7 : "Malam di Mr.Coffee"

26 3 2
                                    

Biarlah semuanya berjalan seperti air yang mengalir. Aku tidak perlu repot-repot merasa bingung sekadar memikirkan pakaian apa yang sebaiknya kukenakan. Memangnya untuk apa aku melakukan semua itu? Jaehyun saja belum tentu memerhatikan detail bagian dari diriku.

Hasil akhir hanyalah aku yang mengenakan jeans sepanjang betis kaki berwarna sebiru air laut, kaus santai yang sekilas terlihat lusuh seputih kelopak melati, lalu membiarkan mahkota tercantikku bebas menari di udara tiap kali angin menerpa.

Masih ada waktu untuk mengoreksi penampilanku di hadapan cermin dan aku mulai merasa ada yang kurang. Mataku mengecil karena merasa ada sesuatu yang terlupakan tapi apa, ya?

“Bomi-yaa, ibu dan ayah juga mau pergi. Jangan lupa tinggalkan kunci rumah di tempat biasa!”

Baru saja aku mau bersuara tetapi ibu berbalik badan terlalu cepat. Aku mau tahu kemana kedua orangtuaku pergi, sepertinya ibu ingin segera pergi kencan dengan ayah. Aku tertawa bersama asumsiku sendiri. Setelah itu, aku kembali mencari tahu apa yang sebelumnya aku pikirkan tapi bunyi ponselku membuyarkan konsentrasiku. Aku beralih ke meja belajar dan mendapati nomor Jaehyun menghubungiku.

“Yoboseo”

“Yoon Bomi, aku sudah ada di depan rumahmu.”

“Aku keluar!” aku menggeser tanda merah, menyimpan ponselku ke dalam saku jeans bersama sedikit lembar uang, kemudian berlari kecil keluar dari kamarku dengan sandal cantik bertali senada dengan jeans yang kukenakan.

“Jaehyun-ah!” aku menyapa begitu membuka pintu.

“Mau kemana kita sekarang?” sementara aku sibuk mengunci pintu lalu meletakkan kunci rumah di salah satu pot gantung di teras depan.

“Pintu rumahmu dikunci?”

Kami mulai menjejakkan kaki ke tanah, “Ayah dan ibuku juga pergi.” begitu kataku.

Jaehyun menahan tangan kiriku yang secara otomatis menghentikan langkah kaki kami. Aku tertegun, Jaehyun melirikku sambil tersenyum aneh.

“Kalau begitu, kita di rumahmu saja.” Jaehyun bicara setengah berbisik.

Kedua mataku langsung terbelalak. Jaehyun membuatku takut!

“Kkkkkkk~” Jaehyun malah tertawa geli bahkan sampai memegangi perutnya. “Coba lihat wajahmu sekarang!”

Bukannya penasaran melihat kondisi wajahku, aku justru terpana melihat wajahnya yang kini mulai bercampur merah akibat terlalu kuat tertawa. Menggemaskan sekali, pikirku.

Jaehyun berjalan lagi, pun diriku.

“Bomi-yaa, apa yang kau pikirkan ketika aku berbicara seperti tadi?”

Aku memutar lambankan bola mataku, “Seorang cabul?”

Ppukkk! Jaehyun memukul sebelah bahuku. Arghh! Aku bukannya marah pada Jaehyun, lagi pula pukulannya tidak sama sekali sakit. Aku hanya marah kenapa hanya dengan Jaehyun memukul bahuku, aku malah jatuh cinta padanya.

“Bagaimana Suwon kemarin?”

Angin sedang tidak berembus tetapi Jaehyun kelihatan kedinginan, aku tahu Jaehyun pasti merasa gugup menceritakan keadaan di kota Suwon kemarin. Sebuah tempat bergelimang kisah tentang mendiang ayahnya.

“Aku tidak percaya kalau ternyata nenek masih merawat kamar ayah sekalipun ayah sudah menikah dan punya anak bahkan tidak lagi tinggal bersama nenek cukup lama.”

“Omong-omong, kenapa keluargamu lebih memilih tinggal di Boseong? Bukankah Suwon jauh lebih ramai? Kalian juga tak perlu berhubungan jarak jauh ketika ayahmu bekerja.”

Hello, 안녕 {윤보미 x 김재현}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang