"Tadaaa! Here's take a present karena lo udah putusin Nares," Kaela menggeser satu mangkuk bakso yang barusan dia beli di tempat Mpok Titin ke depan Sabita. "Makan."
"Thanks, Kael."
"Bego lo, orang baru putus malah dikasih hadiah," sembur Dara.
"Heh, Sabita ngga ada keluhan apapun ya pas abis putus dari Nares!" Perempuan berperawakan imut itu melawan ucapan Dara dengan mulutnya yang masih digunakan untuk mengunyah bakso.
"Udah - udah, kenapa jadi ribetin Nares," keluh Sabita.
"Ga kenapa - napa sih, kayaknya gue yang terlalu seneng karena lo bisa putusin si Nares itu. Tau ga?" Kaela menelan baksonya. "Waktu lo pacaran sama Nares, kepala gua keleyengan mulu, waswas takut lo dicakar sama degemnya."
"Halah, lebay lo," cibir Dara yang sedari tadi tidak kebagian dialog karena Kaela terus saja berbicara panjang lebar. "Eh tapi gua ngikut deh, semenjak lo jadian sama Jingga, keliatannya udah ga stress lagi ya? Sedangkan pas masih sama Nares muka lo ditekuk mulu kayak ngajakin baku hantam."
"Daraaa," tegur Sabita.
"Sabita." Pria bertubuh bongsor itu tiba - tiba mendatangi kediaman tiga bersahabat, membuat perhatian mereka semua teralihkan, menunggu Lintang menjelaskan apa yang ia butuhkan di sini. "Ikut gua sebentar."
"Eeh eh ga bisa gitu dong! Sabita mau makan!" Omel Kaela.
"Berisik lo, gua pacarin juga lama - lama," balas Lintang.
"Kerdus," sahut Dara.
"Bentar ya, nanti aku balik lagi." Sabita bangkit dan mengekori Lintang keluar kantin, mereka berhenti di halaman belakang sekolah, tidak terlalu ramai tapi— jangan lupakan Gananda serta Sanka di belakang lintang, asik menunggu hal apa yang akan dibicarakan Lintang dengan Sabita.
"Mau ngomong apa?"
"Lo udah jadian sama Jingga?"
"Iya."
"Putusin Nares, udah?"
"Udah."
"Sabita...."
"Hah?"
Lintang berdehem.
"Lo tau kan, Nares itu—""Aritmia."
"Sabita, selama ini lo yang nyuruh dia berhenti konsumsi alkohol, lo ngatur pola makannya, lo bantuin dia di segala kondisi, tapi sekarang apa? Kenapa lo malah mutusin dia seenak jidat?"
"Lintang... yang dia punya itu bukan cuma aku. Banyak temen - temennya di sini, banyak yang suka sama dia."
"Mereka cuma ngincar tampang Nares."
"Kalau gitu, aku jadian sama dia juga karena ngincar tampangnya! Puas?"
"Lo sayang sama dia, Sabita."
"Lintang."
"Please, untuk kali ini dengerin gua."
"Harusnya aku yang ngomong begitu! Kamu harus ngerti kalo cinta gabisa dipaksain. Aku sayang Jingga, aku suka dia, kamu ga ada hak apapun buat nyalahin Jingga sebagai sumber keegoisan aku." Sabita menghembuskan napas kasar. "Aku masih bisa kok bantuin Nares, tanpa hubungan apapun, tanpa kata sayang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertemu Fana
Teen FictionTentang sebuah rasa egois, khawatir, serta ketakutan yang menyatu dan menjatuhi satu hati yang dulunya pernah tersakiti. Perpaduan rasa yang berhasil membuat insan memetik keputusan tunggal yang salah, dan suntingan ini hanya untuk mengirimkan lauta...