"Sial!"
Rendi mengumpat kasar saat mobilnya tak bisa berjalan. Seingatnya, ia sudah memeriksa mobil ini sebelum mereka berangkat. Semuanya normal dan bensin terisi penuh. Namun saat ini entah kenapa mobil tiba-tiba mogok. Tak ada bengkel di tempat terpencil seperti ini. Sejauh mata memandang, kiri dan kanan adalah pohon-pohon besar yang menjulang tinggi. Jika bukan karena tugas tesisnya, Rendi bahkan enggan menginjakkan kaki di tempat terpencil seperti ini.
"Bagaimana ini, Ren? Desa terdekat masih dua kilometer lagi." Kania melihat ke sekeliling dengan cemas. Mereka hanya berdua di dalam mobil, jadi tak mungkin jika harus mendorong mobil sampai ke perkampungan terdekat.
Rendi mengambil ponselnya, mencoba menghubungi pihak derek.
"Shit!"
Lengkap sudah. Tidak ada sinyal yang bisa membantunya terhubung dengan seseorang.
"Aku jalan dulu sebentar ya, kamu tunggu di sini!" Sebagai mahasiswa kedokteran, Rendi
tentu saja tak tahu menahu tentang mesin mobil meski ia seorang laki-laki. Kesehariannya terlalu sibuk dengan kuliah dan ... kencan tentu saja."Tapi aku takut, Ren!"
Rendi memutar otak. Tak mungkin juga ia membiarkan Kania sendirian di sini. Terlalu
berbahaya."Ya udah, kita jalan aja. Siapa tahu nanti kita bertemu penginapan di dekat sini."
Kania terpaksa menyetujui, daripada ditinggal sendirian di tengah hutan, akan lebih baik ia ikut Rendi, setidaknya kekasihnya itu akan melindunginya.
Dengan membawa tas dan koper, Rendi serta Kania menyusuri jalan kecil ini. Waktu yang
sudah menunjukkan pukul tiga sore membuat mereka mempercepat langkah karena takut belum mendapat tempat menginap saat malam tiba.Berkali-kali Kania mengeluh capek, tetapi Rendi tak bisa membantu banyak, ia hanya bisa membantu membawa koper Kania, bahkan kini ia menyeret dua koper dan membawa satu tas gendong yang lumayan berat berisi laptop dan perangkatnya.
"Ren, lihat! Ada sebuah bangunan di sana!" Kania menunjuk sebuah bangunan dengan antusias.
Rendi mengikuti arah telunjuk Kania. Sekitar lima ratus meter dari tempat mereka berdiri,
terdapat sebuah bangunan yang menyerupai hotel agak menjorok ke hutan. Di halaman hanya
terdapat satu mobil. Dari banyaknya jendela yang ada, Rendi bisa menyimpulkan mungkin saja itu penginapan.Karena tak ada pilihan lain, Rendi dan Kania pun berjalan menghampiri penginapan itu.
Gerbangnya sebatas dada, beberapa bagian sudah berkarat dan patah. Sulur-sulur tumbuhan merambat membuat Rendi berpikir tempat ini kosong dan tidak terurus jika tak ada mobil di halaman. Sebuah mobil Xenia yang cukup bersih untuk berada di tempat terpencil seperti ini."Ren, kok aku merinding, ya?"
Kania merapatkan dirinya pada Rendi. Ia bisa merasakan jika
bulu kuduknya meremang. Entah kenapa, aura di sini sedikit berbeda. Lebih dingin daripada saat mereka berdiri di tepi jalan tadi.Rendi sebenarnya merasakan, tapi ia tak mau membuat Kania semakin ketakutan. Sedikit
ragu, Rendi membuka pintu gerbang yang tak terkunci. Suara derit yang memekakkan telinga
terdengar. Mungkin, engselnya sudah lama tak diberi pelumas.Rendi dan Kania masuk. Halamannya cukup bersih -tidak ada daun-daun berserakan- meski beberapa tumbuhan sulur merambat di dinding bangunan.
Sebuah papan nama yang terbuat dari seng dan mulai mengelupas terdapat di depan pintu masuk.
"Penginapan 404."
Rendi dan Kania menggumam bersamaan.
Meski ragu, tapi Rendi dan Kania tak punya pilihan lain. Hanya penginapan ini yang terdekat
atau mereka akan kemalaman di jalan. Yang lebih parah lagi, tak menutup kemungkinan ada
binatang buas saat di tengah perjalanan nanti.
![](https://img.wattpad.com/cover/222188752-288-k791039.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales of Atma Harsa
KurzgeschichtenThe Tales of Atma Harsa berisi sekumpulan cerita pendek yang mampu membawamu mengarungi sebuah dunia baru dalam rasa berbeda yang dikemas sedemikian rupa hingga akhirnya mampu menghasilkan sebuah karya yang saling melengkapi satu sama lain. Tantang...