BAGIAN 3

379 19 0
                                    

Gendil Sugolo seketika menjerit keras, begitu pemuda itu menendang bagian tubuhnya jadi terpental beberapa langkah dari tempat semula. Namun dengan cara begitu, Gendil Sugolo agaknya terbebas dari totokan. Terbukti kemudian, laki-laki kurang waras itu bangkit dengan wajah geram.
"Kurang ajar! Kelakuan anak muda sekarang memang makin kurang ajar saja. Siapa kalian?" bentak Gendil Sugolo garang.
"Kenalkah kau dengan Ki Rogo Janggat dan Ki Sampang Jinggolo?" pemuda itu malah balik bertanya, tanpa menjawab pertanyaan Gendil Sugolo.
"Apa?" tanya Gendil Sugolo dengan suara keras.
"Orang tua budek! Jangan membuat kesabaranku hilang! Kami adalah putra-putrinya. Dan kau adalah salah seorang dari keparat pembunuh orang tua kami. Maka, jangan harap bisa lepas dari tangan kami!" dengus pemuda itu tajam.
Gendil Sugolo menatap sepasang anak muda itu bergantian. Matanya sampai menyipit merayapi tubuh mereka dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Lalu...
"Ha, ha, ha...! Dasar orang tuanya geblek. Anaknya pun ikut-ikutan geblek. He, jadi kalian putra-putrinya. Apa maunya kalian padaku? Balas dendam? Membunuhku? Ayo, lakukanlah kalau mampu!" kata Gendil Sugolo sambil terkekeh-kekeh.
"Memang, kami akan lakukan. Nah, orang tua sinting. Jagalah nyawamu dari kejaran kami!" ujar pemuda itu, mantap.
Begitu selesai kata-katanya, pemuda itu langsung meluruk menyerang Gendil Sugolo. Demikian pula gadis di sebelahnya. Gerakan mereka cepat bukan main, sehingga sejenak Gendil Sugolo tersentak kaget. Namun dengan segala pengalamannya selama puluhan tahun malang melintang di dunia persilatan, cepat bagai kilat tongkat bambunya diayunkan untuk menghalau serangan kedua lawannya.
"Hiyaaa!"
Wutt!
Bet! Bet!
Ujung tongkat laki-laki sinting itu menyambar-nyambar bagian tubuh yang mematikan dari kedua lawannya. Namun sepasang anak muda itu gesit sekali menghindari. Bahkan melakukan sodokan cepat ke arah bagian tubuh Gendil Sugolo yang amat mematikan. Tentu saja hal ini membuat laki-laki sinting itu tersentak kaget. Untung saja dia cepat bisa melenting ke belakang sejauh tiga tombak. Lalu, Manis sekali kakinya mendarat di tanah, menghadap ke arah sepasang anak muda yang tidak melanjutkan serangan.
"Gendil Sugolo! Ketahuilah, agar kau tak mati penasaran. Namaku Mintarja. Aku putra Ki Rogo Janggat. Dan kawanku ini, Kaniawati putri Ki Sampang Jinggolo!" kata pemuda yang tak lain Mintarja sambil tersenyum sinis, Mintarja menatap dalam-dalam wajah Gendil Sugolo. Sepertinya, lewat matanya, pemuda itu ingin menelan bulat-bulat laki-laki di hadapannya.
"Puihh! Apa peduliku dengan kalian? Biar anak setan sekalipun, jangan dikira bisa menakuti Gendil Sugolo?!" balas Gendil Sugolo dengan suara keras.
Begitu selesai kata-katanya, pemuda itu melompat tinggi, seraya menggosok-gosokkan kedua tangannya. Dan seketika kedua telapak tangannya dihentakkan ke depan.
"Kalau begitu, kau memang harus mampus!" dengus Mintarja.
"Hiyaaa!"
Werrr!
Bukan main terkejutnya Gendil Sugolo, ketika dari telapak tangan pemuda itu melesat gulungan api yang kuat dan terasa panas sekali. Untung dia cepat memiringkan tubuhnya ke kanan, sehingga gulungan api sebesar kepala bayi itu hanya lewat pada jarak tiga jengkal di depan tubuhnya. Namun demikian kulitnya masih terasa terbakar oleh jilatan lidah api. Dan gulungan api itu terus meluncur ke arah sebuah pohon yang ada di belakang Gendil Sugolo. Begitu terhantam pukulan Mintarja, pohon itu hangus terbakar, disertai ledakan dahsyat.
Glarrr...!
Namun belum juga Gendil Sugolo menyadari apa yang terjadi...
"Yeaaa!"
"Hei?!"
Kembali Gendil Sugolo tersentak kaget, ketika tiba-tiba gadis berbaju ungu itu menghentakkan tangan kanan ke arahnya. Maka seketika hembusan angin dingin bagai es meluncur cepat ke arahnya laki-laki edan itu. Masih untung Gendil Sugolo mampu menghindari dengan melenting ke atas. Namun, tak urung angin semburannya sempat membuat tubuhnya menggigil kedinginan.
"Bocah-bocah gendeng! Kalian kira aku bisa ditakut-takuti?!" maki Gendil Sugolo, geram bercampur marah.
Dan ketika kedua kaki Gendil Sugolo menyentuh tanah, saat itu juga telapak tangan kanannya dihentakkan ke depan. Maka dari telapak tangannya yang terbuka menderu angin kencang ke arah sepasang anak muda itu. Namun Mintarja dan Kaniawati serentak melenting ke udara, sehingga serangan angin itu hanya lewat di bawah kakinya. Dan begitu mereka mendarat di tanah...
Srak!
Sring!
Sepasang anak muda itu langsung mencabut senjata masing-masing. Dan mereka memang tak ingin tanggung-tanggung lagi.
"Gendil Sugolo. Sudah cukup peringatan itu bagimu. Sekarang, bersiaplah untuk mampus!" ujar Mintarja. Seketika tubuh pemuda itu terus melesat ke arah Gendil Sugolo. Demikian halnya Kaniawati yang wajahnya menyiratkan dendam kesumat!
"Hiyaaa!"
Gendil Sugolo tak punya pilihan ketika tongkat di tangan Mintarja menyodok ke arah jantungnya. Tubuhnya seketika melompat ke atas, sehingga serangan itu luput. Namun pada saat yang sama pedang Kaniawati menyambar kepalanya. Maka cepat-cepat tangannya bergerak ke atas, memapak serangan pedang itu. Gendil Sugolo tak sempat lagi menghindar, dan terpaksa tongkatnya dipakai untuk menangkis....
Trakkk!
"Heh?!" Lelaki tua itu kaget ketika tongkatnya patah dihantam tongkat Mintarja. Dan, belum habis keterkejutannya, Kaniawati sudah meluruk cepat dan membabatkan pedang ke arah punggungnya!
Trak!
Begitu habis memapak, tubuh Gendil Sugolo jadi terlempar ke belakang. Namun untung saja dia masih mampu menjaga keseimbangan. Sehingga waktu mendarat di tanah, dia tidak terpelanting. Sedangkan Kaniawati sudah terlebih dulu mendarat manis di tanah. Sementara itu Mintarja tak membiarkan lawannya begitu saja. Tubuhnya langsung meluruk sambil mengibaskan tongkat di tangan kanan ke arah lawan yang baru saja mendarat. Tentu saja tak ada kesempatan bagi Gendil Sugolo untuk menghindar, sehingga terpaksa harus menangkis dengan tongkat bambu di tangannya.
Trakkk!
"Heh?!"
Betapa terkejutnya Gendil Sugolo ketika menyadari tongkat bambu di tangannya patah, begitu habis memapak. Belum habis keterkejutannya, tubuh Kaniawati juga sudah cepat meluruk, dan langsung membabatkan pedangnya ke punggung Gendil Sugolo.
Crasss!
Gendil Sugolo kontan memekik kesakitan begitu punggungnya tertebas pedang Kaniawati. Melihat kesempatan ini, Mintarja tidak mau menyia-nyiakan. Seketika tubuhnya meluruk melancarkan tusukan ke arah jantung Gendil Sugolo yang belum mampu berbuat apa-apa. Maka...
Blesss!
"Mampus, kau!" kata Mintarja.
Gendil Sugolo terhuyung-huyung sebentar sambil memegangi dadanya yang mengucurkan darah. Sebentar kemudian tubuhnya ambruk ke tanah, dan tak berkutik lagi. Mati!
Sebentar Mintarja memandangi mayat musuhnya, lalu menatap Kaniawati yang masih menyaksikan kematian Gendil Sugolo.
"Mari, Kania. Kita tak boleh buang-buang waktu," ajak Mintarja.
Sebentar saja, kedua orang itu sudah melesat cepat meninggalkan mayat yang berlumuran darah. Dan angin pun menyapu sekitarnya, menebarkan bau anyir darah manusia.

112. Pendekar Rajawali Sakti : Dendam Datuk GeniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang