Didedikasikan untuk Amireese
❛❛Busy morning and evening rush hour, Wearing my school uniform with nothing to do. Inside this crowded subway, everyone Starts their day and ends it —On The Subway Akdong Musician❜❜
Sejak masih duduk di bangku sekolah menengah pertama dulu hingga sekarang, ketika dia sudah nyaris meninggalkan masa remaja sepenuhnya, bukan game center penuh suara menusuk telinga yang pemuda itu sukai tapi justru bangku berderet dengan warna nyaris pudar termakan usia yang berada di salah satu tempat pemberhentian kereta antar kota.
Tidak, dia tidak pernah melangkah masuk ke dalam kereta yang tampaknya selalu penuh sesak karena kelebihan muatan.
Pemuda itu hanya akan mengisi salah satu kursi kosong yang berada di sudut tempat pemberhentian, menarik hoodie-nya yang oversize kemudian sibuk dengan notes kecilnya yang sudah mulai menguning
Namanya Willasenno Danadyaksa dan yang pemuda itu cari setiap kali membutuhkan ketenangan justru bukan keheningan malam di mana hanya ada pancaran cahaya lembut bulan tapi justru hiruk pikuk stasiun kereta api cepat yang nampaknya tidak pernah sepi peminat.
"Harusnya bukan ini deh," ujarnya, mencoret setiap kata yang sebelumnya sudah dia tulis secara hati-hati di notes yang tidak pernah lepas dari genggamannya itu.
Sudah hampir satu jam dia berada di tempat ramai ini dan sudah selama itu pula dia terus menerus mencoret setiap kata yang ditulisnya tanpa peduli jika petugas kereta mulai menatapnya aneh.
"Ck, diksinya gak masuk," keluhnya untuk kesekian kalianya.
Sejak memutuskan untuk terjun di dunia musik dan terlibat secara aktif dalam pembuatan lagu untuk album terbarunya, Willa sudah terbiasa merasakan love and hate relationship dengan hal menyebalkan tapi kadang berguna bernama diksi.
Diksi si rumit namun penting itu nyatanya lebih sulit dimengerti dibandingkan isi kepala attention seeker yang kerap kali muncul di media sosialnya.
Ponsel dalam saku celana Willa kembali bergetar samar, menandakan ada sebuah panggilan masuk yang baru saja dilakukan seseorang melalui salah satu aplikasi chatting online-nya yang selalu ramai setiap harinya itu.
Id caller 'Gavin Adhyastha' memenuhi layar ponselnya sehingga pemuda itu menghela nafas, menggeser layar agar panggilan itu terhubung dengan cepat.
"Willasenno lo di mana? Gue baru aja dapat kabar kalau ada perubahan jadwal rekaman. Makanya deadline lagu juga ikut dimajuin, lo siap?" adalah perkataan cepat Gavin yang terdengar bahkan ketika Willa belum sempat mengucapkan sapaan 'halo' sekalipun.
Pemuda itu memutar bola mata jengah, menghela nafas panjang sebelum akhirnya berkata tenang. "Masih proses sih tapi gue usahakan selesai tepat waktu. Jadwal barunya udah ada?"
"Udah gue kirim di grup, nanti jangan lupa cek," terdengar helaan nafas panjang sebelum pemuda yang berada di ujung telfon itu melanjutkan, "Lo di mana? Subway?"
"Iya."
"Apa lo baik-baik aja?"
Dia, Willasenno Danadyaksa, bahkan tidak tau harus memberikan jawaban apa untuk menenangkan rekan satu grup yang jelas sedang khawatir padanya saat ini.
Baik-baik saja? sepertinya dia memang baik-baik saja jika Willa mengabaikan kondisi kepalanya yang sejak tadi tidak berhenti berdenyut.
"Gue cuma lagi butuh inspirasi," bantah Willa sembari mengusap tengkuknya yang tidak gatal. "Ah, dan ketenangan juga."
![](https://img.wattpad.com/cover/222188752-288-k791039.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tales of Atma Harsa
KurzgeschichtenThe Tales of Atma Harsa berisi sekumpulan cerita pendek yang mampu membawamu mengarungi sebuah dunia baru dalam rasa berbeda yang dikemas sedemikian rupa hingga akhirnya mampu menghasilkan sebuah karya yang saling melengkapi satu sama lain. Tantang...