"Tos dulu, akhirnya pr kita beres bro." Lintang menunjukkan kepalan tangannya ke depan wajah Sabita, menunggu gadis itu itu untuk membalasnya.
"Salah tempat." Gadis dengan kucir kuda yang membuat dirinya semakin menawan terpaksa menarik tangan lawan bicaranya agar posisinya lebih ke bawah, dia benar - benar tidak mengerti dengan kelakuan bodoh temannya yang meletakkan tangan di depan wajah untuk mengajak tos. "Naah, ini baru bener," ujarnya semangat sambil membalas kepalan tangan Jingga dengan tangan kanannya.
"Aduh, sakit bodoh."
Sabita menoyor kepala Lintang. "Lebay." Setelah beberapa detik, dia melotot saat melihat buku - buku jari manusia di depannya terlihat memiliki beberapa luka, tapi sepertinya tidak serius. Dengan raut muka lugunya, Sabita memencet bagian yang memerah dengan telunjuknya.
"Sabita, lo tuh sebenernya bocil ya? Sakit goblok."
"Enak aja, oh iya, maaf," balasnya seraya meniup helaian rambutnya yang jatuh ke dahi. "Coba kamu ke UKS, kayaknya di sana ada yang bisa buat luka kamu jadi baikan deh."
"Ga usah, udah pake salep."
"Lain kali kalo ada masalah tuh bilang. Kamu tuh lagi frustasi ya? Sampe nonjok - nonjok tembok," tanyanya sok tahu.
"Dih, sok tau bener ini bocah." Lintang menoyor kepala teman dekatnya. "Ini gara - gara ribut kemaren."
Sabita memerosotkan pundaknya kemudian menghembuskan napas kasar, ia melipat tangannya di depan dada. "Dasar cowok, kerjaannya tuh ya, pasti selalu ngegombal sama ribut." dirinya yang dari tadi memerhatikan sepatu, kini mengalihkan sorot mata tajamnya lagi ke Lintang. "Kenapa sih kalian kayak gitu?" keluhnya.
"Ngga semua cowok kayak gitu, Bitaa. Gue ngga bakal ribut kalo ga ada yang mulai. Kalo mau nanya gitu mendingan ke cowok lo, si tukang ribut."
Sabita membenci ucapan Jingga barusan, sungguh. "Lintang, jangan begitu."
"Kalo gue kasih tau penyebab gue luka - luka kayak gini, apa lo bakal percaya?" Lintang mengangkat celana panjangnya sampai lutut, kemudian menarik seragam bagian lengannya sedikit, menunjukkan beberapa luka memar yang menghiasi permukaan kulitnya. "Mau tau kenapa?"
___
"Jingga, nanti sabi ya lo."
"Iya."
"Balik ke Jingga yang sangar, jangan Jingga bucin."
"Gue yang dulu emang gimana?"
"Sangar."
"Lo pikir sekarang gue ngga sangar?" tukas pria dengan tahi lalat di bawah mata kanannya sambil membuka kancing seragamnya satu persatu. Iya, sekarang jam pelajaran olahraga.
Kali ini, jadwal pria yang akan ganti baju di kelas sedangkan yang perempuan akan ke kamar mandi, mereka bergantian setiap minggu, adil kan?
Semua siswa di dalam kelas itu kita sudah bertelanjang dada, beberapa ada yang mengobrol santai dan bahkan ada yang masih bermain UNO, ah jangan khawatir, semua gorden sudah ditutup, namun—
BRAK
"Jingga!!"
Pintu kelas mereka tidak bisa dikunci.
"EH?! ASTAGA MAAF SEMUANYA," si oknum tidak tahu diri yang memiliki nama Sabita dengan spontan menutupi kedua matanya, sumpah, dia tidak sengaja. "JINGGAA AKU TUNGGU DEPAN KELAS."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertemu Fana
Teen FictionTentang sebuah rasa egois, khawatir, serta ketakutan yang menyatu dan menjatuhi satu hati yang dulunya pernah tersakiti. Perpaduan rasa yang berhasil membuat insan memetik keputusan tunggal yang salah, dan suntingan ini hanya untuk mengirimkan lauta...