BAGIAN 6

319 19 0
                                    

Begitu serangannya gagal, gadis berbaju ungu itu segera melampiaskannya ke arah bayangan itu yang memapak serangan tadi.
"Yeaaa!"
"Hup!"
Bett!
Ujung pedang di tangan gadis itu menyambar-nyambar dahsyat menimbulkan hawa dingin yang hebat. Namun lawan yang dihadapinya kali ini pun cukup gesit. Tubuhnya mampu meliuk-liuk seperti orang menari untuk menghindari sambaran pedang lawan. Kemudian mendadak sosok bayangan biru tadi balas menyerang dengan kecepatan tinggi. Dan tentu saja ini sangat mengagetkan gadis berbaju ungu tadi. Maka dia cepat melenting ke belakang sambil membuat gerakan berputar untuk menghindari sambaran ujung kipas sosok berpakaian biru yang seperti mengurungnya.
"Siapa kau?!" bentak gadis berbaju ungu itu ketus bercampur geram ketika kedua kakinya menjejak di tanah.
Di depan gadis berbaju ungu, terlihat seorang gadis cantik memakai baju biru muda dengan kipas di tangan.
"Siapa pula kau?!" bentak gadis yang tak lain dari Pandan Wangi.
"Keparat! Kau pikir kepandaianmu sudah hebat, sehingga mau jadi pahlawan?! Kau akan mampus bersama tua bangka busuk itu!" geram gadis berbaju ungu itu.
Setelah berkata demikian, kembali gadis berbaju ungu itu melesat menyerang Pandan Wangi. Bersamaan dengan itu, melompat pula pemuda yang tadi bersamanya.
"Kania! Biar kita bereskan bersama perempuan pengacau ini agar urusan lebih cepat!" teriak pemuda yang namanya Mintarja. Sedangkan gadis berbaju ungu itu adalah Kaniawati.
"Biarkan mereka bermain-main, Kisanak. Dan aku ingin bermain-main pula denganmu," sahut Rangga tenang sambil melompat menghadang Mintarja.
"Sial! Siapa kau?!" bentak Mintarja, mengurungkan niatnya untuk ikut menyerang Pandan Wangi.
"Apa perlunya kau ketahui?" sahut Rangga.
"Keparat! Kalau begitu kau akan mampus tanpa nisan!" dengus Mintarja tajam.
"Hm... Sayang sekali, Kisanak. Saat ini aku masih belum ingin mati," jawab Rangga enteng.
"Huh! Yeaaa...!"
Ujung tongkat Mintarja langsung berputar-putar menyambar Pendekar Rajawali Sakti. Sesekali terlihat lidah api yang menyambar, menimbulkan hawa panas luar biasa ketika kedua tongkat itu diadu satu sama lain. Namun, agaknya Rangga mampu menghindari setiap serangan lawan, dengan menggunakan jurus Sembilan Langkah Ajaib.
Sebenarnya, kedua tongkat Mintarja amat berbahaya. Selain keras dan kuat, juga mampu menyemburkan lidah api yang akan menghanguskan apa saja yang terkena. Pendekar Rajawali Sakti menyadari kalau tak bisa terus-menerus bertangan kosong. Rasanya kalau tongkat itu sudah disingkirkan akan lebih mudah untuk menaklukan lawannya.
"Hiyaaa!"
Bet! Bet!
"Hup...!"
Nyaris dada Pendekar Rajawali Sakti robek tersambar ujung tongkat Mintarja kalau tidak cepat melompat ke atas. Namun tongkat lawan yang satu lagi terus menyambar mengikuti. Masih untung dia talah memperhitungkan hal itu dengan melenting berputar. Sehingga, Pendekar Rajawali Sakti terbebas dari jangkauan senjata lawan. Dan baru saja Rangga menjejak tanah, ujung tongkat Mintarja kembali menyambar kearah leher. Seketika kepalanya dimiringkan sedikit kemudian cepat melejit ke atas.
"Yaaa!"
"Huh! Jangan harap lolos dariku, bangsat!" geram Mintarja langsung mengejar. Tepat ketika Mintarja berada di udara, Pendekar Rajawali Sakti sudah mencabut pedang pusakanya. Tampak sinar biru memancar dari batang pedang di tangan pemuda berbaju rompi putih itu, sehingga orang-orang yang berada di sekitarnya kontan terkejut. Termasuk Mintarja sendiri, begitu dia hampir menggerakkan senjatanya ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Dan Mintarja makin terkejut ketika tiba-tiba pedang Rangga menyambar ke arahnya. Maka mau tak mau salah satu senjatanya diayunkan untuk menangkis.
Trak!
Begitu cepat kejadian itu berlangsung, sehingga tubuh masing-masing kontan terjajar beberapa langkah. Bahkan Mintarja sempat terhuyung-huyung, namun cepat menguasai keseimbangan. Memang, benturan yang disertai tenaga dalam hebat itu menghasilkan getaran yang dahsyat. Tak heran kalau satu sama lain bisa terjajar.
"Keparat!" maki Mintarja, begitu menyadari kalau saat itu senjatanya telah terputus menjadi tiga bagian.
Dengan kegeraman yang amat sangat, Mintarja kembali melesat disertai ayunan senjatanya yang tinggal satu. Dan ternyata, serangan itu bukan hanya sekedar melalui tongkatnya saja.
Werrr! Werrr!
Begitu cepat Mintarja mengibaskan tongkatnya sehingga seketika beberapa senjata rahasia melesat ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Maka Rangga cepat bergeser ke samping kiri sambil mengayunkan pedangnya. Seketika disambarnya senjata-senjata rahasia itu hingga rontok tak tersisa.
"Hm... Kalajengking Api! Kau tak bisa mengandalkan binatang-binatang beracun itu, Kisanak. Usahamu akan sia-sia saja. Lebih baik, sadarlah jangan teruskan sepak terjangmu yang gila dan diliputi dendam ini. Kembalilah ke jalan yang benar. Gunakanlah hidupmu sebaik-baiknya." ujar Pendekar Rajawali Sakti, begitu berdiri tegak lagi.
"Puihh! Jangan coba-coba menasehatiku, keparat! Kau akan kubinasakan saat ini juga. Yeaaa!" bentak Mintarja.
Seketika pemuda itu menyorongkan telapak tangan kirinya ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Maka dari telapak kirinya melesat selarik sinar kuning keemasan ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
"Uts! Edan!" sentak Pendekar Rajawali Sakti. Pendekar Rajawali Sakti cukup terkejut merasakan hawa panas luar biasa dari angin sambaran pukulan lawan tadi.
Masih untung dia cepat mengelak ke samping. Sehingga sinar itu hanya lewat hampir dua jengkal dari pinggangnya. Dan Mintarja tak berhenti sampai di situ. Seketika tubuhnya melesat dengan ujung tongkat menyambar ke arah leher Rangga. Dengan kecepatan mengagumkan, Pendekar Rajawali Sakti melompat ke belakang. Tapi....
Werrr! Werrr!
Kembali Mintarja melemparkan kalajengking-kalajengking beracunnya, begitu serangannya gagal. Mintarja agaknya sengaja melemparkan senjata-senjata rahasianya hanya untuk membuat repot Pendekar Rajawali Sakti. Karena bersamaan dengan itu, tubuhnya bergerak laksana kilat ke arah Rangga disertai satu pukulan maut. Pendekar Rajawali Sakti cepat bagai kilat melenting seraya berputaran sambil menyabetkan pedangnya.
Tras! Tras!
Seketika seluruh kalajengking api itu habis terpapas pedang pusaka Pendekar Rajawali Sakti. Dan begitu Rangga menjejakkan kakinya di tanah, Mintarja sudah hampir dekat dengannya. Maka sebelum serangan pukulan datang, Rangga cepat mendahuluinya dengan sodokan kaki kiri ke arah lambung. Namun dengan tangkas Mintarja memapak dengan sapuan tendangannya. Lalu, seketika tubuhnya melenting ke atas melewati kepala Mintarja. Begitu sampai berada di udara, Pendekar Rajawali Sakti cepat meluncur turun. Dan seketika dilepaskannya satu tendangan ke arah punggung. Cepat sekali gerakan Rangga, sehingga Mintarja tak sempat menyadarinya. Sehingga...
Dess!
"Aaakh!"
Mintarja menjerit keras ketika satu tendangan keras menghantam punggungnya. Tubuhnya tersungkur ke depan, namun masih mampu menguasai diri. Bersamaan dengan itu, cepat berbalik. Dan seketika dilemparkannya senjata-senjata rahasianya ke arah Pendekar Rajawali Sakti. Dan tanpa mempedulikan rasa sakit yang dideritanya, dia sudah melompat menyerang kembali dengan pukulan jarak jauh yang mengeluarkan sinar kuning keemasan.
"Hiyaaa!"
"Hm... Kau coba bertindak nekat agaknya! Bersiaplah, Kisanak. Aku akan memberi pelajaran sedikit tapi pasti tak akan kau lupakan! Yeaaa!" gumam Pendekar Rajawali Sakti setelah memapas senjata-senjata rahasia lawan hingga rontok.
Bersamaan dengan itu juga tubuh Pendekar Rajawali Sakti bergerak cepat, menyorongkan tangan kirinya ke depan. Maka dari telapak tangan kirinya yang terbuka melesat selarik sinar merah dari 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' Seketika, sinar merah itu meluncur memapak sinar kuning keemasan yang juga meluncur cepat. Sehingga...
Glarrr!
Begitu dua sinar berlainan jenis beradu di satu titik, terdengar ledakan dahsyat. Lalu....
"Aaakh...!"
"Yeaaa!"
Tampak tubuh Mintarja terlempar ke belakang disertai pekik kesakitan serta ceceran darah segar. Dan sebelum tubuhnya menyentuh tanah, Pendekar Rajawali Sakti telah melesat cepat melakukan serangan berikutnya. Mintarja sendiri jadi terkejut. Sama sekali tak disangka kalau lawannya mampu bergerak secepat itu. Cepat dia bangkit berdiri, lalu mengayunkan tongkatnya untuk menangkis.
Trak!
Mintarja makin terkejut begitu menyadari tongkat ditangannya putus menjadi tiga bagian hanya sekali dibabat saja. Begitu terkejutnya sehingga dia lupa kalau Pendekar Rajawali Sakti masih meluruk ke arahnya dengan hantaman tangan kiri ke arah dada.
Dragh!
"Aaakh...!"
Mintarja memekik setinggi langit, begitu dadanya terhantam tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti. Bahkan beberapa tulang dadanya patah sehingga suaranya sampai kedengaran tadi. Tubuh pemuda itu kontan ambruk tanpa perlawanan lagi.
"Keparat! Aku akan balas perlakuanmu ini dengan cara yang lebih menyakitkan!" teriak Mintarja, seraya mengusap darah yang mengalir dari sudut-sudut bibirnya.
"Kakang...?! Oh, Kakang! Keparat! Aku akan mengadu jiwa denganmu!" dengus Kaniawati ketika melihat keadaan kekasihnya. Seketika itu Kaniawati terus melompat menyerang Pendekar Rajawali Sakti dengan kemarahan meluap-luap.
"Kakang! Biar kuhadapi dia!" teriak Pandan Wangi gemas, dan langsung melesat mendekati Pendekar Rajawali Sakti.
"Pandan! Mundurlah! Biar sekalian gadis ini kuberi pelajaran agar tidak besar kepala," ujar Pendekar Rajawali Sakti, dingin.
Tanpa menunggu serangan lagi, Pendekar Rajawali Sakti sudah langsung melompat dengan kelebatan pedang pusakanya untuk menekan ayunan pedang gadis itu.
Trasss!
Kaniawati tersentak kaget, begitu serangannya ditahan Pendekar Rajawali Sakti. Apalagi ketika menyadari kalau pedangnya langsung putus menjadi dua bagian. Namun dia tidak bisa terlalu lama dalam keterkejutannya. Dan dia harus melompat karena tendangan yang dilancarkan Pendekar Rajawali Sakti cepat mengarah ke dadanya. Gadis itu langsung bersalto ke belakang seraya mengebutkan tangannya ke arah Pendekar Rajawali Sakti.
Serrr! Serrr!
Kaniawati mencoba menyerang lawan dengan lemparan 'Racun Ulat Salju'. Namun, pedang Pendekar Rajawali Sakti lebih cepat lagi bergerak.
Cras! Cras!
Dan tubuh Pendekar Rajawali Sakti itu terus melesat keras ke arah Kaniawati yang baru saja menjejak tanah. Dengan perasaan geram, gadis itu membalas dengan menghentakan kedua tangannya ke depan. Maka seketika dari kedua telapaknya melesat cahaya biru keputih-putihan. Itulah pukulan 'Banyu Titis' yang mampu membuat lawan mati membeku dalam sekejap mata saja. Tapi agaknya Pendekar Rajawali Sakti telah menduga. Maka langsung dibalasnya 'Pukulan Maut Paruh Rajawali', yang mampu mengeluarkan sinar merah, sehingga...
Desss!
"Aaakh!"
Kedua sinar itu beradu tepat di tengah-tengah, maka terdengarlah seperti suara besi panas yang dicelupkan ke dalam air. Bahkan kemudian terdengar pekikan kesakitan, sinar merah yang keluar dari pukulan Rangga terus menderu menghantamnya. Tubuh gadis itu kontan terjungkal, dan berkali-kali memuntahkan darah segar. Pendekar Rajawali Sakti menyarungkan kembali pedang pusakanya. Matanya menatap tajam sambil mendekati gadis berbaju ungu yang tertatih-tatih berusaha bangkit.
"Pergilah kau dari sini. Dan, bawa kawanmu itu! Jangan coba-coba membuat bencana lagi!" dingin suara Pendekar Rajawali Sakti, tegas.
Kaniawati menyadari kalau pukulan lawan tadi menghantam telak tubuhnya, sehingga membuat luka dalam yang cukup parah. Hanya karena tenaga dalamnya saja yang cukup kuat, sehingga membuatnya mampu bertahan. Tapi kalau dia mencoba terus menyerang lawan, bisa dipastikan dirinya sendiri yang akan celaka. Maka dengan hati diliputi dendam kesumat, gadis itu menatap tajam Pendekar Rajawali Sakti.
"Kami akan mengingat peristiwa ini. Dan kelak akan ada pembalasan setimpal bagimu. Sebutkan siapa kau sebenarnya?!" dengus Kaniawati.
"Kau boleh membalas dendam kapan saja. Pendekar Rajawali Sakti tak akan mundur setapak pun."
"Hm, Pendekar Rajawali Sakti! Kau harus ingat. Nantikan pembalasan kami atas campur tanganmu ini!" lanjut Kaniawati geram sambil melangkah pelan mendekati Mintarja.
Dengan terpaksa Kaniawati memapah Mintarja. Kemudian dengan tertatih-tatih mereka meninggalkan tempat itu diiringi caci maki dan lemparan batu dari penduduk desa itu. Bahkan beberapa orang hendak membunuh dengan senjata-senjata tajam siap di tangan.
"Hentikan! Biarkan mereka pergi!" bentak Pendekar Rajawali Sakti nyaring menggelegar.
Mendengar bentakan yang menggema ke segala arah, banyak di antara mereka yang menggerutu kesal bercampur geram. Namun tak seorang pun yang berani membantah. Sampai kedua orang itu lenyap dan pandangan, kerumunan penduduk desa masih terus mengumpat-umpat tak habis-habisnya.
"Mereka agaknya tak senang dengan keputusanmu, Pendekar Rajawali Sakti..," kata Ki Wikalpa lirih.
"Ya... Aku menyadari hal itu, Ki Wikalpa..." sahut Rangga. "Tapi mereka masih muda dan belum banyak pengalaman hidup. Hati mereka penuh dendam kesumat. Aku berharap, pelajaran itu bisa membuka mata mereka. Sehingga menentukan jalan hidup mereka ke arah yang lebih baik"
"Aku khawatir harapanmu sia-sia..."
"Kenapa?"
"Melihat ilmu olah kanuragan serta senjata yang digunakan, aku yakin kalau mereka adalah murid Ki Sara Geni dari puncak Gunung Merapi, dan Nyi Lengser dari puncak gunung Rijasangka. Mereka bukan tokoh sembarangan. Kuat dugaanku, merekalah yang menyelamatkan putra-putri Ki Rogo Janggat dan Ki Sempang Jinggolo. Lalu kedua anak itu di didik untuk membalaskan dendam kedua orang tuanya pada kami. Aku yakin hal itu, karena Ki Sara Geni dan Nyi Lengser bersahabat akrab dengan kedua tokoh yang tewas di tangan kami dua puluh tahun lalu," jelas Ki Wikalpa.
Rangga mengangguk-angguk kepala mendengar penjelasan orang tua itu.
"Pendekar Rajawali Sakti, maaf. Aku tahu kepandaianmu hebat. Bahkan boleh disebut sebagai pendekar nomor wahid di negeri ini. Tapi Ki Sara Geni dan Nyi Lengser bukan tokoh sembarangan. Kepandaian mereka sangat hebat dan tak terukur. Apa yang dimiliki kedua muridnya, barangkali hanya separo dari kehebatan yang dimiliki gurunya. Kau patut hati-hati jika suatu saat bertemu mereka," sambung Ki Wikalpa memperingatkan.
"Maksud Ki Wikalpa, kedua guru mereka akan membalaskan sakit hati muridnya kepadaku?" tanya Rangga ingin kepastian.
"Hal itu tak mengherankan, bukan?"
"Ya, aku mengerti. Tapi aku siap menghadapi mereka, apa pun yang terjadi." sahut Rangga setenang mungkin.
"Rangga... Aku merasa hal ini amat merepotkanmu. Kamilah sebenarnya yang diincar mereka. Dengan campur tanganmu, maka kini sasaran mereka yang utama adalah kau. Baru kemudian, menyelesaikan urusan dengan kami...," kata Ki Wikalpa lirih.
"Ki Wikalpa. Sudah selayaknya kita saling tolong menolong. Anggap saja ini merupakan kewajibanku. Nah! Kurasa, sekarang kami mohon diri dulu. Permisi." pamit Rangga, sambil berbalik dan melangkah pergi diikuti Pandan Wangi.
Dalam perjalanan, terlihat Pandan Wangi lebih banyak berdiam diri tak seperti biasanya. Beberapa kali Rangga meliriknya namun gadis itu seperti tak ingin berpaling.
"Ada apa, Pandan?" tanya Rangga ketika mereka telah berada di luar desa. Pandan Wangi memandang sekilas, kemudian kembali meluruskan pandangan ke depan. Wajahnya tampak gelisah.
"Pandan, adakah sesuatu yang merisaukan hatimu...?" desak Rangga lembut.
"Kedua orang itu, Kakang. Aku khawatir kau tak akan mampu menghadapinya...," cetus Pandan Wangi lirih.
"Guru mereka maksudmu?"
Pandan Wangi mengangguk.
"Kalau kepandaian guru mereka benar dua kali lipat dari murid-muridnya, Kakang tentu berada dalam keadaan berbahaya. Aku tak tahu, apakah bisa menolong banyak atau tidak," lanjut gadis itu lirih.
"Pandan..., Aku telah memikirkan hal itu. Yang jelas kita tak mungkin mundur menghadapi kezaliman. Kau tak perlu khawatir. Aku yakin, hidup mati seseorang bukanlah di tangan manusia, meski bagaimanapun tingginya kemampuan seseorang," ujar Pendekar Rajawali Sakti.
Pandan Wangi tak berkata-kata lagi. Dan mereka terus melanjutkan perjalanan.

***

112. Pendekar Rajawali Sakti : Dendam Datuk GeniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang