TERBIT!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang