13th Strory ; Unfinished Journal

22 6 0
                                    


Andalus membuka matanya, melihat gemintang diatas sana. Riak air mengusap pelan tubuhnya yang terapung tenang, terombang-ambing pelan oleh ombak yang sesekali berdatangan.

Ia menghela napas, mencoba membuat tubunya selemas mungkin agar tetap mengapung. Matanya tak lepas menatap kerlap-kerlip cahaya di atas sana. Perlahan tersenyum, ia teringat bagaimana dulu sang Kakek mengenalkannya pada semesta.

Lagi, ia menghela napas, masih mencoba bertahan ditengah dinginnya samudera. Tubuhnya seakan mati rasa, tak lagi dirasakannya dingin air yang mengusap kulitnya itu. Andalus mencoba menggerakkan tangannya dibawah air, sekedar navigasi ringan agar ia tidak terbawa arus terlalu jauh dari tempatnya semula.

***

Pria itu menatap pantulan dirinya pada cermin di hadapannya, tampak di sana seorang pria usia awal tiga puluh tahunan yang memakai seragam kebanggaan angkatan laut Amerika Serikat. Bukan, ia bukan seorang angkatan laut, ia di sini sebagai tamu kehormatan karena proposal penelitiannya yang diterima oleh pihak kampus.

Andalus tersenyum, ia merapikan sedikit seragamnya. Entah mengapa, ia merasa bersemangat dan bangga memakai seragam ini. Entahlah, mungkin karena dulu ia sempat bercita-cita menjadi abdi negara sebelum takdir membawanya mengarungi sesuatu yang lain.

Kakeknya lah dalang dibalik segala kesuksesan Andalus. Doktrin sang kakek sedari kecil membawanya ke tempatnya berdiri sekarang. Andalus ingat dulu kakeknya menentang keras cita-citanya menjadi tentara. Sebaliknya, sang kakek malah mendoktrinnya dengan pengetahuan eksak tentang semesta, bumi, dan misteri yang belum terjelajah sebelumnya.

Andalus sempat marah pada kakeknya dulu, tidak mengerti dengan jalan pikiran orang tua itu. Apa salahnya menjadi tentara? Mereka keren. Namun, segala usaha yang dilakukan sang kakek dulu berhasil melekat pada diri Andalus. Lihatlah, buktinya pria itu berdiri disini sekarang, bersiap untuk petualangannya siang nanti guna melengkapi jurnal yang sedang disusunnya.

Andalus berbalik untuk merapikan perlengakapannya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 6:58 saat pria itu memperhatikan arloji yang melekat di tangannya. Tidak banyak yang akan ia bawa untuk perjalanan hari ini. Cukup beberapa alat dan buku-buku yang akan menemaninya selama perjalanannya mengarungi lautan nanti.

Andalus akan melakukan penelitian ditengah Segitiga Bermuda.

Tepat saat ia membuka pintu, sinar mentari pagi langsung menusuk keras matanya hingga ia harus menghadang sinar tersebut dengan tangannya, memberikan waktu untuk matanya beradaptasi.

Derap langkah Andalus teredam oleh segala aktivitas yang terjadi di pangkalan militer tersebut. Jangan salah, meskipun belum genap jam tujuh pagi, orang orang di sini sudah memulai aktivita yang tidak bisa dibilang ringan.

Tak terhitung jumlah orang yang berlalu lalang dengan seragam serupa, ada yang sedang jogging menggunakan kaus berwarna hijau tua, tak sedikit pula yang sedang melatih tubuh mereka agar lebih sehat di pojok sana.

Andalus mempercepat langkahnya, ia sudah harus berada di dermaga jam tujuh lebih lima belas menit, dan jarak dermaga dari tempatnya berdiri sekarang tidak bisa dibilang dekat. Sesekali, Andalus hampir menabrak orang yang tiba-tiba berlalu di hadapannya. Meminta maaf sekilas, Andalus kembali focus menuju tujuannya dengan sesekali melirik benda yang berada di pergelangan tangannya itu.

Andalus hampir mengumpat ketika seseorang menepuk pundaknya selagi ia berjalan. Memutar kepalanya, pria itu melihat siapa biang yang membuatnya serangan jantung mendadak itu. Sedangkan pria yang ditatap tajam malah tidak peduli dan kini mengambil posisi berjalan disamping Andalus.

Tales of Atma HarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang