8 : "Alarm"

39 5 2
                                    

Aku mematut diri di depan cermin dengan hati yang perlahan menghangat. Senyuman merekah dibibir ini tertumpah ruah melihat bayangan diriku sendiri yang kini berbalut seragam sekolah yang terakhir kukenakan ketika usiaku empat belas tahun!

Setelah ini aku jadi mencemaskan pertumbuhanku. Enam tahun jelas-jelas sudah berlalu, tetapi seragam sekolah ini masih muat ditubuhku??? Ya, walaupun rasanya sedikit sesak.

“Mau pergi ke sekolah?” ibu melirikku lalu konsentrasinya kembali tumpah pada acara tv yang sedang ditontonnya bersama ayah.

“Malam ini akan menjadi sebuah reuni menakjubkan, bu!” aku menelengkupkan kedua tangan tepat didadaku. Degup jantungku terasa begitu antusias, tak sabar melihat wajah-wajah mereka setelah enam tahun kami tidak saling bertemu.

“Jaga dirimu baik-baik!”

Lalu, ayahku menambahkan—“Selamat bersenang-senang!”

Aku menatap kedua orangtuaku sambil mendecakkan lidah. Cihhh. Mereka berdua jelas-jelas tidak benar-benar memedulikan kepergianku. Ah, aku jadi cemburu dengan acara ditv yang sedang mereka simak. Apa sangat, sangat, sangat seru hingga harus mengabaikan putri tercintanya ini, uh?

“Baiklah, aku pergi!” aku melangkah dengan hati gembira.

Aku berhasil menggerakkan gagang pintu dan terkejut melihat seseorang dibalik daun pintu yang baru saja terbelah ini.

Sepasang mataku membesar tak karuan!

“SEULGI???!!!” aku melompat memeluknya.

Telingaku mendengar Seulgi tertawa, dia menyambut pelukan dariku dan beberapa kali menepuk punggungku. Kami berdua tak banyak mengobrol di teras rumahku karena Seulgi langsung mengajakku berjalan. Takut telat, katanya.

“Jadi, sebenarnya kau sudah ada di Boseong sejak dua hari yang lalu???” aku kaget dan marah, tentu saja.

“Maaf.” Kedengarannya Seulgi sangat menyesal. “Mereka bilang wajahku pucat selama tiga hari berturut-turut, bahkan aku sempat pingsan. Mereka mencemaskanku jadi aku diberi kesempatan pulang selama beberapa hari. Begitu datang lagi ke sini, aku memang tidak memberitahu siapapun selain keluargaku. Mana mungkin aku memberi kabar ketika aku sakit? Selama beberapa minggu kita tidak bertemu, seharusnya kita pergi main ‘kan? Itulah alasannya. Aku ingin kau melihatku baik-baik saja supaya kita bisa menikmati waktu dengan perasaan nyaman.”

Aku nyaris menguap. Diluar dugaan, Seoul mengubah Seulgi-ku menjadi lebih banyak bicara. Aku tahu seorang Seulgi akan dengan mudah mengatakan sesuatu padaku, tapi menurutku selama kita berteman, Seulgi hanya lebih ‘sering’ berbicara bukannya ‘banyak’ berbicara.

“Omong-omong, aku membeli kemeja putih yang baru.”

Pengakuan Seulgi membuatku menjadi lebih memerhatikan kondisi kemeja putihnya saat ini. Aku baru sadar kalau warna putihnya memang lebih cerah dari milikku walaupun warna putih kemeja lamaku ini masih cukup baik.

“Kau menghilangkan kemeja putih lamamu? Atau memang sengaja membuangnya?”

“Masih tergantung rapih di lemariku, tapi tubuhku agak gemuk dibandingkan enam tahun yang lalu.”

“Apakah kau berpikir jika mengenakan pakaian lama setelah enam tahun lalu itu mengerikan?”

“Ah tidak juga. Tetapi,” Seulgi melirikku ragu-ragu.

“Tetapi?” aku menunggu, penasaran.

“Sedikit mengkhawatirkan.” Wajahnya bahkan meringis seperti itu. Membuatku bulu-bulu ditubuhku meremang seperti kucing yang kedinginan atau sedang marah.

Hello, 안녕 {윤보미 x 김재현}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang